Ngakak! Didesak Wartawan, Menhan Mendadak Lupa Nama Pemimpin Isis Yang Disebutnya Nimbrung Di Konflik Papua

Ridhmedia
07/09/19, 19:48 WIB

[]  Saat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto bilang setidaknya ada tiga organisasi di balik kerusuhan anti rasisme di Papua--United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pimpinan Benny Wenda, Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut ada satu pemeran lain yang turut memancing di air keruh: ISIS.

ISIS yaitu kelompok teroris yang sangat seram beberapa tahun yang lalu. Tapi sekarang kekuatan mereka tidak lagi seberapa, terutama sesudah benteng terakhir mereka di Raqqa, Suriah, direbut Pasukan Demokratik Suriah (SDF)-Kurdi pada Oktober 2017.

Menurut Kepala Staf Angkatan Darat 2002-2005 ini, di antara tiga kelompok yang terlibat dalam demonstrasi hingga kerusuhan di Papua dan Papua Barat semenjak tiga pekan terakhir, satu di antaranya "berafiliasi dengan ISIS" yang menyerukan "jihad di Tanah Papua."

"ISIS," kata Ryamizard di dewan perwakilan rakyat RI, Jakarta, Kamis (5/9/2019) lalu, "mengambil kesempatan, ikut nimbrung [dalam kerusuhan]" dan "menjadikan kita [pemerintah Indonesia] musuh bersama."

Dia tidak menyebut dengan terang apa nama organisasi itu.

"Pimpinannya, Pak?" tanya seorang wartawan.

"Saya lupa," jawab Ryamizard.

Tidak Berdasar

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menyampaikan di Papua memang ada jaringan ISIS, yaitu kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Pada Mei lalu, Kepolisian Daerah Papua juga sempat menyampaikan ada dua tempat yang diduga jadi lokasi latihan JAD Lampung pimpinan SL alias Abu Faisa: di Distrik Arso Kabupaten Keerom, dan Merauke.

"Sel-selnya memang ada," kata Dedi, Jumat (6/9/2019) kemarin. Mereka sudah terdeteksi semenjak dua tahun terakhir.

Tapi yang diketahui polisi, berdasarkan keterangan Densus 88, hanya hingga sana. Dedi belum dapat memastikan apakah mereka menunggangi aksi-aksi anti rasisme dalam tiga pekan terakhir.

Pengamat terorisme Al Chaidar Abdul Rahman Puteh menegaskan pernyataan polisi: bahwa memang ada jaringan ISIS di Papua, yang belum beraksi, dan terdeteksi bahkan semenjak 2016.

Jaringan tersebut terdiri dari orang-orang yang direkrut dari Pulau Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan.

Namun menurutnya jaringan tersebut sama sekali tidak mengambil kesempatan, apalagi bekerjasama dengan kelompok orang-orang orisinil Papua, baik yang sekadar menentang rasisme, atau bahkan mengadvokasi Papua merdeka dari Indonesia.

Baca juga: Soal Penarikan Tentara, Menhan: Sekali Tentara Nasional Indonesia Ditarik, Papua Merdeka

Alasannya sederhana saja: ideologi dan garis usaha mereka berbeda sama sekali.

"Kelompok ISIS itu tidak bergabung dengan kelompok apa pun. Kalau bergabung dengan kelompok Papua untuk berjihad, bohong itu. Ideologinya berbeda," kata Al Chaidar kepada reporter Tirto.

Kelompok ISIS mengupayakan berdirinya khilafah--versi mereka, dengan metode utama kekerasan bersenjata dan teror. Sementara kelompok Papua merdeka menyerupai ULMWP, tujuan utamanya yaitu merdeka dari Indonesia dengan metode diplomasi--termasuk diplomasi internasional ke negara MSG dan PBB.

Al Chaidar bahkan bilang ada kemungkinan kelompok ISIS juga tak suka dengan gerakan Papua merdeka.

Dia lantas meminta Ryamizard menunjukan omongannya. "Dia, kan, pejabat berwenang."

Keraguan serupa diutarakan pengamat militer sekaligus Direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis. Alasannya juga sederhana kenapa ISIS tak mungkin menunggangi agresi di Papua: faktor agama.

"Kalau di Jawa atau Sulawesi, masih mungkin kelompok ini membaur dengan masyarakat yang beragama Islam. Nah, kalau Papua?"

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016 kemudian 65,54 persen orang Papua beragama Protestan, Kristen 19 persen, dan Islam 15,12 persen. Sisanya Budha, Kong Hu Cu, dan lainnya. Catatan BPS lain terkait "indeks demokrasi Indonesia", Provinsi Papua dan Papua Barat itu menyimpan potensi konflik berdasarkan agama yang "besar."

Salah satu ukiran yang sempat terjadi yaitu pelarangan pembangunan menara Masjid Al-Aqsa di Sentani lebih tinggi dari gereja, 15 Maret tahun lalu.

Dengan segala latar belakang itu, masuk akal belaka jikalau Beni "meragukan informasi" dari Ryamizard.

Pernyataan Ryamizard soal keterlibatan ISIS di kerusuhan di Papua diutarakan dikala rapat dengan Komisi I dewan perwakilan rakyat RI. Pernyataan yang terdengar menyerupai kesimpulan itu, berdasarkan Ketua Komisi I dewan perwakilan rakyat RI Abdul Kharis Almasyhari, gotong royong hanya "dugaan."

"Bisa jadi menyerupai itu juga, menunggangi. Tapi tidak ada pembahasan lebih jauh lagi," katanya.

Sumber: Tirto
Komentar

Tampilkan

Terkini