Ridhmedia - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah membahas soal-soal yang terkait dengan Code of Conduct sengketa di perairan Laut China Selatan dalam Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) di Bangkok, bulan November 2019.
Dalam forum regional itu Menhan Prabowo menegaskan, pembicaraan mengenai Code of Conduct tersebut harus segera dituntaskan.
Demikian disampaikan Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, Kamis (2/1).
“Agar tidak mengganggu hubungan perdagangan dan diplomatik antarnegara, termasuk dengan negara ASEAN lain,” ujarnya.
Terkait dengan aksi armada Coast Guard China yang mengawal kapal-kapal penangkap ikan negara itu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 23 Desember 2019, Dahnil mengatakan sikap Menhan Prabowo sejalan dengan sikap Kementerian Luar Negeri RI.
“Tentu posisi Indonesia seperti yang telah disampaikan Menlu, yakni mempertahankan kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif tersebut," sambung Dahnil.
Ketika ditanya apakah akan ada pengerahan pasukan tambahan di perairan Pulau Natuna, Dahnil mengatakan, Prabowo akan berkordinasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI Angkatan Laut.
Dahnil juga mengatakan, dalam kunjungan kerja ke Beijing bulan Desember lalu, Menhan Prabowo tidak membahas secara spesifik persoalan di Laut China Selatan dengan pihak-pihak yang ditemuinya di Beijing.
Pelanggaran 23 Desember
Protes keras Indonesia atas kejadian di tanggal 23 Desember itu disampaikan langsung dengan memanggil Dubes RRC untuk Indonesia, Xiao Qian, hari Senin lalu (30/12), dan mengirimkan nota keberatan.
Dalam pertemuan itu, Indonesia menegaskan bahwa ZEE Indonesia ditetapkan berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS). Sudah menjadi kewajiban bagi RRC untuk menghormati hal itu.
Pihak Indonesia juga telah menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan China di perairan tersebut.
Di sisi lain, Indonesia tidak akan pernah mengakui wilayah perairan di dalam “sembilan-garis-putus” atau “nine dashed-lines” yang diklaim China karena hal itu bertentangan dengan UNCLOS, dan telah diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016.
Kemlu juga mengingatkan China, bahwa kedua negara adalah mitra strategis. Menjadi kewajiban kedua belah pihak untuk terus meningkatkan hubungan yang saling menghormati, dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan.
Sebelum tahun berganti, pihak Kementerian Luar Negeri RRC menolak protes Indonesia itu. Jurubicara Kemlu RRC, Geng Shuang, mengatakan bahwa perairan yang mereka klaim itu adalah milik mereka sejak lama sehingga dengan demikian menjadi relevan bagi China.
Keberatan China ini kembali direspon Kemlu RI, hari Rabu kemarin (1/1).
Kemlu RI menegaskan bahwa di dalam UNCLOS 1982 sama sekali tidak disebutkan posisi China di perairan tersebut. Istilah “relevant waters” juga tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982.[rmol]