Mencari Hakikat Diri Dalam Diri

Ridhmedia
26/05/14, 19:44 WIB

Bismillahirrohmanirrohim.

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah dan segala sesuatu niscaya akan kembali kepada Allah, termasuk jasad dan ruh ialah milik Allah.

Saudaraku jikalau kita ingin mengetahui rahasia Allah, maka kita harus mengenal siapa diri kita, alasannya ialah barangsiapa yang mengenal dirinya ia akan mengenal Allah swt. Untuk mengetahui belakang layar hidupnya Allah, hendaklah kita lebih dahulu mencari belakang layar yang tersembunyi dalam diri kita, yaitu mencari hakikat diri. Namun perlu diketahui bahwa yang demikian ini merupakan sesuatu yang sulit, tetapi sangat indah untuk diteliti.

Artikel kita kali ini akan membahas hubungan jasad dan ruh kepada Allah yang sungguh menarik untuk kita kaji. Sebagai seorang mukmin kita tetap diperintahkan untuk mencari hakikat tersebut, sesuatu yang ada, yang hidup, yang hidup sebenarnya, dan yang wajib ada. Ahli filsafat menamainya dengan ilmu yang ada atau disebut Ontologi (metafisika), yaitu ilmu dibalik tabir kenyataan (hijab) atau disebut Al-Ghaib. Seluruh umat Islam diwajibkan percaya kepada yang ghaib, menyerupai firman Allah swt.

"Orang mukmin ialah orang yang percaya kepada yang ghaib." (QS. Al-Baqarah: 3)

Cara atau jalan untuk percaya kepada yang ghaib ialah dengan memakai rasa (zuq) bukan dengan perkataan dan bukan pula dengan penglihatan mata kepala, tetapi dengan mata hati. Untuk mengenal hakikat diri, oke saya akan berusaha menguraikan sembilan macam cara untuk mengenal hakikat diri, yaitu :

1. Setiap jasad suatu makhluk, ingin supaya sanggup bergerak. Yang menggerakkan badan itu ialah suatu yang halus, yaitu ruh yang merupakan hak Allah. Dengan demikian jasad dan ruh tetap bergantung kepada hak Allah, menyerupai firman Allah berikut ini,

"Setelah Kami jadikan badan makhluk itu, kemudian Kami limpahi dengan tragedi yang lain, yakni ruh, sehingga badan tersebut diberkati dengan tragedi yang sebaik-baiknya."

2. Datangnya ruh itu dari sumber yang satu, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan demikian sanggup kita ketahui, bahwa jasad dan ruh ialah berasal dari Allah swt.

3. Tubuh makhluk itu tidak sanggup bergerak, melainkan harus dengan iradatir-ruh. Dengan demikian kita sanggup mengetahui bahwa hak Allah swt. yang memerintahkan terhadap seluruh makhluk. Tidaklah bergerak segala kebajikan atau kejahatan melainkan dengan takdir Allah, dengan iradat Allah, serta dengan qodho dan qodar Allah swt.

4. Tidaklah badan itu bergerak dalam suatu gerak, melainkan sepengetahuan ruh dan gerak serta diamnya badan tidak pernah luput dari pengetahuan ruh.

5. Tubuh tidak sanggup akrab dengan ruh, tetapi ruh sangat akrab dengan tubuh, sehingga kita sanggup mengetahui bahwa hak Allah sungguh dengan segala sesuatu.

6. Ruh itu telah diciptakan terlebih dahulu daripada tubuh. Ruh tidak pernah binasa selama-lamanya, meskipun badan sudah hancur atau binasa. Dengan demikian dapatlah kiranya kita memahami, bahwa Allah swt. lebih dahulu ada daripada seluruh alam semesta ini.

7. Tidak ada satupun yang sanggup mengenal bentuk dan rupa ruh yang ada di dalam badan makhluk. Dari sini agar kita sanggup memahami bahwa Allah swt itu harus disucikan dari ruang dan waktu, alasannya ialah ruh ialah belakang layar Allah, tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah swt.

8. Ruh itu bersifat halus (ghaib) yang maksudnya ruh itu tidak nyata, tidak makan dan minum, tidak tidur, tidak beranak, tidak pula diperanakkan dan tidak mengalami maut (kekal selamanya). Jasad itu hanya sekedar wadahnya ruh yang menemani untuk mengembara disuatu daerah yang aktual sebagai musafir di dunia ini dan keberadaan ruh dalam jasad sifatnya sementara yang mempunyai batas waktu tertentu berdasarkan kehendak Allah. Ruh akan kembali ketempat asalnya, kampung halamannya, yaitu alam ghaib atau alam ruh.

9. Ruh itu tidak sanggup dilihat melalui panca indera dan tidak pula sanggup disentuh selama-lamanya. Dengan demikian agar kita sanggup mengambil pelajaran dari hal tersebut, bahwa ruh itu suci dan kembali kepada Allah harus dalam keadaan suci. Untuk itu kita harus berusaha menyelaraskan antara jasad dan ruh yang ada pada diri kita, yaitu selalu mensucikan jasad kita dan membersihkannya dari najis, syirik dengan beribadah kepada Allah menyerupai shalat, puasa, haji, membayar zakat, dan perbuatan-perbuatan yang sanggup mensucikan jasad, sehingga saat ruh dan jasad dipersatukan kembali pada hari Kiamat, jasad dan ruh benar-benar kembali kepada Allah dalam keadaan suci dan higienis dari kotoran dunia, maka ruh akan merasa hening selama ia berada dalam jasad.

Demikian agar bermanfaat.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+