RIDHMEDIA - Setelah organisasi kesehatan dunia WHO mengumumkan status keadaan darurat global wabah Virus Corona, sejumlah pihak khawatir perekonomian China akan terdampak. Larangan bepergian ke sana juga sudah diterapkan oleh sejumlah negara.
WHO menetapkan status darurat di tengah meningkatnya jumlah korban tewas akibat virus yang kini telah menyebar ke sejumlah negara.
Komite Darurat WHO sampai tiga kali menggelar pertemuan sebelum akhirnya sampai pada keputusan ini.
Padahal dua pekan sebelumnya, komite memutuskan untuk tidak menyebut status virus corona sebagai "Darurat Kesehatan Masyarakat Internasional" atau PHEIC.
Status PHEIC untuk virus corona menjadi keenam kalinya bagi WHO menetapkan status wabah global.
Apa arti status PHEIC?
PHEIC didefinisikan oleh WHO sebagai peristiwa luar biasa yang "menjadi risiko kesehatan masyarakat bagi negara-negara lain melalui penyebaran penyakit secara internasional" dan membutuhkan "respons internasional yang terkoordinasi".
Dengan status demikian, kini Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus diperbolehkan membuat rekomendasi untuk mengendalikan penyebaran virus secara global.
Langkah yang diambil dapat berupa rekomendasi untuk melakukan 'screening' terhadap penumpang di bandara-bandara internasional.
WHO akan merekomendasikan otoritas kesehatan nasional di seluruh dunia untuk meningkatkan pemantauan, kesiapsiagaan, dan upaya pencegahannya.
Secara teori, keputusan tersebut juga dapat mendorong penambahan dana dan sumber daya dari masyarakat internasional untuk mengatasi Virus Corona.
Kasus SARS, influenza manusia, cacar, dan penyakit lainnya semuanya dianggap sebagai PHEIC. Namun karena Virus Corona Wuhan adalah virus baru, WHO kemudian mengambil keputusan ini.
Mengapa WHO menunggu?
Komite Darurat WHO terbagi 50-50 atas keputusan tersebut. Kriteria utama yang jadi pertimbangan adalah sejauh mana virus ini menyebar di luar China.
Terjadinya penularan orang-ke-orang ke sejumlah negara menjadi pertimbangan utama Komite. Tapi perlu dicatat bahwa sebagian besar kasus baru terjadi di China.
Dirjen WHO Dr Ghebreyesus menjelaskan, alasan utama status darurat ini bukan karena apa yang terjadi di China, tapi justru karena apa yang telah terjadi di negara lain.
"Kekhawatiran terbesar yaitu penyebaran virus ke negara-negara yang sistem kesehatannya lemah dan tidak siap untuk menghadapinya," jelasnya.
"Keputusan ini bukan soal ketidakpercayaan kepada China. Sebaliknya, WHO tetap percaya dengan kapasitas China dalam mengendalikan wabah ini," tegas Dr Ghebreyesus.
Penetapan status PHEIC dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif pada perekonomian China.
Misalnya, negara lain kini bisa secara sepihak memutus hubungan perjalanan dan perdagangan dengan China, meskipun hal ini akan bertentangan dengan rekomendasi darurat lainnya dari WHO.
Sebagai contoh, ketika WHO menyatakan wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo sebagai keadaan darurat tahun lalu, Dirjen WHO memperingatkan negara lain agar tidak menggunakan hal ini sebagai alasan untuk menerapkan pembatasan perdagangan atau perjalanan ke Kongo.
Dia memperingatkan langkah tersebut justru memperburuk dampak wabah, dan mempengaruhi mata pencaharian penduduk yang paling terkena dampaknya.
Meskipun WHO tidak memiliki kewenangan hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada suatu negara, namun badan PBB ini dapat meminta alasan ilmiah dari pemerintah suatu negara terkait pembatasan perjalanan atau perdagangan atas wabah Virus Corona.
Namun di lapangan, sejumlah negara telah membatasi perjalanan pribadi ke dan dari China setelah merebaknya wabah.
Australia misalnya, secara resmi meminta warganya untuk "mempertimbangkan kembali kebutuhan untuk melakukan perjalanan" ke China ketika wabah sedang berlangsung.
Amerika Serikat dan Inggris telah memberikan peringatan serupa. Hong Kong bahkan memutus hubungan transportasi dengan China daratan, mengurangi separuh jumlah penerbangan dan menangguhkan layanan kereta api dan feri berkecepatan tinggi.
Beberapa negara bahkan melangkah lebih jauh lagi. Korea Utara kini tidak mengizinkan masuknya turis China, Papua Nugini memberlakukan larangan total terhadap semua pelancong dari "pelabuhan Asia".
Kasus darurat PHEIC sebelumnya
PHEIC merupakan konsep yang relatif baru, dan sebelumnya hanya diterapkan pada lima peristiwa darurat lainnya.
Menurut pakar infeksi Tom Solomon dari Universitas Liverpool, wabah SARS 2002-2003 mendorong lahirnya istilah tersebut.
Wabah SARS merenggut nyawa 700 orang lebih dan menginfeksi 8.000 orang lainnya.
Penetapan status PHEIC yang pertama dilakukan untuk wabah flu babi atau Virus H1N1 di tahun 2009.
Kemudian pada 2014, status PHEIC diberlakukan wabah Ebola di Afrika Barat, serta wabah polio di Pakistan, Kamerun, Guinea Ekuatorial, dan Suriah.
Virus Zika di Brasil dinyatakan sebagai darurat kesehatan masyarakat global pada tahun 2016, sementara wabah Ebola yang disebutkan sebelumnya di Republik Demokratik Kongo dinyatakan sebagai darurat publik global pada bulan Juli tahun lalu.
Sementara sindrom pernapasan di negara-negara Timur Tengah (MERS), yang juga merupakan Virus Corona, secara kontroversial tidak dinyatakan sebagai PHEIC oleh WHO.(dtk)