RIDHMEDIA - Pengamat Politik, Effendi Gazali ikut berkomentar soal pembentukan Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu ia sampaikan lewat acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (28/10/2019).
Effendi Gazali berkata kalau apa yang dialami Indonesia sekarang seperti dalam film Holywood terkenal, Film Joker.
"Yang awal betul presiden tidak bisa membahagiakan semua orang betul. Bahkan, Hasto (politisi PDIP) berkata Bapak Presiden itu bukan tukang es krim yang bisa membahagiakan semua orang."
"Ini selalu saya kaitkan dengan Joker ya," jelas Effendi.
Mengutip dari film Joker, pemimpin tidak boleh membahagiakan semua pihak seperti tokoh Joker yang hendak membuat bahagia semua orang.
"Joker juga berkata pemimpin itu memang tidak boleh seperti Joker. Joker berkata kalau 'Kata ibuku, tugasku ialah membawa tawa serta bahagia kepada dunia'." ucap Effendi.
Sehingga, pemimpin dinilai tidak boleh memberikan atau membagi-bagi kebahagiaan.
Pemimpin perlu bersikap seperti apa yang memang dibutuhkan.
"Enggak boleh, pemimpin yang besar enggak boleh tuh membagi-bagi seluruh bahagia serta tawa terhadap dunia."
"Jadi dibagi memang betul-betul sesuai dengan apa yang diperlukan dikala ini, walaupun tidak membahagiakan seseorang," jelasnya.
Lantas, Effendi menyinggung datangnya sejumlah tokoh muda ke Istana Merdeka.
"Lalu munculah anak-anak muda penuh kejutan ya pada waktu itu," kata Effendi Gazali.
"Dan anak-anak muda penuh kejutan ini pasti berbahagia kan, waktu tampil itu, baik datang mau pulang, semua berbahagia," ungkap dia.
Namun, ada yang tidak bahagia dalam momen pemanggilan sejumlah tokoh ke Istana Merdeka.
Seperti, Politisi Golkar Tetty Paruntu yang Telah dipanggil ke Istana Kepresidenan namun gagal menjadi menteri.
"Yang tidak bahagia itu cuma datang doang kemudian pulangnya pasti tidak ke pers. Itu yang enggak berbahagia," kata Effendi Gazali.
"Ada satu kan yang datang terus (tidak terpilih)."
Sehingga hal itu seperti dalam film Joker, di mana ada kompetisi 'Stand Up Comedy'.
Pada kompetisi itu, semua orang mengaku mampu dalam mengadakan 'Stand Up Comedy'.
Bahkan ada pula yang datang meski tanpa pengalaman.
"Di dalam Joker juga ada nih, anak muda yang seperti ini, itu kutipannya kurang lebih berkata 'Semua orang berkata saya siap buat 'Stand Up Comedy' siap buat klub-klub besar'," ucapnya.
Lantas, Effendi menyinggung Wakil Menteri Pariwisata, Angela Tanoesodibjo yang dipilih menjadi wakil Wishnutama meski belum ada pengalaman di bidang tersebut.
"Walaupun ada tadi misal dibahas, Wamen Pariwisata misalnya, Ia belum pernah tuh mengunjungi super prioritas pariwisata yang dibuat Bapak Presiden, tapi nanti kan bisa," lanjut Effendi.
Lihat videonya mulai menit ke2-32:
Komentari Kabinet Jokowi, Karni Ilyas Singgung PNI, PKI serta Masyumi
Pembawa acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Karni Ilyas turut berkomentar soal Susunan Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019-2024.
Hal itu diungkapkan Karni Ilyas dikala memandu acara ILC yang membahas tema Kabinet Indonesia Maju pada Selasa (28/10/2019).
Karni Ilyas mengungkapkan, Susunan Kabinet Jokowi sekarang mengingatkannya pada era 1950-1959.
Pada era tersebut, orang-orang yang ditawari oleh presiden jabatan menteri banyak yang justru menolaknya.
Mereka tidak bersedia menjadi menteri dengan mermacam alasannnya.
"Ada suatu fenomena yang menarik bagi saya pada waktu era 1950-an bisa menjadi sampai 59 ialah suatu yang biasa kalau orang, kalau presiden atau perdana menteri mengumumkan susunan kabinet ada beberapa orang yang dipilih menyatakan Ia tidak sanggup atau tidak bersedia," jelas Karni Ilyas dikutip TribunWow.com dari chanel YouTube Talk Show tvOne.
Banyak pertimbangan seseorang menolak jabatan strategis dari presiden.
Misalnya, beda pemahaman hingga beda pilihan politiknya.
"Berbagai alasan, ada karna Ia merasa tidak mampu menjalankan tugas yang diberikan itu, ada juga yang merasa se-ideologi atau perdana menteri yang memutuskan ialah lawan politiknya," jelas Karni Ilyas.
Misalnya, dikala tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia) yang menjadi presiden, maka tidak bakal ada orang dari Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang bersedia menjadi menteri.
Pasalnya, dua golongan itu berbeda ideologi.
"Tidaklah bisa menjadi waktu itu kalau perdana menterinya dari PNI, orang Masyumi atau bukan tidak bisa menjadi orang Masyumi yang bakal ditunjuk yang menyatakan tidak bersedia," lanjut Karni Ilyas. Hal itu berlaku sebaliknya, Apabila orang Masyumi yang menjadi presiden.
Maka orang PNI maupun PKI (Partai Komunis Indonesia) bakal menolak jabatan kabinet presiden
"Begitu juga sebaliknya dikala perdana menterinya dari Masyumi, bakal banyak calon-calon menteri atau yang diumumkan dari PNI atau PKI yang menolak buat duduk," ucap Karni Ilyas.
Sehingga menurut presenter yang merupakan jurnalis senior itu merasa kalau aktivitas politik pada zaman itu sangat berbeda dengan zaman sekarang.
Menurutnya, kini semua orang mau serta merasa mampu menjadi menteri presiden.
Sebagaimana diketahui, Partai Gerindra yang dikenal merupakan lawan politik Jokowi sejak 2014 kini justru bergabung dalam pemerintahan.
Bahkan, Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto yang dikenal rival Jokowi pada Pilpres 2014 serta 2019 menjadi Menteri Pertahanan.
Demi memberikan penekanan aktivitas politik yang Telah berubah, Karni Ilyas mengibaratkan seperti musim yang selalu berganti.
"Tapi musim Telah berganti, angin Telah berubah, pada masa sekarang seolah-olah semua yang ditunjuk itu semua bergembira, serta semuanya merasa mampu buat jabatan itu," ujar Karni Ilyas.
Bahkan, orang atau kelompok yang tidak dipilih bakal kecewa.
Apalagi Presiden Jokowi pernah mengungkapkan ada 300 kandidat menteri.
"Bahkan, yang tidak dipilih itu kalau bakal kecewa. Presiden sendiri berkata 300 calon yang dipilihnya cuma 34," ungkap dia.
Sehingga presiden dinilai Telah pasti bakal mengecawakan beberapa pihak.
Pasalnya, presiden tidak dilahirkan buat dapat memuaskan semua pihak
"Artinya diluar 34 itu pastilah kecewa, ya memang presiden bukan dilahirkan buat memuaskan semua orang, tidak munkin seorang manusia bisa memuaskan semua orang," katanya.[tn]