Rakyat Ialah Tuan Dari Penguasa

Ridhmedia
20/10/19, 13:00 WIB

Aku jarang mengamati struk kasir dikala makan di restoran. Baru hari ini, karna kurang kerjaan, membaca lebih teliti. Bukan kuatir apakah kasir keliru hitung. Tapi, melihat pajak yang saya bayar buat negara: Rp 13.200.

Uang ini tidak seberapa, cuma 10% dari biaya keseluruhan. Tapi, inilah sebenarnya yang mengikatkan kita dengan negara, dalam setiap tarikan nafas kita, siang maupun malam.

Setiap kali kita makan di restoran, nonton film, atau beli barang serta jasa apa saja, kita dikenai pajak. Makin sering kita makan di restoran atau belanja, semakin banyak kita menyumbang negara.

Itu di luar pajak lain, seperti pajak pendapatan, pajak bumi bangunan, pajak motor, pajak mobil, beli pulsa listrik, retribusi parkir serta sebagainya.

Dan itu berlaku buat semua warga negara, 260 juta orang. Tidak peduli ia pendukung Jokowi, Prabowo atau golput.

Uang pajak itu dikumpulkan, serta sebagian dipakai menggaji presiden, menteri, anggota parlemen, tentara serta polisi, berikut fasilitas-fasilitas yang mereka nikmati.

Dalam setiap tarikan nafas kita, siang serta malam, kita ialah mesin uang buat membiayai hidup nyaman mereka, para pejabat, penguasa serta aparaturnya. Tentu dengan harapan agar mereka bertanggungjawab atas jabatannya, yakni melayani kita semua warga negara, memperlakukan semua warga dengara dengan adil. Bukan memakai uang buat menyengsarakan kita.

Pajak inilah yang membuat kita, warga negara, BERHAK MENUNTUT, MEMPROTES, MENGKRITIK, MEMPERTANYAKAN APA SAJA KEBIJAKAN YANG DILAKUKAN PRESIDEN, PARLEMEN, MENTERI, TENTARA, POLISI, DLL.

Jadi bahwa ada yang bertanya, "Hei.. protes mulu kamu, telah ngapain aja anda buat negara ini?"

Jawaban saya ya ini.. saya telah bayar pajak buat negara. Rakyat ialah majikan, tengah penguasa ialah pelayan.

(fb)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+