RIDHMEDIA - Pihak Kantor Staf Presiden (KSP) dari lingkungan Istana Kepresidenan tidak mempermasalahkan rencana Aksi 212 yang menyoroti kasus-kasus korupsi di Indonesia. KSP berpesan Aksi 212 berlangsung tertib.
"Itu kebebasan berpendapat yang dijamin UU. Silakan saja kalau ada aspirasi disampaikan kepada pemerintah, tapi diimbau dengan cara-cara yang santun, kemudian tidak memuat SARA. Kalau ada kepedulian tentang persoalan korupsi, disampaikan saja, tapi sesuai dengan peraturan UU yang berlaku," kata tenaga ahli utama kedeputian komunikasi politik KSP, Donny Gahral Adian, kepada wartawan, Rabu (5/2/2020).
Aksi ini akan menyinggung kasus-kasus yang tengah ditangani kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Donny percaya kasus korupsi yang disinggung tengah ditangani aparat penegak hukum.
"Pemerintah menyerahkan sepenuhnya terhadap aparat penegak hukum yang sudah mulai memproses kasus-kasus itu. Jadi kami percayakan saja aparat penegak hukum, polisi dan KPK untuk segera mengusut tuntas kasus-kasus tersebut dan memberikan informasi yang transparan kepada publik," ujar Donny.
Aksi ini bakal digelar pada Jumat, 21 Februari 2020. Dalam pernyataan yang dikirimkan Sekretaris Umum FPI Munarman, aksi ini dilatarbelakangi penggagas yang merasa penanganan sejumlah kasus mandek. Penggagas 'Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI' juga berbicara soal lingkaran kekuasaan.
Aksi 212 terkait korupsi juga menyoroti kasus dugaan suap PAW anggota DPR yang melibatkan eks caleg PDIP Harun Masiku dan eks komisioner KPU Wahyu Setiawan. Mereka juga menyinggung kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Kita tahu, para pejabat publik yang diberi amanah untuk menyejahterakan rakyat, justru berusaha saling melindungi antara satu dan pelaku mega korupsi lainnya. Apa yang terjadi pada operasi tangkap tangan (OTT) Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan politisi PDIP Harun Masiku, menunjukkan secara terang benderang persekongkolan jahat tersebut. Selain skandal KPU-Harun Masiku, sejumlah kasus mega korupsi yang hingga kini tidak jelas penanganannya, antara lain kasus yang menjerat Honggo selaku Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan kerugian negara mencapai Rp 35 triliun, kasus PT Jiwasraya yang merugikan Rp 13 triliun, dan kasus PT Asabri dengan kerugian Rp 10 triliun," demikian pernyataan yang dikirim Munarman.(dtk)