Ridhmedia - Baru kemarin ramai fenomena Keraton Agung Segajat di Purworejo dan Sunda Empire di Bandung, kini muncul sebuah kerajaan di Tasikmalaya bernama Kesultanan Selaco.
Berbeda dari Keraton Agung Segajat dan Sunda Empire di Bandung, keberadaan Kesultanan Selaco alias Selacau Tunggul Rahayu di Kecamatan Parung Ponteng selama ini bisa berdampingan dengan masyarakat sejak 2004.
Kesultanan ini didirikan oleh Rohidin (40), warga asal Parung Ponteng.
Rohidin mengaku sebagai keturunan kesembilan dari Raja Padjadjaran Surawisesa, dengan gelar Sultan Patra Kusumah VIII.
Keberadaan kesultanan itu telah diketahui sejak lama oleh masyarakat sekitar dan memiliki lokasi pusat kesultanan semacam istana yang berdiri megah sampai saat ini.
Bahkan, Kesultanan Selaco mengklaim telah mendapatkan legalitas fakta sejarah yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2018 sebagai putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah Kerajaan Padjadjaran pada masa kepemimpinan Raja Surawisesa.
"Selacau punya dua literatur leluhur saya yang saya ajukan tahun 2004 sampai akhirnya tahun 2018 keluar putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah yang di kepemimpinan Surawisesa. Fakta sejarah dikeluarkan oleh Lembaga PBB," ujar Rohidin di kediamannya, Jumat (17/1/2020).
Pertama, nomor warisan dan izin pemerintahan kultur.
Kedua, izin referensi tentang keprajuritan.
Lisensi yang diberikan yaitu seni dan budaya.
Rohidin menambahkan, Kesultanan Selaco merupakan aplikasi nyata dalam upaya melestarikan warisan leluhurnya sebagai keturunan Kerajaan Padjadjaran era kepemimpinan Surawisesa.
Dirinya mengklaim kesultanan yang dipimpinnya bisa dikatakan berbentuk yayasan dan memiliki kabinet laiknya kerajaan dan mengklaim memiliki batas terirotial.
Wilayahnya selama ini terdiri dari wilayah Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Pangandaran bagian selatan.
"Kalau kami dari kesultanan tentunya NKRI sebagai harga mati. Kami warga negara Indonesia. Kesultanan ini adalah upaya saya untuk melestarikan budayanya saja karena kami sebagai penggiat budaya," ujar Rohidin.
Memiliki Menteri dan Pejabat Daerah
Rohidin mengakui bahwa selama ini kesultanan yang dipimpinnya memiliki kabinet yang baru disahkan sejak tahun 2018, pasca-mendapatkan legalitas putusan dari PBB.
Namun, hal itu laiknya struktur organisasi dengan penamaan kesultanan.
Seperti Mangkubumi berarti setingkat menteri-menteri.
Untuk pemimpin tingkat kabupaten tingkatannya adalah Tumenggung atau Demak.
"Kita ada yang namanya menteri luar negeri siapa orangnya, menteri kesejahteraan siapa. Sudah ada semuanya dan memiliki tugas masing-masing, tapi Kesultanan Selaco itu bukan negara di dalam negara," ucap Rohidin.
Sumber Uang dari Grantor M Bambang Utomo
Adapun sumber keuangan Kesultanan Selaco selama ini, tambah Rohidin, berbeda dari kasus Keraton Agung Sejagat yang meminta kepada pengikutnya.
Pihaknya justru mengklaim mampu menyejahterakan orang-orang di bawahnya, termasuk para pejabat kesultanan.
Kesultanan Selaco memiliki sumber pendanaan sendiri yang berasal dari Sertifikat Phoenix melalui seorang grantor bernama M Bambang Utomo.
Menurut dia, selama ini proyek Phoenix atau uang yang berasal dari luar negeri, tepatnya di Bank Swiss, bisa diambil oleh seorang grantor.
Pembangunan kesultanan dan menyejahterakan para pejabatnya pun berasal dari uang tersebut.
"Sebetulnya selama ini uang proyek Phoenix itu sekarang dikuasai oleh negara. Para pemimpin negara Indonesia pasti tahu sekarang ini. Saya buka saja," tambahnya.
Keberadaan Kesultanan Selaco sejatinya muncul sebelum ramai pemberitaan selama ini tentang Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire.
Bahkan, selama ini keberadaan Kesultanan Selaco tak sembunyi-sembunyi dalam melakukan kegiatannya.
Pihak Kesultanan pun membuka diri selama ini kepada khalayak umum atas ramainya pemberitaan munculnya fenomena kerajaan-kerajaan berdalih latar belakang budaya. (*)