RADIKALISME atau DEISLAMISASI?
Oleh: M. Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik serta Keagamaan)
TERORISME selaku ideologi global yaitu "mainan" Amerika buat membuat berantakan dunia Islam. Dengan modal tragedi 9/11, semua lawan diruntuhkan dengan bahasa "teroris".
Negara termasuk Kepala Negara di dunia Islam dikendalikan dengan skim kerjasama memerangi terorisme. Musuh dalam bentuk organisasi mesti dibuat agar ada kaitan.
Munculah Al Qaida serta kemudian ISIS. Diskenariokan model kekekerasan yang dilakukan organisasi ini. Klaim atas peristiwa bom bunuh diri, peledakan atau aksi kekerasan lain dilakukan Al Qaida atau penerus jejaknya, ISIS. Kerusuhan pun dianggap susupan. Dunia Islam lumpuh di bawah kendali serta hegemoni Amerika.
Indonesia bisa menjadi menjadi bagian dari "permainan" tersebut. Muncul nama-nama seperti Azhari, Nurdin M Top, Imam Samudera, hingga Abu Bakar Baasyir pun dikaitkan. Butuh figur buat menakut nakuti. Berbagai aksi terjadi dari mulai Bom Bali hingga Bom Panci.
Namanya juga terorisme serta lembaga pun dibentuk dari Densus 88 hingga BNPT. Untuk pencegahan serta penindakan. Tentu besar biaya global yang mesti dibayar. Umat Islam yaitu sasaran pelumpuhan karenanya semua berkaitan dengan identitas kemusliman. Doktrin Jihad, "pengantin surga", celana cingkrang, janggut, ataupun hijab.
Kita kini memasuki era modifikasi. Terorisme tidak perlu dengan ledak-ledakan. Yang lebih murah yaitu dengan ledekan atau celotehan.
Radikalisme yaitu ideologi baru yang dipasarkan gencar. Di kampus, Menteri Dikti mengingatkan bakal terpaparnya dosen serta mahasiswa oleh radikalisme. Santri serta anak madrasah perlu disterilkan sehingga kurikulum yang mengandung sejarah perang dalam Islam perlu dihapus.
Birokrasi juga mesti dibersihkan dari anasir anasir radikal. Menteri Agama diberi tugas khusus buat melawan radikalisme. Radikalisme menjadi "senjata" buat menaklukan siapa saja. Umat serta agama Islam perlu diwaspadai. Ditakut takuti.
Sementara di sisi lain bahaya komunisme dianggap "out of date", liberalisme serta kapitalisme dianggap cuma fenomena ekonomi. Kristen, Buddha, atau Hindu yaitu ajaran baik-baik Saja yang tidak tergores radikalisme. Hanya Islam yang berbahaya.
Untuk ini dinyatakan kalau radikalisme lebih bahaya dari komunisme. Sejarah "radikalisme" yang berakar pada gerakan liberalisme progresif di Inggris disimpangkan arah kepada (umat) Islam.
Gerakan pemojokkan Islam dengan isu radikalisme hakikatnya yaitu gerakan anti-Islam. Ketakutan yang sangat berlebihan terhadap agama Islam. Islamophobia.
Tentu pendukung sekularisme, kapitalisne, serta komunisme sangat bahagia dengan program ini. Karena sangat menguntungkan misi mereka di Indonesia.
Kuda troya tengah bersiap buat kelak mengeluarkan pasukan anti-Islam yang menyebar di semua ruang. Deradikalisasi menjadi deislamisasi. Rezim yang seperti ini yaitu rezim zalim yang tidak berkeadilan serta berkeadaban. Agama dianggap perusuh, candu, atau penghambat kemajuan. Cara pandang klasik yang jahat.
Umat Islam tentu tidak setuju pada terorisme serta radikalisme dalam makna destruktif. Merusak lingkungan kehidupan. Islam yaitu agama keshalehan serta akhlak yang mulia. Berbuat baik buat sesama manusia merupakan keyakinan dasar agama.
Tetapi Apabila dakwah mencegah kemungkaran dianggap radikal, rajin ke Masjid serta menghabiskan waktu buat memahami Al Quran dianggap radikal, atau berjihad menegakkan Agama serta hukum Allah pun dianggap radikal, maka biarlah umat Islam rela disebut kaum yang radikal.
Tapi jangan salahkan Apabila umat dengan pemahaman seperti itu diganggu serta dilarang-larang, maka umat Islam bakal melawan hingga titik darah penghabisan.
Penguasa zalim yaitu musuh abadi umat. Pilihan cuma dua, Kalian wahai penguasa zalim yang hancur atau umat yang bakal berguguran syahid membela keyakinan agamanya.[RMOL]