Ridhmedia - Akhir Desember kemarin, diperingati sebagai satu dasawarsa meninggalnya KH Abdurrahman Wahid. Dalam momen itu, buku ‘Menjerat Gus Dur’ ludes di pasaran. Buku terbitan Numedia Digital Indonesia itu menjadi polemik sekaligus perbincangan luas di kalangan masyarakat.
Hal itu dikarenakan, buku karya Virdika Rizky Utama itu membongkar dokumen penting yang mengungkapkan sekelompok orang yang secara sengaja menggulingkan Gus Dur.
Virdika secara berani tanpa menutupi nama-nama aktor di balik itu, menyampaikan nama-nama yang mungkin memang familiar di ruang publik, seperti Akbar Tandjung dan Amin Rais.
Menurut Virdika, buku tersebut ditulis dimulai dari ditemukannya dokumen penting di kantor DPP Golkar pada bulan Oktober 2017. Dokumen tersebut ditulis oleh Fuad Bawazier kepada Akbar Tandjung tentang laporan yang terjadi pada awal 2000.
“Pertama dokumen itu dari rapat notulensi yang dilakukan di rumah Arifin Panigoro 22 Juni 2000, itu ditandatangani oleh Priyo Budi Santoso. Suratnya tertanggal 3 Juli 2000, itu tentang mereka marah ketika Laksamana Sukardi dari PDIP dan Jusuf Kalla dipecat oleh Gus Dur,” kata Virdika. Minggu (29/12/2019).
Surat yang ditujukan ke Akbar Tandjung pada 29 Januari 2001 itu, mengungkap pelaksanaan rencana yang diberi nama ‘Sekenario Semut Merah’.
Fuad Bawazier, menjadi ‘kepala operasi’ dan membagi tugas kepada beberapa pihak untuk penggalangan opini, menjaring dukungan masyarakat, propaganda media, termasuk merekrut preman, cendekiawan, dan pengusaha.
Penggalanan opini yang dimaksud adalah untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden Gus Dur melalui kasus Buloggate dan Bruneigate yang dinilai telah berjalan sesuai skenario.
Dalam surat tersebut, Fuad meyakini kekuatan dan efek operasi tahap pertama sudah sesuai ekspektasi, sehingga menurut pandangannya harus ditingkatkan kepada pelaksanaan operasi jilid kedua yakni; memaksa Gus Dur mundur dan mendorong Megawati menjadi presiden sekaligus menjadikan Amien Rais sebagai wakilnya.
Dipilihnya Ketum PDI P sebagai pengganti Gus Dur karena menurut Fuad, Megawati bisa dikendalikan dan pada akhirnya akan disingkirkan melalui penggembosan dari dalam lewat isu ketidakbecusan dalam mengatasi krisis ekonomi dan penyelesaian disintegrasi bangsa. Tugas itu dipercayakan kepada Amien Rais yang dinilai lincah karena berada di lingkar kekuasaan.
Fuad Bawazier juga meminta Akbar Tandjung memberikan seluruh informasi perkembangan situasi di dalam gedung Senayan, melalui Anas Urbaningrum selaku kurir untuk bahan pertimbangan operasi di lapangan.
Akbar Tandjung selaku Ketua Umum Partai Golkar merupakan aktivis senior HMI yang memiliki pengaruh kuat. Sedangkan, Fuad Bawazier adalah Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Dengan demikian, Virdika menyebutkan bahwa koneksi eks-Orde Baru dan HMI memiliki peran penting dalam rencana dan strategi pelengseran Gus Dur.
“Mereka merancang itu, bukan cuma di elite politik, maksudnya bukan cuma di DPR, tapi juga bagaimana di mahasiswa, karena mereka sebut saja sebenarnya dokumen ini adalah dokumen Golkar dan HMI Connection,” katanya.
Tak tanggung-tanggung, dalam dokumen tersebut terungkap, Fuad Bawazier menyiapkan dana Rp 4 Triliun, termasuk untuk memobiliasi demo mahasiswa, menciptakan instabilitas, dan menyiapkan bom-bom kerusuhan untuk melengserkan Gus Dur.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban dari nama-nama yang disebut untuk menjawab tudingan dibalik lengsernya Gus Dur dari kursi Presiden.
Sumber: indopolitika.com
Hal itu dikarenakan, buku karya Virdika Rizky Utama itu membongkar dokumen penting yang mengungkapkan sekelompok orang yang secara sengaja menggulingkan Gus Dur.
Virdika secara berani tanpa menutupi nama-nama aktor di balik itu, menyampaikan nama-nama yang mungkin memang familiar di ruang publik, seperti Akbar Tandjung dan Amin Rais.
Menurut Virdika, buku tersebut ditulis dimulai dari ditemukannya dokumen penting di kantor DPP Golkar pada bulan Oktober 2017. Dokumen tersebut ditulis oleh Fuad Bawazier kepada Akbar Tandjung tentang laporan yang terjadi pada awal 2000.
“Pertama dokumen itu dari rapat notulensi yang dilakukan di rumah Arifin Panigoro 22 Juni 2000, itu ditandatangani oleh Priyo Budi Santoso. Suratnya tertanggal 3 Juli 2000, itu tentang mereka marah ketika Laksamana Sukardi dari PDIP dan Jusuf Kalla dipecat oleh Gus Dur,” kata Virdika. Minggu (29/12/2019).
Surat yang ditujukan ke Akbar Tandjung pada 29 Januari 2001 itu, mengungkap pelaksanaan rencana yang diberi nama ‘Sekenario Semut Merah’.
Fuad Bawazier, menjadi ‘kepala operasi’ dan membagi tugas kepada beberapa pihak untuk penggalangan opini, menjaring dukungan masyarakat, propaganda media, termasuk merekrut preman, cendekiawan, dan pengusaha.
Penggalanan opini yang dimaksud adalah untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden Gus Dur melalui kasus Buloggate dan Bruneigate yang dinilai telah berjalan sesuai skenario.
Dalam surat tersebut, Fuad meyakini kekuatan dan efek operasi tahap pertama sudah sesuai ekspektasi, sehingga menurut pandangannya harus ditingkatkan kepada pelaksanaan operasi jilid kedua yakni; memaksa Gus Dur mundur dan mendorong Megawati menjadi presiden sekaligus menjadikan Amien Rais sebagai wakilnya.
Dipilihnya Ketum PDI P sebagai pengganti Gus Dur karena menurut Fuad, Megawati bisa dikendalikan dan pada akhirnya akan disingkirkan melalui penggembosan dari dalam lewat isu ketidakbecusan dalam mengatasi krisis ekonomi dan penyelesaian disintegrasi bangsa. Tugas itu dipercayakan kepada Amien Rais yang dinilai lincah karena berada di lingkar kekuasaan.
Fuad Bawazier juga meminta Akbar Tandjung memberikan seluruh informasi perkembangan situasi di dalam gedung Senayan, melalui Anas Urbaningrum selaku kurir untuk bahan pertimbangan operasi di lapangan.
Akbar Tandjung selaku Ketua Umum Partai Golkar merupakan aktivis senior HMI yang memiliki pengaruh kuat. Sedangkan, Fuad Bawazier adalah Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Dengan demikian, Virdika menyebutkan bahwa koneksi eks-Orde Baru dan HMI memiliki peran penting dalam rencana dan strategi pelengseran Gus Dur.
“Mereka merancang itu, bukan cuma di elite politik, maksudnya bukan cuma di DPR, tapi juga bagaimana di mahasiswa, karena mereka sebut saja sebenarnya dokumen ini adalah dokumen Golkar dan HMI Connection,” katanya.
Tak tanggung-tanggung, dalam dokumen tersebut terungkap, Fuad Bawazier menyiapkan dana Rp 4 Triliun, termasuk untuk memobiliasi demo mahasiswa, menciptakan instabilitas, dan menyiapkan bom-bom kerusuhan untuk melengserkan Gus Dur.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban dari nama-nama yang disebut untuk menjawab tudingan dibalik lengsernya Gus Dur dari kursi Presiden.
Sumber: indopolitika.com