Salah seorang da’i memberikan sebuah cerita tatkala ia berada di Amerika. Da’i ini ialah seorang yang berasal dari Arab Saudi. Tatkala ia ke Amerika dan menjadi pemateri di sebuah pertemuan tak disangka ada seorang pemateri juga berasal dari Arab Saudi namun sudah 40 tahun tinggal di Amerika.
Tatkala ia melihat da’i ini, ia pun merasa aib dengan penampilan sang da’i yang sesuai dengan latar belakang Arabnya; memkai jubah dan mengenakan gurtah. Lalu ia menegur sang da’i untuk mengganti apa yang ia pakai sebab itu terkesan kuno dan terbelakang, beda dengan penampilannya. Sang da’i tidak menanggapi serius perkataannya.
Yang mengagetkan ialah ketika orang Arab Saudi –Amerika- ini melihat sang da’i menunaikan shalat di sela-sela break acara. Ia mulai terenyuh dan mengingat kembali siapakah ia ini sebenarnya. Ketika masjid atau kawasan shalat sepi, ia masuk ke dalamnya dan menunaikan shalat sambil menangis tersedu-sedu. Sehabis shalat sang da’i menanyakan apa yang terjadi padanya. Ia menjawab sudah 40 tahun ini saya tidak shalat, dan saya gres teringat akan hal itu ketika melihatmu menunaikan shalat.
Itulah istiqomah dan itulah dakwah, istiqomah dalam ketaatan itu bisa menginspirasi pelaku dosa untuk bertaubat dan berhenti dari perbuatan dosanya. Sebagaimana cerita berikut ini, seorang perjaka yang shaleh, menginspirasi seorang perempuan yang hidupnya dipenuhi kelalaian dan jauh dari nila-nilai ketaatan kepada Allah.
Berikut kisahnya
Dari Ahmad bin Said dari bapaknya, ia berkisah:
Di Kufah terdapat seorang perjaka yang rajin beribadah. Ia selalu ke masjid, tidak pernah tidak. Ia juga seorang yang tampan dan baik. Lalu ada seorang gadis manis dan cerdas jatuh hati padanya. Selang berapa lama, suatu hari gadis itu bangkit di jalan yang biasa dilewati perjaka menuju masjid.
Gadis itu berkata (untuk merayunya), “Dengarkanlah ucapanku, kemudian sehabis itu terserah kamu.” Pemuda itu berlalu tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya. Sewaktu perjaka itu pulang dari masjid, perempuan tersebut masih bangkit di tempatnya, ia berkata, “Wahai fulan, dengarkanlah ucapanku.” Pemuda itu serba salah, kemudian ia pun menjawab, “Ini ialah perbuatan yang bisa mendatangkan prasangka buruk. Sementara saya tidak menyukai hal itu.”
Gadis itu berkata, “Demi Allah, tidaklah saya bangkit di sini sebab ketidaktahuanku ihwal dirimu. Na’udzubillah, kalau orang-orang melihat ibarat itu dariku. Yang membuatku berani dalam urusan ini ialah pengetahuanku bahwa sedikit dari hal ini berdasarkan orang-orang ialah banyak, dan kalian para hebat ibadah dalam urusan ini bisa berubah oleh sesuatu yang remeh. Yang ingin saya katakana kepadamu ialah anggota tubuhku selalu tertuju padamu. Maka Allah… Allah pertimbangkanlah urusanku dan urusanmu.”
Maksud gadis ini ia telah usang memperhatikan sang perjaka oleh sebab itu ia katakana tujuannya bangkit di jalan tersebut sebab tahu dan kagum kepada sang pemuda. Ia berani merayu sang perjaka walaupun orang-orang shaleh ibarat perjaka ini menganggap besar dosa-dosa yang diremehkan orang, namun tidak jarang mereka juga tergelincir oleh wanita, gadis itu katakana “kalian hebat ibadah bisa berubah sebab urusan yang remeh.”
Pemuda itu pulang dan hendak menunaikah shalat (sunah pen.) di rumah, namun ia tidak bisa melakukannya sebab pikirannya terganggu. Lalu ia menulis dan keluar dari rumahnya. Ternyata sang perempuan masih bangkit di tempatnya, sang perjaka pun memperlihatkan apa yang ia tulis kepada perempuan tersebut, kemudian kembali lagi ke rumah.
Tulisan itu berisi, “Bismillahirrahmanirrahim.. ketahuilah wahai Fulanah, bila ada seorang muslim yang bermaksiat kepada-Nya, maka Dia menutupinya. Jika ia mengulanginya maka Allah tetap menutupinya. Tetapi bila ia telah menggunakan pakaian kemaksiatan, maka Allah ‘Azza wa Jalla marah dengan kemurkaan dimana langit, bumi, gunung, pohon, dan hewan-hewan tidak kuasa menanggungnya. Siapa yang berpengaruh menanggung murka-Nya?
Jika apa yang kau sebutkan itu suatu kebatilan, maka saya mengingatkanmu akan suatu hari ketika langit ibarat luluhan perak dan gunung-gunung ibarat kapas. Umat insan berlutut di hadapan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Agung. Demi Allah, saya sendiri tidak bisa menyelamatkan diriku, kemudian bagaimana mungkin saya bisa menyelamatkan orang lain ketika itu? Jika apa yang kau sebutkan itu benar (ingin mengobati luka), maka akan kutunjukkan kau kepada dokter yang bisa mengobati luka yang perih dan rasa sakit yang pedih, Dia ialah Allah Rabbul ‘alamin. Kepada-Nya lah kau harus berlari dengan permohonan yang benar. Aku sendiri telah sibuk –tak sempat memikirkanmu- sebab firman Allah.
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang akrab (hari kiamat) ketika hati menyesak hingga di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang zalim tidak menyukai sobat setia seorang pun dan tidak (pula) memiliki seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Dan Allah menghukum dengan keadilan. Dan sembahan-semabahan yang mereka sembah selain Allah tiada sanggup menghukum dengan sesuatu apa pun. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mukmin: 18-20). Adakah kawasan berlari dari ayat ini?
Beberapa hari kemudian gadis itu kembali bangkit di jalan yang dilewati perjaka itu. Tatkala si perjaka itu melihatnya dari jauh, ia pun hendak kembali supaya tidak melihatnya. Tetapi gadis itu berkata, “Wahai pemuda, jangan kembali. Karena tidak ada pertemuan sehabis ini, kecuali di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.” Lalu ia menangis dengan keras. Gadis itu berkata, “Aku memohon kepada Allah dimana kunci hatimu berada di tangan-Nya biar memudahkan urusanmu yang sulit.” Kemudian gadis itu mengikutinya dan berkata, “Bermurah hatilah kepadaku dengan nasihat yang bisa saya bawa. Berikanlah wasiat kepadaku yang bisa saya kerjakan.”
Pemuda itu berkata, “Bertakwalah kepada Allah, jagalah dirimu, ingatlah firman Allah, ‘Dan Dia-lah yang menidurkanmu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kau kerjakan pada siang hari’ (QS. Al-An’am: 60). Gadis itu tertunduk, ia menangis lebih keras dari tangisannya yang pertama. Setelah itu ia tidak keluar rumah, ia bersungguh-sungguh beribadah. Dia tetap ibarat itu hingga meninggal dalam kesedihan, meratapi dosa-dosanya selama ini. Di kemudian hari, perjaka itu teringat akan sang gadis, ia pun bersedih sebab kasihan kepadanya.
Wanita itu tidak meraih apa-apa dari orang yang dicintainya, tetapi ia meraih sesuatu yang lebih utama dari dunia dan seisinya, ia menemukan jalan yang baik dan amal yang shaleh. Karenanya Allah memberi perempuan tersebut taufik untuk bertaubat dan memudahkannya untuk beribadah. Semoga di alam abadi ia meraih apa yang diinginkannya dan berkumpul dengan orang yang dicintainya.
(nwr/Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf)