Assalamu'alaikum Jenderal

Ridhmedia
24/10/19, 15:11 WIB

Membaca pemberitaan pengumuman susunan kabinet mermacam komentar muncul. Optimis boleh, skeptis juga boleh. Nah rasanya hati ini skeptis. Komentar teman kok boss gojek menjadi Mendikbud. Apa anak sekolah disuruh pake gojek. Lalu Menko Maritim Luhut bertahan buat memanjangkan program OBOR China. Prabowo bakal terus menuai kontroversi. Kecuali Golkar, semua Ketum Partai berada di luar kabinet. Menteri Agama  juga kejutan Fahrurozi sang Jenderal yang memimpin kementrian yang antara lain mengurus haji, madrasah, perkawinan. Katanya ada amanat buat menangkal radikalisme.

Terhadap yang terakhir ini menjadi perhatian. Betapa agama diposisikan "bahaya" dengan bahasa radikalisme. Pemojokkan yang tidak sehat. Berbeda dengan dikala dulu Alamsyah serta Tarmidzi Taher yang juga TNI dikala menjadi Menag. Ada kapasitas keduanya serta tidak terkait "misi khusus" ketentaraan seperti dikala ini. Rezim dikala ini terkesan menampilkan diri "Islamophobia".

Isu radikalisme bagai isu global "terorisme" dengan sasaran ialah umat Islam. Permainan buat melumpuhkan kekuatan dunia Islam. Umat Islam kini merasakan kalau radikalisme bukan fakta original. Bisa buatan atau skim pelumpuhan. Serangan ke Kementrian Agama sampai pada sejarah perang dalam Islam hendak dihapus dari kurikulum Madrasah. Berlebihan memang.

Pak Jenderal memang tidak diketahui berbasis agama. Tentu banyak yang meragukan kapasitasnya. Harapan umat padanya jangan memfokus pada isu radikalisme semata lalu melaksanakan langkah represif di ruang kementrian.  Justru banyak yang lebih urgen buat dibenahi, soal haji termasuk dana haji, soal peningkatan kualitas Madrasah, pembinaan Organisasi Keagamaan, serta pengembangan perekonomian berbasis syariah. Meminimalisasi korupsi serta pemborosan di lingkungan kemenag juga prioritas.

Faham keagamaan ialah baik serta tidak boleh menjadi destruktif. Apalagi Islam yang mengajarkan akhlakul karimah (akhlak mulia) serta amal sholeh. Tentu berdimensi konstruktif. Terus menerus dikampanyekan seolah olah umat Islam inheren dengan radikalisme bukan saja kontraproduktif tetapi juga berbahaya. Akan muncul sikap yang semestinya dihindari yaitu bagai orang yang  sering dituduh maling padahal tidak, akhirnya maling saja sekalian. Radikalisme yang intens dipompa serta disemburkan tanpa kendali justru menjadi penyebab dari radikalisme itu sendiri.

Nah Pak Jenderal, selamat datang, ahlan wa sahlan wa marhaban. Datanglah selaku penyejuk, pencerah, serta pendorong kemajuan agama, bukan menjadi tukang ancam atau yang kesana sini ribut melulu dengan kalam radikalisme. Yang telah jelas radikal destruktif justru ada di depan mata yakni kapitalisme, liberalisme, sekularisme, syi'ah serta komunisme. Kita cegah bersama.
Assalamu 'alaikum, Jenderal.

Makkah, 23 Oktober 2019

Penulis: M Rizal Fadillah
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+