Ridhmedia - Klaim pemerintahan China atas Perairan Natuna menuntut pemerintah segera melakukan langkah taktis untuk memperjelas kepemilikan wilayah ini.
Pasalnya, China mengklaim kalau wilayah perairan di Natuna utara yang dilewati nelayannya masih masuk perbatasan negaranya. China menperkuat klaimnya dengan keberadaan 9 garis putus-putus (9 Dash Line) yang dibikin sejak 1947.
Atas perkara ini, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melakukan rapat tingkat menteri pada siang ini, Jumat (3/1).
Pantauan Kantor Berita Politik RMOL di Kantor Kemenko Polhukam, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, beberapa Menteri dan pejabat tinggi pemerintah telah nampak hadir.
Beberapa di antara mereka ialah, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga terlihat turut serta dalam pertemuan tersebut.
Prabowo yang datang terakhir belum memberikan keterangan apa-apa saat disapa wartawan. Ia hanya melambaikan tangan seraya tersenyum.
Sebelumnya dikabarkan, kKapal pencari ikan China dilaporkan telah masuk ke ZEE Indonesia di perairan Pulau Natuna dan melakukan pencurian ikan. Kapal Coast Guard China juga masuk ke perairan Natuna. Itulah yang membuat Kemlu RI protes ke China.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah memanggil Dubes China untuk Indonesia akhir tahun lalu, dan mengirimkan nota keberatan.
Namun China masih bersikukuh menganggap perairan yang dilintasi nelayan negara komunis itu merupakan bagian dari laut teritori mereka. China menyebut wilayah itu sebagai perairan di sekitar Kepulauan Nansha (Spratly Islands).
Kemlu RI telah merilis pernyataan tegas hari Rabu (1/1). Isinya adalah bantahan atas klaim China, termasuk klaim historis China. Menurut pemerintah, klaim China adalah klaim sepihak (unilateral). (Rmol)