OLEH: JAYA SUPRANA
RIDHMEDIA - SATU di antara sekian banyak kesimpulan atas hasil penelitian Pusat Studi Kelirumologi yaitu manusia (termasuk saya) kerap mengaprahkan kekeliruan, akibat Sudah terlalu terbiasa alias terlanjur menggelar kekeliruan tanpa atau meski menyadari kalau sebenarnya yang dilakukan yaitu tak benar alias keliru.
Terkaprahkan
Misalnya istilah konsumerisme Sudah terkaprahkan digunakan secara keliru dalam makna perilaku konsumtif berlebihan. Padahal makna yang benar yaitu mashab gerakan melindungi konsumen.
jika disadarkan tentang kekeliruan tersebut, para pelaku kekeliruan langsung bersikap defensif, bahkan agresif melindungi kekeliruan dari koreksi. Sehingga akhirnya beberapa kamus malah membenarkan makna yang keliru demi tak dianggap melawan kekeliruan yang Sudah terlanjur dilakukan secara berjemaah maka justru dianggap selaku yang benar.
Istilah machiavellisme, radikalisme, populisme, fasisme senasib dengan konsumerisme dalam hal dikaprah-kelirukan, sehingga malah dianggap yang benar alias tak keliru padahal sebenarnya keliru.
Kata canggih serta nyinyir juga bernasib serupa. Maka meski sebenarnya air putih bermakna air berwarna putih namun kita tetap menggunakan istilah air putih buat air yang tak berwarna alias bening atau jernih maka transparan alias tembus-pandang akibat pada kenyataan memang tak berwarna putih.
Secara naluriah teryakini kalau lebih baik keliru tetapi banyak temannya, Dibandingkan benar tapi sendirian. Sendirian benar lebih tak terasa benar Dibandingkan rame-rame keliru.
Untaian Kata
aku terlanjur terbiasa menggunakan untaian kata “sama sekali” serta “salah satu” tanpa sempat meragukan kebenarannya. Namun apabila kita lebih berupaya menyermati semantika “sama sekali” yang dimaknakan selaku “semuanya; seluruhnya; segenapnya” atau malah kadang-kadang “sedikit pun” sebenarnya rawan timbul kesan janggal atau bahkan nirmakna.
Sebab kata sama bermakna serupa alias tak berbeda. Sementara kata sekali bermakna satu kali sahaja alias bukan beberapa kali. Agak sulit tertangkap daya nalar yang wajar-wajar sahaja bagaimana “sama” apabila diuntai dengan “sekali” lalu mendadak wajib melahirkan makna “semuanya” bahkan “sedikit pun”.
Benar Satu
Juga sulit dimengerti kalau sebenarnya perpaduan kata “salah” serta “satu” justru tak menyalahkan pihak mana pun juga. Makna “salah satu” sebenarnya sama dengan “satu di antara dua atau beberapa“ di mana kata “satu” justru lebih cenderung dibenarkan Dibandingkan disalahkan.
Maka saya pribadi selalu berupaya menghindari penggunaan istilah “salah satu” yang cukup membingungkan daya nalar dangkal saya yang memang gampang bingung sampai sempat menggagas bingungologi.
Berdasar kesadaran kalau bobot kebenaran lebih dominan Dibandingkan kesalahan terkandung pada istilah “salah satu” maka istilah yang lebih mendekati makna kebenaran sebenarnya yaitu “benar satu”.
Namun Dibandingkan perlu menerima macam-macam cemooh dari para beliau yang Sudah terbiasa dengan kekeliruan terkandung pada untaian kata salah serta satu, maka memang jauh lebih aman bagi saya jangan memaksakan untaian kata benar serta satu menjadi “benar satu”. Meski sebenarnya (agak) lebih benar maknanya Dibandingkan “salah satu”.
Penulis yaitu pembelajar makna bahasa serta pendiri Pusat Studi Kelirumologi.(rmol)