Oleh: Adi Ketu
Aneh tapi Nyata ketika Anggota Korps Kepolisian Ramai Ramai Berusaha Makara Pimpinan KPK
Sudah beberapa tahun ini saya bertanya dan belum menerima tanggapan niscaya mengapa pegawanegeri kepolisian aktif demikian antusias untuk masuk ke dalam Korps KPK ..
Hal ini menurutku asing mengingat bahwa keduanya sama sama pegawanegeri penegak aturan yang bertanggung jawab terhadap pemberantasan perbuatan tindak pindana korupsi.
Bahkan di Kepolisian tidak hanya berkutat wacana korupsi melainkan lebih jauh dari itu tindak pidana ekonomi. Artinya semua perbuatan pidana yang berkait dengan ekonomi publik yang di luar korupsi.
Korupsi niscaya melibatkan ASN atau abdi negara sementara tindak pidana ekonomi tidak perlu harus ada ASN yg terlibat tetapi cukup swasta, menyerupai berandal perdagangan internasional, TPPU pengusaha besar nakal, lewat Bitcoin, dll masih banyak lagi. Tetapi prestasi menyerupai ini jarang sekali terdengar jikalau tidak mau dikatakan tidak ada.
Keanehan ini makin terlihat ketika beberapa waktu terakhir Jendral polisi aktif menjadi unsur pimpinan KPK. Bila sudah pensiun 2-3 tahun tentu tidak duduk kasus lantaran bisa jadi keahliannya sewaktu menjabat bisa membantu tehnik-tehnik penyelidikan.
Keanehan ini jikalau mengingat awal terbentuknya KPK th 2002 terang didasari lantaran Presiden kala itu tidak percaya sama sekali dan melihat institusi kejaksaan dan kepolisian dikala itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tidak mampu. Namun jaksa dan polisi sulit dibubarkan sehingga dibentuklah KPK.
Ide awal pembentukan KPK muncul di masa Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 wacana Penyelenggaraan Negara yang higienis dan bebas dari KKN. Habibie kemudian mengawalinya dengan membentuk banyak sekali komisi atau tubuh gres menyerupai KPKPN, KPPU atau forum Ombudsman.
Semangat Penanganan pemberantasan korupsi, makin menajam ketika presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibuat dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo.
Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akibatnya dibubarkan.
Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN. Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak bisa mengatakan kepemimpinan yang bisa mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Akhirnya di masa Megawati, semangat pemberantasan korupsi memiliki dasar aturan yang berpengaruh melalui. UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mengingat semangat terbentuknya ini maka rivalitas menjadi hal tak terelakan.
Wajar jikalau KPK, Kejaksaan dan Kepolisian ini saling bersaing dari sisi faktual untuk meningkatkan kinerja, di sisi negative tak terelakan ada persaingan e’tat de corps.
Ketika polisi mendaftar ke KPK sebagai pimpinan maka bukankah ini mengkhianati korps nya? Minimal tidak percaya bahwa korps dimana beliau mengabdi sebagai abdi negara bisa menuntaskan tugasnya yang salah satunya yaitu memberantas korupsi?
Apakah pendapat Presiden kala itu masih sama dengan sekarang, dimana korps kepolisian sedemikian kotor sehingga jendral aktif pun hengkang dari institusi dimana beliau mengabdi?
Terkecuali tentu jikalau pihak kepolisian diminta pemberian untuk membantu kerja KPK menyerupai halnya pegawanegeri Tentara Nasional Indonesia di BKO kan ke Kepolisian pada dikala saat tertentu dimana dibutuhkan.
Atau ada lantaran lain? Apakah ada misi khusus untuk:
1. Meredam tindak pidana korupsi yang melibatkan semua anggota korps kepolisian di seluruh Indonesia akan terbongkar, bukan hanya masalah cicak vs buaya, rekening gendut kepolisian, dll?
2. Upaya pelemahan KPK sehingga kepolisian menjadi tidak terkalahkan dalam pemberantasan korupsi?
Bukankah jikalau memang ingin bersaing secara sehat, maka tidak perlu berpikir zero sum?
Nama baik akan lebih diperoleh dari prestasi, bukan dengan mengalahkan pesaing dengan membendungnya. Bahkan kewenangan dan kekuatan pegawanegeri kepolisian justru jauh lebih luas jikalau ingin berkiprah dengan selayaknya abdi negara yang berjuang untuk kebaikan rakyat dan melindungi tumpah darah Indonesia.
Pengaktifan Ditserse Ekonomi Kepolisian secara maksimal bukan hanya bisa membawa pelaku korupsi tetapi semua kejahatan ekonomi negeri diluar korupsi yang hanya melibatkan aparat. Tindak pidana ekonomi bisa termasuk kartel perdagangan. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan oleh KPK lantaran tidak melibatkan uang negara.
Hanya memang masalahnya masyarakat selalu bertanya yang selalu susah dijawab dan perlu kerja keras pembuktian bertahun tahun yaitu sudah bersihkah polisi sebagai penegak hukum?
Keanehan ini yang saya masih pertanyakan sampai hari ini .. Apakah ada yang bisa bantu jawab???