Oleh:Gan-Gan R.A
TEKS narasi tragedi kemanusiaan ternyata tidak hanya ditulis dengan tetesan tinta airmata dan juga darah rakyat yang tertimpa malapetaka bencana alam yang kini hidup di tenda-tenda pengungsi. Tetapi seringkali dijadikan panggung politik pencitraan bagi pemimpin rakyat di depan kamera.
Penderitaan masyarakat korban bencana alam dan suasana getir di tenda-tenda pengungsian dimanfaatkan para pemimpin untuk menaikkan popularitas dengan kosmetika kamera.
Foto dan video politik pencitraan menjadi barang dagangan, sementara solusi dan management antisipasi serta distribusi logistik di lapangan seringkali diabaikan.
Di Lebak, Banten tepatnya di Kampung Susukan, Gerakan Solidaritas Lebak Memanggil, kolaborasi RIM (Rumah Indonesia Merdeka) dengan para aktivis senior pada hari Senin pagi, tanggal 13 Januari 2020 kami menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana pengungsi hidup di barak-barak tanpa kepastian kapan mereka bisa kembali menjalani kehidupan dengan jaminan perlindungan kesehatan.
Air bersih, dapur umum, MCK, tempat belajar yang layak bagi para pelajar, dan jembatan yang terputus seharusnya menjadi persoalan fundamental yang harus segera diuraikan oleh pemerintah daerah dan pusat.
Lokasi bencana yang rawan dan tidak steril akan menebarkan virus penyakit, ditambah cuaca ekstrem tentunya akan berdampak buruk bagi masyarakat yang hidup di tenda-tenda pengungsian. Ditambah tidak adanya pasokan air bersih dan tenaga medis menambah resiko datangnya berbagai penyakit.
Misi kemanusiaan yang diemban Gerakan Solidaritas Lebak Memanggil tidak sebatas menyampaikan bantuan logistik dari para donatur untuk masyarakat korban banjir dan longsor di Lebak, Banten.
Tetapi ada pesan simbolik yang ingin kami sampaikan ke publik, terutama kepada pemerintah daerah dan pusat, bahwa pendidikan/proses belajar mengajar untuk adik-adik pelajar tidak boleh berhenti, karena ini menyangkut pembentukan kualitas pikiran di kemudian hari.
Ada beberapa catatan penting yang bisa kami tangkap setelah mengunjungi lokasi bencana di Lebak, Banten. Pertama, ijin tambang yang patut diduga terjadi tidak sesuai dengan mekanisme prosedural yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum.
Kedua, lemahnya bentuk management antisipatif dari pemerintah setempat terhadap titik-titik lokasi yang rawan tertimpa bencana alam. Ketiga, proteksi kesehatan dan perbaikan infrastruktur seperti Jembatan penghubung antar kampung harus menjadi prioritas bagi pemerintah setempat, karena menyangkut hal-hal yang bersifat vital.
Gerakan Solidaritas Lebak Memanggil yang terdiri dari aktivis senior (Adam Wahab, Dadang HRS, Irwan, S dan Irvan Ghani) berkolaborasi dengan RIM (Gan-Gan R.A, Rahmat Arafat Nasution, Luthfi dan Arman/Mando) serta dr. Billy dan Akbar, dibantu oleh relawan Vertical Resque Indonesia telah menunaikan amanat dari sesama anak bangsa yang terketuk hati nuraninya untuk berempati dalam bentuk logistik dan kami wujudkan berupa peralatan sekolah, seperti tas, alat tulis, sarung, pembalut, sabun mandi dan cuci, uang tunai serta tenda komando untuk kegiataan belajar adik-adik pelajar.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa melindungi bangsa ini dari segala marabahaya. Salam Pembebasan!
(Ketua Umum Rumah Indonesia Merdeka (RIM))