Ridhmedia - Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan hanya memperihatinkan, tetapi juga menyoreng wajah KPU sebagai penyelenggara pemilu dan pilkada. Kasus ini juga membuka mata semua orang bahwa potensi praktik korupsi terkait pemilihan umum (pemilu) selalu ada.
“Integritas itu nyawa bagi para penyelenggara pemilu. Itulah kenapa UU Pemilu menempatkannya di urutan paling awal syarat menjadi Anggota KPU yaitu mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil," kata anggota DPD RI Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/1).
Fahira menambahkan, kasus ini juga membuka mata publik bahwa walau tahapan pemilu sudah selesai, praktik kongkalikong antara penyelenggara dengan peserta pemilu masih bisa terjadi. Oleh karena itu, ia mengapresiasi kerja KPK yang mampu ‘mengendus’ kasus ini dan mampu menjaring para pelaku lewat OTT.
Kasus suap yang melibatkan Komisioner KPU dan eks caleg ini menjadi peringatan keras bagi semua partai politik dan para calegnya serta penyelenggara pemilu di semua tingkatan. Pengungkapan kasus ini juga diharapkan tidak berhenti di para pelaku yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka saja.
Menurut Fahira, dugaan suap terhadap WSE yang diduga terkait pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan. Tentu saja ini mengkhianati kerja keras KPU selama puluhan tahun dalam membangun integritas lembaga dan personelnya. Maka kunci pengungkapan kasus ini adalah menguak dari mana saja asal sumber dana untuk menyuap.
"Apa ini hanya inisiatif eks caleg yang ingin masuk ke Senayan lewat PAW atau melibatkan pelaku lainnya. Pengungkapan kasus ini secara tuntas menjadi penting tidak hanya bagi KPU tetapi juga bagi demokrasi kita,” ujar Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini. [rol]