[] Suasana memanas di Papua, disebut-sebut oleh beberapa pendukung Jokowi, disebabkan oleh keberadaan pendukung khilafah anti Pancasila. Tudingan itu balasannya bukan sekadar isapan jempol belaka, namun lebih jauh lagi, berhasil dibuktikan oleh Pemerintah dan pihak kepolisian yang mempunyai bukti rekam jejak Benny Wenda sebagai provokator yang memicu kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) ini dinilai turut menyebar info hoaks dan mendiskreditkan pemerintah Indonesia di luar negeri.
Benny Wenda mengembangkan konten di luar negeri terkait Papua dalam bentuk narasi, foto, maupun video. Media sosial, menjadi senjata utamanya untuk mengembangkan konten hoaks kondisi papua ke penjuru dunia. Ia bahkan menyebut apa yang terjadi di Papua sebagai genosida, hal ini tercantum dalam informasi yang ada di laman organisasinya.
“Sudah kita pantau jejak digitalnya dari hasil pembicaraan, kemudian konten-konten yang disebar oleh yang bersangkutan kepada kelompoknya. Media sosial menjadi sarana menyebar info hoaks ke kenalannya di Eropa, Asia Pasifik sampai ke Afrika,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo.
Benny sudah bukan lagi warga negara Indonesia. Ia dikala ini menjadi warga negara Inggris.
“Status WNI-nya sudah hilang lantaran sesuai aturan, lantaran sudah menetap lebih dari 5 tahun di kawasan lain tanpa melaporkan diri dan sudah menerima permanent residence dari Pemerintah Inggris,” ujar Menko Polhukam Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis 5 September 2019.
Diceritakan Wiranto, pada tahun 2011, Polisi Republik Indonesia meminta Interpol mengeluarkan red notice terkait Benny Wenda. Namun sayangnya pada 2012 atau setahun sehabis keluar, red notice itu dicabut. “Pertimbangannya politis,” tambah Wiranto.
Posisi Indonesia yang cenderung lemah di luar negeri menciptakan Benny Wenda leluasa melaksanakan aksi-aksinya. Berikut beberapa agresi pentolan ULMWP ini :
Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)
Benny Wenda yaitu ketua ULMWP. Merujuk pada laman resminya organisasi ini beralamat di ULMWP International Secretariat, Winston Churchill Street, 1571 Port Vila, Republic of Vanuatu, email: secretariat@ulmwp.org, phone: +678 774 808.
Namun Benny Wenda sendiri menjadi warga negara Inggris dan warga kehormatan Oxford.
“Sekarang permanent residence di Inggris dan menjadi warga kehormatan Kota Oxford, bukan warga kehormatan Inggris,” ujar Menko Polhukam Wiranto di Jakarta, Kamis 5 September 2019.
Menyebar hoaks
Setali tiga uang dengan Veronica Koman, separatis OPM, Benny Wenda juga turut menyebar info dan kabar hoaks situasi Papua ke dunia.
Berdasarkan jejak digital yang dimiliki oleh Mabes Polri, Benny Wenda aktif menyebar hoaks ihwal Indonesia ke dunia internasional melalui media sosial.
Dalam pantauan di medsos resmi Benny Wenda @BennyWenda, yang bersangkutan memang aktif di sosial media.
Gerakan Politik Papua Merdeka
Setelah diterima status pengungsi suaka politik di Inggris, Benny melaksanakan kampanye keliling untuk hak penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat dengan meluncurkan aktivitas Free West Papua Campaign (FWPC) di Inggris. Benny Wenda sebagai ketua dan Richard Samuelson sebagai wakilnya.
FWPC menjadi basis utama usaha dan kampanye Benny di Inggris. Melalui FWPC, Benny dan Richard menyebar info ihwal kejahatan dan genosida di Papua Barat. Sasaran mereka yaitu lembaga, sekolah, universitas, partai politik dan diaspora lainnya menyerupai diaspora dari Afrika.
FWPC kemudian melahirkan All Party Parliamentary Group for West Papua di Parlemen Inggris (House of Commons dan House of Lords). Lembaga ini diketuai oleh Andrew Smith MP, anggota tubuh legislatif senior dari partai Buruh.
Dari gerakan ini Benny Wenda kemudian mendirikan International Parlementarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP).
IPWP dijadikan wadah bagi Benny Wenda untuk mengumpulkan anggota tubuh legislatif dari banyak sekali negara yang berhasil dipengaruhinya untuk mengangkat persoalan Papua Barat secara bersama di level internasional.
Benny Wenda juga sempat beberapa kali meminta Australia bersikap atas Papua Barat, khususnya kepada PM Australia Scott Morrison. Namun hal itu tidak digubris.
KBRI menilai Benny Wenda tidak selayaknya mendapatkan penghargaan Oxford Freedom of the City, karenanya patut dipertanyakan. Hal ini direspon oleh Kementerian Luar Negeri Inggris yang pada dikala itu menyatakan keputusan Dewan Kota Oxford sama sekali tidak ada hubungannya dengan pemerintah Inggis.
Inggris menegaskan mendukung Papua sebagai serpihan dari Indonesia dan tidak mendukung kemerdekaan Papua.
Sumber: IndonesiaInside