Meong Tetap Meong, Tidak Bakal Menggonggong

Ridhmedia
20/10/19, 08:44 WIB

Aku kaget nonton video Rocky Gerung (RG). Ia bilang: Prabowo Subianto (PS) bla... bla... video ini keluar setelah RG ketemu PS di Hambalang dalam acara raker Gerindra.

Dalam video itu RG seolah menarik kembali semua persepsinya tentang PS serta deklarasi oposisinya terhadap PS. Kesimpulan sederhananya, RG berubah setelah ketemu PS.

Wajar! Setiap orang bisa berubah persepsinya setelah mendapat informasi baru. Ngabalin, TGB serta Kapitra ialah beberapa contoh yang paling populer. Tokoh-tokoh oposisi yang berbalik arah 180 derajat setelah mendukung penguasa. Menu istana pasti lebih lezat dari pasal pidana serta tongkat aparat yang dipakai buat memukul para demonstran.

Sebagaimana juga RG. Setelah bertemu PS, semua persepsi terhadap langkah PS berubah. Ini menunjukkan betapa hebat PS serta timnya yang berhasil membalikkan logika manusia secerdas RG.

Soal perubahan persepsi serta pergeseran sikap itu hal biasa. Aku tidak terlalu tertarik membahas itu. Tidak lebih dari obrolan kacang goreng di warung kopi. Terlalu personal serta gak dibutuhkan selaku analisis di dalam urusan negara.

Yang membuat saya tertarik justru dua pernyataan RG kalau pertama, kehadiran PS bakal membuat porak-poranda koalisi. Yes! It is ok. Setelah Gerindra masuk koalisi, peta berubah. Ketegangan dua kutub istana yaitu Teuku Umar serta Gondangdia makin besar. Kahadiran Gerindra memperkuat posisi Teuku Umar serta membuat kubu Gondangdia serta group para jenderal (aktif serta pensiun) terdesak. PDIP diuntungkan. Apakah ini otomatis memperkuat posisi PS atau Gerindra? Ini masuk narasi kedua dari RG.

Masuknya Gerindra bakal menjadi lokomotif istana di dalam kendali PS, itu logika RG. Kira-kira kesimpulannya: PS bakal menjadi tokoh yang powerfull serta menentukan kebijakan istana. Oh ya? Seketika saya kaget, karna ini disimpulkan oleh tokoh sekelas RG. Hanya sebentar, lalu saya berusaha buat senyum. Senyum beneran loh... Jangan diartikan macam-macam ya...

Namanya pendapat, boleh-boleh saja. Kendati tetap ruang demokrasi memberi celah buat saya dalam konteks ini buat berbeda dengan RG.

Aku bakal mulai dengan pertanyaan: Kira-kira, kuatan mana antara PS dengan Mega serta Budi Gunawan (BG)? Kuatan mana pengaruh antara Gerindra dengan PDIP? Mari kita diskusi.

Pertama, apa kekuatan PS serta Gerindra buat mengendalikan Jokowi? Deket tidak, malah dua kali pilpres menjadi rival.  Punya gaya serta karakter yang berbeda. Disisi lain, Jokowi kader PDIP serta menjadi petugas partai.

Kedua, kursi parlemen PDIP jauh lebih besar dari Gerindra. PDIP dapat 128 kursi, sementara Gerindra 78 kursi. Soal tekan menekan, PDIP punya modal, baik jumlah kursi maupun pengalaman.

Ketiga, tidak ada record yang pernah dimiliki PS selaku tokoh yang mempunyai kendali serta pengaruh kuat terhadap politik nasional di luar posisinya selaku capres.

Keempat, posisi PS dikala ini sudah banyak kehilangan konstituen serta pendukung. PS serta Gerindra justru tengah dihakimi serta dihujat oleh para pendukungnya. Dianggap berkhianat serta tidak sejalan lagi dengan para pendukung. PS serta Gerindra tengah berada di titik terlemah dalam konteks dukungan massa. Mungkin ini asumsi. Kita harus data yang lebih akurat via survei.

So, dimana kehebatan PS dikala ini? Formasi parlemen misalnya. Ketua DPR diambil Puan Maharani dari PDIP. Wakil ketua DPR lepas dari Fadli Zon yang selama ini menjadi icon Gerindra, selain PS sendiri. Diberikan kepada Sufi Dasco, yang diketahui selaku agen serta orang dekat BG.

Ketua MPR diambil Bambang Soesatyo dari Golkar. Ahmad Muzani, sekjen Gerindra terlempar. Ketua komisi? Gerindra pun tidak dapat jatah. 10 dari 11 ketua komisi diambil partai pengusung Jokowi. Satu diberikan kepada PAN. Ketua badan di DPR? Gak ada pengaruhnya dalam setiap keputusan politik Justru ini cara efektif membonsai pengaruh Gerindra di parlemen. Bagaimana jatah kabinet? Kita tunggu keberkahan apa yang bakal disuguhkan Jokowi buat menghibur Gerindra.

Kehadiran PS di koalisi istana tidak lebih buat memenuhi kepentingan PDIP dalam rangka menekan Jokowi agar tidak lagi dalam kendali Gondangdia serta Luhut Binsar Panjaitan (LBP) cs.

Kalau yang dimaksud RG kalau kehadiran PS di istana sudah menyelamatkan Jokowi dari genggaman Gondangdia serta LBP cs, this is right. Apakah kendali itu bakal beralih ke PS? Sepertinya jauh panggang dari api. Sejak kapan kemampuan Gerindra melampaui manuver Golkar serta PDIP? Apalagi ada faktor BG di PDIP yang sangat jenius serta rapi dalam setiap membangun gerakan politik. Soal narasi, banyak orang belajar dari RG. Terlalu cerdas sosok satu orang ini. Kaya sekali dengan referensi. Soal gerakan politik, BG layak disebut selaku Soeharto di era reformasi.

Mengenai rekoalisi istana, itu hak RG buat berpersepsi serta memberikan analisisnya yang mendadak berbalik secara drastis. Tapi, dalam pandangan saya meong tetaplah meong. Tidak bakal bisa menggonggong meski dipaksa serta diberi kesempatan.

Penulis: Tony Rosyid
Komentar

Tampilkan

Terkini