“What’S Up With Radicalism?”

Ridhmedia
06/11/19, 19:12 WIB

[RIDHMEDIA]  Ada satu hal yang seolah menjadi nyanyian bersama kabinet Presiden Jokowi-Ma’ruf kali ini. Yaitu mau memberantas radikalisme yang menurut mereka tengah mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa serta bernegara. Bahkan menjadi ancaman besar bagi eksistensi NKRI.

Perlu dicatat kalau secara umum radikalisme itu memang masalah serta bahaya. Radikalisme dalam banyak hal membawa keresahan dalam masyarakat. Tak jarang membawa kepada perpecahan, permusuhan serta konflik bahkan di antara sesama umat beragama.

Yang menjadi masalah kemudian yakni dikala isu radikalisme ini dilemparkan ke publik, bahkan seolah sengaja serta sistimatis dibangun sebuah persepsi kalau radikalisme itu nyata serta berbahaya. Tapi isu yang dilemparkan itu tidak mempunyai defenisi yang jelas. Akibatnya cuma menumbuhkan keresahan serta kecurigaan di antara masyarakat.

Yang lebih runyam lagi isu radikalisme itu kemudian mengarah kepada satu bentuk. Yaitu bentuk radikalisme agama. Menyedihkannya kemudian yakni dikala isu radikalisme agama itu mengarah kepada agama tertentI.

Penyebutan ciri-ciri fisik yang biasa diidentiikan sebagian selaku ciri keagamaan, seperti celana cingkrang, janggut, jidat hitam, cadar, serta seterusnya makin menyimpulkan kalau yang ditarget dalam hal ini yakni kelompok agama tertentu.

Yang membingunkan memang yakni kenyataan kalau yang paling getol melemparkan isu radikalisme ini yakni mereka yang secara pribadi memilki latar balik agama yang (nampak) cukup baik. Merekalah yang seolah kebakaran janggut mau memberantas apa yang mereka sebut selaku radikalisme.

saya mau sekali lagi menggaris bawahi kalau radikalisme memang sebuah fenomena yang perlu diwaspadai. Bahkan sejatinya perlu diperangi bersama. Radikalisme tendensinya melihat dirinya paling benar serta orang lain kurang serta salah. Bahkan membawa kepada permusuhan serta perpecahan.

Tendensi radikalisme agama misalnya seringkali menjadi “obstacle” (sandungan) bagi jalan dakwah kami di Amerika. Mereka yang radikal ini hobinya mencari-cari “ketidak sempurnaan” sesama. saya misalnya menjadi target karna komitmen saya membangun dialog-dialog antar pemeluk semua agama-agama.

Masalahnya kemudian yakni dikala isu radikalisme yang dilemparkan itu yakni isu kabur. Isu yang tidak jelas defenisi serta batas-batasannya. Seolah cuma sebuah pelemparan batu sembunyi tangan.

Radikalisme itu sebuah pandangan (ideologi) serta karakter (prilaku) hidup yang cenderung melewati batas-batas (huduud) normal serta hukum. Keberadaannya selalu mau lebih, serta yang lain kurang.

Pandangan serta prilaku seperti ini dapat menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Maka radikalisme bisa dalam bentuk cara pandang ekonomi. Ketika sistim ekonomi melampaui batas-batas kebutuhan pribadi atau publik, serta cenderung saling mengorbankan, Itulah radikalisme dalam perekonomian. Maka baik kapitalisme maupun sosialisme yakni dua bentuk radikalisme dalam perekonomian.

Radikalisme juga bisa terjadi dalam bentuk cara pandang serta prilaku politik. Ketika sebuah cara pandang serta prilaku politik menjadi tuhan serta suci, dengan melihat pandangan serta pilihan politik lain salah bahkan ancaman itu yakni radikalisme dalam perpolitikan. Dukungan buta atau kebencian tiada batas dalam dukungan politik merupakan bentuk radikalisme politik itu sendiri.

Demikian pula aspek lain dari kehidupan manusia. Radikalisme beragama terjadi dikala seseorang berada pada pandangan keagamaan yang absolut. saya berkata pandangan. Tidak pada agamanya. Tapi pandangannya.

Agama itu absolut. Tapi pandangan atau tepatnya tafsiran keagamaan bersifat manusiawi. Dan karenanya tidak absolut. Oleh karna itu Ketika seseorang merasa paling benar serta yang lain kurang maka pandangannya telah terasuki radikalisme. Pandangan yang merendahkan bahkan cenderung menihilkan orang lain. Akibatnya permusuhan serta perpecahan rentang terjadi dalam masyarakat.

Permasalahan terbesar dalam melihat isu-isu negatif kemasyarakatan ini yakni dikala ada kepentingan politik yang terlibat.

Isu radikal vs moderat misalnya di Amerika kerap didefenisikan oleh bagaimana arah kepentingan global Amerika. Sebuah negara dengan gampang dicap radikal karna tidak sejalan dengan kepentingan Amerika. Sebaliknya sebuah negara dengan segala bentuk radikalismenta tetap teman karna kepentingan juga.

Dalam skala nasional juga khawatirnya demikian. Pelemparan isu radikalisme ini jangan sampai didasari oleh ikatan atau kepentingan politik. Seorang atau kelompok dituduh radikal cuma karna beda pilihan politik.

Kalau ini terjadi maka di sìtulah kegagalan pertama dari pemerintahan yang ada. Pertimbangan bukan lagi pertimbangan nilai serta kepentingan bangsa/negara. Tapi lebih kepada kepentingan sesaat serta golongan.

Dan dengan sendirinya berarti telah terjadi kegagalan dalam menyikapi serta menyelesaikan isu-isu kebangsaan yang sesungguhnya. Masalah ekonomi, lapangan kerja, pendidikan, serta lain-lain seharusnya mendapat perhatian utama. Isu radikalisme seolah menjadi taqiah (persembunyian) dari kegagalan menangani isu-isu kebangsaan yang mendesak serta mendasar itu.

Dan yang lebih berbahaya tentunya yakni pelemparan isu radikalisme yang mengarah kepada kelompok agama tertentu justeru bakal makin mempertajam “friksi sosial” atau perpecahan masyarakat. Bahkan tendensi intoleransi bakal makin menjadi-jadi. Karena sebagian merasa dirangkul. Sebagian lain merasa ditinggalkan.

Dan jika itu terjadi maka Itulah Sesungguhnya kagagalan murakkab (berlapis)!dalam mengelolah kehidupan berbangsa. Semoga tidak!

New York, 5 Nopember 2019

Penulis: Imam Shamsi Ali
Komentar

Tampilkan

Terkini