Sandiwara Pansus Jiwasraya? Sudahlah, Jiwasraya Sudah Tiada

Ridhmedia
01/01/20, 13:56 WIB


Oleh: Nasrudin Joha

Setelah seminggu lebih tak juga ada perkembangan kasus, belum jelas siapa yang akan "ditersangkakan" sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kemelut Jiwasraya, kini para legislator di Senayan mengusulkan pembentukan Pansus. Sebagai bagian dari hak kontrol dewan terhadap eksekutif, usulan pembentukan Pansus ini normatif saja.

Secara politik, Pansus tak mungkin lepas dari agenda dan kepentingan politik. Seperti yang sudah-sudah, pembentukan Pansus Century Gate juga tak menyelamatkan duit rakyat. Malahan, sejumlah pihak justru ikut "ngalap" berkah melalui keterlibatan di Pansus.

Dalam kasus Jiwasraya ini, saya ingin tegaskan bahwa nasib jiwasraya sudah selesai. Tak ada masa depan apapun bagi perusahaan asuransi yang diterjang badai mengemplang duit tertanggung hingga 13,7 T. 

Meski mau disuntik modal berapapun, agen Jiwasraya tak mungkin lagi dapat pelanggan. Jika agen-agen jiwasraya mengetuk pintu rumah penduduk, ingin menawarkan produk asuransi, pasti semua pintu rumah ditutup dan dikunci rapat.

Tak ada orang konyol mau melibatkan diri menjadi tertanggung asuransi yang diterpa badai korupsi yang nilainya hingga 13,7 T. Lebih baik sakit dan berobat sendiri, ketimbang bayar premi tapi tak bisa diklaim. Lebih baik menabung sendiri, ketimbang ikut asuransi pendidikan tapi tak bisa dicairkan

Padahal, agen asuransi kalau menawarkan produk asuransi itu seperti menawarkan surga. Dengan kasus jiwasraya, semua agen asuransi dipahami oleh masyarakat membawa petaka, menawarkan api neraka.

Bahkan, imbas kasus Jiwasraya ini tidak hanya pada jiwasraya, BUMN asuransi, tetapi semua produk dan industri asuransi mendapat pukulan telak. Jiwasraya telah membawa petaka bagi dunia asuransi.

Jadi mau di bentuk holding BUMN asuransi, diusut kasusnya hingga tuntas, atau dibentuk Pansus DPR, nasib Jiwasraya tak tertolong. Jiwasraya telah melayang jiwanya, yang tersisa hanya sakit, kepedihan, dan derita yang tiada tara.

Adapun pembentukan Pansus oleh DPR, itu hanya akan dijadikan bagi politisi DPR untuk burguining position secara politik, baik dihadapan rakyat maupun dihadapan rezim. Penjelasannya sebagai berikut :

Pertama, kasus ini bagi DPR akan menjadi ajang politik pencitraan, bahwa DPR membela rakyat, dalam waktu yang lama kasus jiwasraya akan menjadi mimbar pidato yang menjemukan, pernyataan berulang dan membosankan, yang keluar dari anggota DPR yang terhormat yang tak juga menyelesaikan masalah.

Kasus Jiwasraya akan dijadikan ajang sirkus badut-badut parlemen untuk memoles citra, meraih simpati, dan membangun citra diri dan partai. Partai yang "berlakon" kontra rezim akan mendapat benefit politik tinggi, menaikkan elektabilitas partai dan tokohnya melalui forum ini.

Kedua, tindakan kritis pada panggung Jiwasraya juga bisa dijadikan ajang mengajukan proposal kepada rezim untuk tujuan diantaranya : mendapat bagian berkah jiwasraya atas sejumlah aksi penyelamatan termasuk jika diambil opsi penambahan PNM atau melakukan pailit.

Melalui kasus ini, elit partai juga bisa melakukan penawaran tinggi atas sejumlah isu strategis lainnya, porsi kekuasaan, keluar dari belitan kasus, atau yang semisalnya. Prinsipnya, Pansus hanya dijadikan ajang transaksi politik atas sejumlah isu kekuasaan.

Kalau mau merujuk fakta, berapa Pansus yang pernah dibentuk dan apa hasilnya ? Nol. Lantas kenapa hari ini perlu dibentuk Pansus lagi ? Jawabnya, karena dua alasan diatas.

Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa sistem sekuler demokrasi tak memiliki solusi untuk menyelesaikan urusannya sendiri. Rezim aku Pancasila ini, hanya memproduksi sejumlah kerusakan negara, tanpa memberi andil bagi penyiapan generasi masa depan. (*)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+