RIDHMEDIA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya menyelenggarakan upaya serius buat mencegah meluasnya gerakan yang kerap disebut radikalisme. Menurutnya, harus pula membuat istilah baru guna mencegah penyebaran radikalisme dengan menerapkan label 'manipulator agama'.
Hal itu Jokowi sampaikan dikala membuka rapat terbatas dengan topik Penyampaian Program serta Kegiatan di Bidang Politik, Hukum, serta Keamanan, di Kantor Presiden, Kamis (31/10).
"Harus ada upaya yang serius buat mencegah meluasnya, dengan apa yang sekarang ini banyak disebut ialah mengenai radikalisme," kata Jokowi.
Jokowi lantas melempar wacana buat merubah istilah gerakan radikalisme. dia menyebut frasa 'manipulator agama' boleh menjadi bisa menjadi pengganti dari 'gerakan radikalisme'.
"Atau boleh menjadi enggak tahu, apakah ada istilah lain yang bisa kita gunakan, misalnya manipulator agama," ujarnya.
Jokowi menyerahkan usulan itu kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, serta Keamanan Mahfud MD. dia mau Mahfud mengkoordinasikan masalah tersebut.
Hadir dalam rapat sore hari ini antara lain, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia serta Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Hukum serta HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara serta Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo.
Kemudian Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Wakil Menteri Pertahanan Trenggono, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi serta Informatika Johnny G. Plate, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Selanjutnya hadir juga Kepala BIN Budi Gunawan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, hingga Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Ihwal radikalisme, pemerintah berulang kali mengungkapkan mau mencegah serta menanggulanginya. Termasuk dikala kabinet baru hasil Pemilu 2019 dibentuk, yakni Kabinet Indonesia Maju.
Termutakhir, Badan Kepegawaian Negara (BKN) bakal membuat soal mengenai radikalisme dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019. Itu dilakukan demi mencegah mengerti radikalisme di kalangan aparatur sipil negara (ASN)
"Pada dikala tes kebangsaan," ujar Kepala BKN Bima Haria dikala konferensi pers di Kantor Kemenpan-RB, Jakarta, Rabu (30/10). [cnn]