Ridhmedia - Pemerintah melalui Menko Polhukan, Mahfud MD menyinggung kasus dugaan korupsi yang mirip dengan PT Asuransi Jiwasraya dengan kerugian lebih dari Rp 10 triliun. Kasus tersebut melibatkan institusi keamanan negara, yakni Yayasan Asuransi ABRI.
Namun demikian, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie Massardi menilai kasus Jiwasraya dan ASABRI berbeda.
Untuk Jiwasraya, kata Adhie, rentang waktu pengungkapan kasusnya lebih cepat dengan kerugian yang sangat besar. Jiwasraya pun pengemplangan kerugiannya dua kali lebih banyak dibanding kasus asuransi lainnya.
“Sehingga perusahaan Jiwasraya harus mengembalikan kepada nasabah tapi uangnya enggak ada,” kata Adhie saat ditemui Kantor Berita Politik RMOL di acara turnamen catur aktivis, Jalan Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan, Minggu (12/1).
Kasus Jiwasraya, lanjut Adhie, bermodus mengambil uang dari nasabah asuransi kemudian diinvestasikan tanpa adanya produk yang diimingi perusahaan kepada nasabah.
Berbeda dengan ASABRI yang tidak melibatkan banyak pihak, hanya tentara negara sebagai pengelola asuransi tersebut.
“Jadi enggak membuat produk merugikan karena produknya standar untuk prajurit TNI, sementara Jiwasraya kan membuat produk dengan iming-iming lebih besar dan harus mengembalikan benefit bisa sampai lima persen, 10 persen, bisa 12 persen sesuai yang dijanjikan. Sementara di ASABRI itu enggak,” jelas mantan Jurubicara Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini.
Menurutnya, kasus yang membelit ASABRI bukanlah barang lama, namun lebih kepada peraturan kepengurusan bergilir yang tidak otoritatif untuk bertanggung jawab dalam hal pengelolaan dana keuangan asuransi nasabah.
“Sehingga satu periode ini bisa dijebol, abis itu diganti. Penggantinya harus menanggulangi dan dia mencari uang lagi untuk nutupi dengan cara yang enggak bener kemudian diambil lagi, nah akhirnya setiap periode ya menjadi bancakan di setiap asuransi. Itulah sebabnya di asuransi mudah dibobol,” tandasnya.[rml]