Oleh: Yudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional).
Sejak dikenalkan pada abad sebelum masehi di Yunani, demokrasi yañg berarti pemerintahan rakyat dan telah memasuki beberapa periode. Di Indonesia sendiri, demokrasi meski belum sepenuhnya digunakan akan tetapi telah disepakati untuk digunakan. Namun demokrasi di Indonesia masih harus bercampur dengan aristokratisme (pemerintahan oleh elit) dan oligarkinisme (pemerintahan oleh segelintir individu).
Masyarakat Indonesia yang berbasis kultural dan agamis, dimana telah dibentuk melalui perangkat nasionalis (kesepakatan dan negara) dan internasionalis (media, teknologi, hubungan internasional), tentu membutuhkan perangkat demokrasi dalam penataannya hingga rakyat benar-benar menjadi subyek utama dalam sebuah negara. Baik demokrasi politik, sosial dan ekonomi dengan tegaknya supremasi keadilan.
Saat ini periode demokrasi sebagai sebuah sistem telah memasuki periode atau babak baru. Dan ini terjadi di dunia, juga termasuk di Indonesia.
Ketika demokrasi melalui proses parlementariat membuat negara menjadi dikuasainya oleh pemenang demokrasi yang dibelakangnya terdapat pemilik modal oligarkis, maka demokrasi menjadi defisit.
Dan saat ini, rakyat memerlukan perwujudan pemerintahan rakyat sebenarnya. Yaitu hanya dengan mendapatkan kekuatan legal formal dalam politik, hukum dan solidaritas, rakyat akan mampu menyelesaikan masalah defisit demokrasi ini. Hanya dari rakyat sendiri masalah ini dapat diselesaikan secara rasional tanpa manipulatif.
Tanpa meninggalkan akar tradisinya, yaitu kultur tradisional dan agama, dalam tataran praktis sosialnya rakyat perlu memegang kontrol terhadap negara dan bisnis yang berkembang secara langsung.
Disinilah diperlukan Badan Partisipasi Warga baik ditingkat lokal, nasional dan global. Dan tentu harus menjadi ketetapan Majelis Umum PBB untuk menetapkan Badan Partisipasi Warga Dunia, dimana sebagai manusia kita saling terhubung tanpa batas untuk mewujudkan kemanusiaan dan keadilan secara global dalam seluruh sektor kehidupan. Meski begitu secara nasional dan lokal, kesepakatan kultural dan konstitusional tetap menjadi konstruksi identitas rakyat bangsa.
Namun dengan kekuatan rakyat dan kapasitasnya yang memadai secara politik, hukum dan solidaritas yang membuat rakyat sebagai masyarakat lokal, nasional dan global dan memiliki instrumen untuk menggerakkan instrumen-instrumen hukum demi tegaknya kemanusiaan dan keadilan, dalam institusi Negara dan PBB. Dengan kekuatan rakyat ini, maka negara akan menjadi lebih kuat. Lebih kuat disini dalam pemahaman, terwujudnya kedaulatan rakyat di semua sektor sesuai amanat dibentuknya Indonesia sebagai Negara. Sehingga penghormatan Negara terhadap rakyat menjadi keharusan, selain kedudukan rakyat sebagai pemilik negara, negara juga akan bertindak untuk benar-benar melayani rakyatnya. Begitu juga untuk perusahan-perusahan yang mengembangkan bisnis di Indonesia.
Untuk mencapai posisi dan kedudukan ini, rakyat dan negara perlu mendorong PBB mengesahkan UNWCI (UN World Citizens Initiative/ Badan Partisipasi Warga PBB) dan UNPA (UN Parliamentary Assembly /Majelis Parlemen PBB) sebagai Badan dan Majelis Tetap PBB, dimana Rakyat seluruh Dunia merupakan anggotanya. Dan tentu dengan kekuatan yang diatur melalui mekanisme, dimana rakyat memiliki hak veto, sanksi dan resolusi lainnya akan mendorong Kedaulatannya atas Negara. Sehingga Negara dan Perusahaan Swasta benar-benar menjalankan konstitusi yang berasal rakyat.
Dengan ditetapkan UNWCI dan UNPA sebagai Badan dan Majelis Tetap di PBB pada Oktober 2020 saat Rapat Majelis Umum PBB bertepatan dengan 75 tahun PBB, rakyat akan diperkuat semua instrumen yang ada di organisasi PBB. Dan dengan penghormatan manusia atas manusia ini, maka target SDGs akan tercapai, bahkan mendahului waktu targetnya.
Inilah babak atau periode baru dalam demokrasi universal. Saya menyebutnya Demokrasi ke 5.
Sejak dikenalkan pada abad sebelum masehi di Yunani, demokrasi yañg berarti pemerintahan rakyat dan telah memasuki beberapa periode. Di Indonesia sendiri, demokrasi meski belum sepenuhnya digunakan akan tetapi telah disepakati untuk digunakan. Namun demokrasi di Indonesia masih harus bercampur dengan aristokratisme (pemerintahan oleh elit) dan oligarkinisme (pemerintahan oleh segelintir individu).
Masyarakat Indonesia yang berbasis kultural dan agamis, dimana telah dibentuk melalui perangkat nasionalis (kesepakatan dan negara) dan internasionalis (media, teknologi, hubungan internasional), tentu membutuhkan perangkat demokrasi dalam penataannya hingga rakyat benar-benar menjadi subyek utama dalam sebuah negara. Baik demokrasi politik, sosial dan ekonomi dengan tegaknya supremasi keadilan.
Saat ini periode demokrasi sebagai sebuah sistem telah memasuki periode atau babak baru. Dan ini terjadi di dunia, juga termasuk di Indonesia.
Ketika demokrasi melalui proses parlementariat membuat negara menjadi dikuasainya oleh pemenang demokrasi yang dibelakangnya terdapat pemilik modal oligarkis, maka demokrasi menjadi defisit.
Dan saat ini, rakyat memerlukan perwujudan pemerintahan rakyat sebenarnya. Yaitu hanya dengan mendapatkan kekuatan legal formal dalam politik, hukum dan solidaritas, rakyat akan mampu menyelesaikan masalah defisit demokrasi ini. Hanya dari rakyat sendiri masalah ini dapat diselesaikan secara rasional tanpa manipulatif.
Tanpa meninggalkan akar tradisinya, yaitu kultur tradisional dan agama, dalam tataran praktis sosialnya rakyat perlu memegang kontrol terhadap negara dan bisnis yang berkembang secara langsung.
Disinilah diperlukan Badan Partisipasi Warga baik ditingkat lokal, nasional dan global. Dan tentu harus menjadi ketetapan Majelis Umum PBB untuk menetapkan Badan Partisipasi Warga Dunia, dimana sebagai manusia kita saling terhubung tanpa batas untuk mewujudkan kemanusiaan dan keadilan secara global dalam seluruh sektor kehidupan. Meski begitu secara nasional dan lokal, kesepakatan kultural dan konstitusional tetap menjadi konstruksi identitas rakyat bangsa.
Namun dengan kekuatan rakyat dan kapasitasnya yang memadai secara politik, hukum dan solidaritas yang membuat rakyat sebagai masyarakat lokal, nasional dan global dan memiliki instrumen untuk menggerakkan instrumen-instrumen hukum demi tegaknya kemanusiaan dan keadilan, dalam institusi Negara dan PBB. Dengan kekuatan rakyat ini, maka negara akan menjadi lebih kuat. Lebih kuat disini dalam pemahaman, terwujudnya kedaulatan rakyat di semua sektor sesuai amanat dibentuknya Indonesia sebagai Negara. Sehingga penghormatan Negara terhadap rakyat menjadi keharusan, selain kedudukan rakyat sebagai pemilik negara, negara juga akan bertindak untuk benar-benar melayani rakyatnya. Begitu juga untuk perusahan-perusahan yang mengembangkan bisnis di Indonesia.
Untuk mencapai posisi dan kedudukan ini, rakyat dan negara perlu mendorong PBB mengesahkan UNWCI (UN World Citizens Initiative/ Badan Partisipasi Warga PBB) dan UNPA (UN Parliamentary Assembly /Majelis Parlemen PBB) sebagai Badan dan Majelis Tetap PBB, dimana Rakyat seluruh Dunia merupakan anggotanya. Dan tentu dengan kekuatan yang diatur melalui mekanisme, dimana rakyat memiliki hak veto, sanksi dan resolusi lainnya akan mendorong Kedaulatannya atas Negara. Sehingga Negara dan Perusahaan Swasta benar-benar menjalankan konstitusi yang berasal rakyat.
Dengan ditetapkan UNWCI dan UNPA sebagai Badan dan Majelis Tetap di PBB pada Oktober 2020 saat Rapat Majelis Umum PBB bertepatan dengan 75 tahun PBB, rakyat akan diperkuat semua instrumen yang ada di organisasi PBB. Dan dengan penghormatan manusia atas manusia ini, maka target SDGs akan tercapai, bahkan mendahului waktu targetnya.
Inilah babak atau periode baru dalam demokrasi universal. Saya menyebutnya Demokrasi ke 5.