RIDHMEDIA - Pemerintahan Jokowi periode kedua diminta cermat serta hati-hati dalam melontarkan pernyataan seperti hendak mengatasi mengerti radikalisme. Isu ini dinilai politis yang cuma buat mengalihkan kompleksnya persoalan negara sebenarnya.
Pengamat teroris serta intelijen, Harits Abu Ulya menyindir pernyataan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju seperti Menteri Agama Fachrul Razi yang siap mengatasi radikalisme. Dengan latar balik dari militer, Fachrul diminta bijak menyampaikan isu agar tidak memunculkan kegaduhan.
"Meski secara sadar atau tidak, misi yang di amanahkan itu sangat potensial melahirkan kegaduhan baru dalam kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia," kata Harits, dalam keterangannya, Rabu malam, 30 Oktober 2019.
dia khawatir Kalau tugas prioritas yang diemban Menteri Agama sekarang ini yaitu kontra radikalisme maka menyeret Kemenag kepada proyek tendensius yang diarahkan kepada umat Islam. Ia mengingatkan jangan sampai persepsi publik menjadi berkembang liar.
Lagipula, kata dia, kontra radikalisme telah menjadi kewajiban Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Tidak urusan Kementerian Agama yang dipimpin Fachrul.
"Semakin menunjukkan seorang menag yaitu sosok yang belum utuh memahami Islam. Pandangannya masih sangat artificial. Dengan demikian potensi semakin blunder Kalau Menag terus merangsek menjadi aktor pengarustamaan isu radikalisme," jelas peneliti Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) tersebut.
Kemudian, ia menegaskan Jokowi selaku kepala pemerintahan harus berpikir terbuka. Jangan bicara ancaman NKRI namun cenderung subyektif serta politis.
dia berharap Kabinet Indonesia Maju yang baru sepekan dilantik lebih baik fokus terhadap persoalan bangsa yang menyangkut sendi-sendi kehidupan sosial, ekonomi, politik.
"Jangan sampai isu radikalisme menjadi industri pintu masuk buat mengoyak serta mengadu domba rakyat. Jangan sampai terjebak proyek kedok yang dampaknya sangat destruktif terhadap tatanan sosial yang ada," kata Harits. [vn]