Ridhmedia - Ketegangan di Laut Natuna memang sudah mulai mereda, setelah sebelumnya sempat aksi provokasi kapal-kapal nelayan dan coast guard China sejak 3 Januari 2020 lalu. Laut Natuna memang punya potensi sumber daya ikan yang besar, sehingga wajar jadi incaran para pencuri ikan dari kapal-kapal asing.
Deputi I Kemenko Kemaritiman dan Investasi Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, perairan Natuna menyimpan potensi 1 juta ton ikan per tahun di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia (WPP-RI) 711.
"Di kawasan Natuna yang direbut, 500 ribu ton per tahun, ini hanya ikan" katanya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Sayangnya dari potensi yang besar itu, Indonesia masih bergantung dengan ikan impor, terutama dari China. Setidaknya hingga 2018 China termasuk salah satu pemasok komoditas sektor perikanan di Indonesia.
Data Trademap menunjukkan bahwa impor berbagai macam jenis komoditas perikanan RI dari China nilainya mencapai US$ 71,6 juta atau setara dengan Rp 1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$. Jumlah tersebut setara dengan 25% dari total nilai impor sektor perikanan RI 2018 yang mencapai US$ 290,8 juta (Rp 4,07 triliun).
Pada periode 2014-2019 impor hasil perikanan RI terus mengalami pertumbuhan. Pada periode tersebut impor Indonesia telah naik 38%. Sementara pada periode yang sama total impor perikanan RI dari China mengalami fluktuasi dan cenderung naik 2% secara point-to-point.
Indonesia mengimpor berbagai macam hasil perikanan dari China mulai dari ikan hidup, ikan beku, ikan segar, crustacean, moluska, hingga ikan yang sudah diolah. Impor terbesar hasil perikanan Indonesia dari China adalah ikan yang dibekukan. Nilainya mencapai US$ 61,9 juta pada 2018. Bahkan pada 2017 jumlahnya lebih tinggi dari itu, mencapai US$ 77,3 juta.
Proporsi ikan beku yang diimpor dari China mencapai 41% dari total impor ikan beku Indonesia pada 2018. Tercatat impor ikan beku Indonesia dari China periode 2014-2018 telah tumbuh 11%.
RI juga mengimpor crustacean dan moluska dari China. Walau nilainya tak sebesar ikan beku, tetapi dua komoditas ini menjadi dua hasil perikanan yang nilai impornya masuk tiga terbesar. Pada 2018 saja data Trademap menunjukkan impor crustacean RI dari China mencapai US$ 4,6 juta sementara untuk moluska mencapai US$ 4,8 juta.
Indonesia tercatat mengalami kontraksi nilai impor untuk komoditas crustacean dari China sebesar 19% sepanjang 2014-2018. Namun pada periode yang sama impor moluska seperti cumi-cumi justru mengalami lonjakan yang tajam hingga 37% secara point to point, walau sempat anjlok di tahun 2015-2016.
Secara keseluruhan, proporsi impor ikan beku dan moluska dari China memiliki kontribusi yang signifikan jika dibandingkan dengan total nilai impor dua komoditas tersebut. Sebagai catatan China memasok 41% kebutuhan ikan beku dan 49% kebutuhan moluska impor ke Indonesia. [cnbc]