Ridhmedia - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat konflik lahan era Presiden Joko Widodo ( Jokowi) periode pertama meningkat hampir dua kali lipat dibanding dua periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY).
Berdasar catatan KPA, selama periode pemerintahan Jokowi 2015–2019 telah terjadi 2.047 kasus, sedangkan semasa era SBY pada 2010–2014 ada 1.308 konflik.
Di periode pertama Jokowi, sektor perkebunan penyumbang konflik tertinggi, yaitu 729 kasus. Diikuti sektor properti 499 kasus, pertanian 145 kasus, kehutanan 118 kasus, pertambangan 117 kasus, pesisir dan pulau–pulau kecil 60 kasus serta, fasilitas militer 10 kasus.
Sementara konflik lahan akibat pembangunan infrastruktur meningkat drastis di era Jokowi. Bila pada 2018 ada 16 kasus, setahun berikutnya bertambah menjadi 83 kasus.
Paling banyak terkait pembangunan fasilitas umum yakni 28 kasus. Diikuti proyek fasilitas sosial sebanyak 13 kasus dan pembangunan jalan tol terdapat 11 kasus.
"Pada masa SBY cenderung meningkat di akhir masa jabatan. Saat Jokowi dari tahun ke tahun memang menurun pada masa akhir jabatan," tutur Sekjen KPA Dewi Kartika saat memaparkan Catatan Akhir Tahun 2019 KPA di kawasan Menteng, Jakarta seperti dilansir dari CNN Indonesia, Senin (6/1).
Dewi mengapresiasi tekad Presiden Jokowi yang ingin mewujudkan reforma agraria di periode kedua. Hanya saja menurut dia, niatan itu belum dibarengi dengan implementasi konkret di lapangan.
Ia mengusulkan agar masalah reforma agraria ini tidak lagi diselesaikan di tingkat kementerian. Menurut Dewi, perlu ada lembaga yang langsung di bawah kepemimpinan presiden.
"Caranya bisa melalui perubahan Perpres Reforma Agraria secara terbatas. Tidak lagi di bawah setingkat menko ataupun menteri, sehingga lembaga ini bersifat eksekutorial atas masalah kronis agraria," imbuhnya.
Berkaca pada konflik lahan pada 2019, Dewi juga meminta pemerintah menyusun kebijakan yang komprehensif demi mencapai reforma agraria.
Dia turut mendesak pemerintah untuk memperkuat agenda kerakyatan di bidang agraria, mengingat ada tantangan berupa potensi perampasan dan penggusuran lahan warga.
"Karena itu sebagai strategi jangka menengah, maka pemerintah Jokowi juga penting untuk menginisiasi langkah–langkah penyusunan naskah RUU tentang pembaharuan agraria yang merupakan mandat lama yang belum terealisasi sejak TAP MPR IX/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan SDA,"kata Dewi. [ljc]
Berdasar catatan KPA, selama periode pemerintahan Jokowi 2015–2019 telah terjadi 2.047 kasus, sedangkan semasa era SBY pada 2010–2014 ada 1.308 konflik.
Di periode pertama Jokowi, sektor perkebunan penyumbang konflik tertinggi, yaitu 729 kasus. Diikuti sektor properti 499 kasus, pertanian 145 kasus, kehutanan 118 kasus, pertambangan 117 kasus, pesisir dan pulau–pulau kecil 60 kasus serta, fasilitas militer 10 kasus.
Sementara konflik lahan akibat pembangunan infrastruktur meningkat drastis di era Jokowi. Bila pada 2018 ada 16 kasus, setahun berikutnya bertambah menjadi 83 kasus.
Paling banyak terkait pembangunan fasilitas umum yakni 28 kasus. Diikuti proyek fasilitas sosial sebanyak 13 kasus dan pembangunan jalan tol terdapat 11 kasus.
"Pada masa SBY cenderung meningkat di akhir masa jabatan. Saat Jokowi dari tahun ke tahun memang menurun pada masa akhir jabatan," tutur Sekjen KPA Dewi Kartika saat memaparkan Catatan Akhir Tahun 2019 KPA di kawasan Menteng, Jakarta seperti dilansir dari CNN Indonesia, Senin (6/1).
Dewi mengapresiasi tekad Presiden Jokowi yang ingin mewujudkan reforma agraria di periode kedua. Hanya saja menurut dia, niatan itu belum dibarengi dengan implementasi konkret di lapangan.
Ia mengusulkan agar masalah reforma agraria ini tidak lagi diselesaikan di tingkat kementerian. Menurut Dewi, perlu ada lembaga yang langsung di bawah kepemimpinan presiden.
"Caranya bisa melalui perubahan Perpres Reforma Agraria secara terbatas. Tidak lagi di bawah setingkat menko ataupun menteri, sehingga lembaga ini bersifat eksekutorial atas masalah kronis agraria," imbuhnya.
Berkaca pada konflik lahan pada 2019, Dewi juga meminta pemerintah menyusun kebijakan yang komprehensif demi mencapai reforma agraria.
Dia turut mendesak pemerintah untuk memperkuat agenda kerakyatan di bidang agraria, mengingat ada tantangan berupa potensi perampasan dan penggusuran lahan warga.
"Karena itu sebagai strategi jangka menengah, maka pemerintah Jokowi juga penting untuk menginisiasi langkah–langkah penyusunan naskah RUU tentang pembaharuan agraria yang merupakan mandat lama yang belum terealisasi sejak TAP MPR IX/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan SDA,"kata Dewi. [ljc]