RIDHMEDIA - Alhamdulillah, jumlah umat Islam di Jepang semakin bertambah. Masjid-masjid pun mulai bertambah di negeri tersebut, dimana setiap bangunan dikerjakan oleh sejumlah orang dari negara lain.
Melansir situs The Mainichi pada Sabtu (30/11/2019), seorang profesor teori sosial Asia di Fakultas Ilmu Pengetahuan Manusia Universitas Waseda, Hirofumi Tanada, melakukan penelitian tentang Islam di Jepang. Menurutnya memang benar jumlah masjid di Jepang bertambah, yang mana pada akhir 2018 terdapat 105 unit di 36 dari 47 prefektur (setingkat kabupaten) di Jepang.
Selain itu, warga negara asing Muslim yang tinggal di Jepang, juga mulai muncul. Salah satunya adalah Ramzan Mirza. Pria asal Bangladesh ini sudah lama tinggal di Negeri Samurai tersebut, dan kini ia membeli bangunan yang akan diubahnya menjadi masjid.
"Bisnis perusahaan saya telah stabil, jadi saya memutuskan saya ingin membuat ruang yang bisa membantu umat Islam di sini," ujarnya.
Pendatang Muslim lainnya, Muhammad Ali juga merasakan hal berbeda ketika saat ini masjid dekat dengan tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan umat Islam di Jepang harus menempuh perjalanan selama dua jam ke masjid yang berada di Kobe. Mereka harus menempuhnya dengan menggunakan transportasi kereta.
Sebagai informasi, Masjid Kobe merupakan masjid pertama dan terbesar di Jepang. Didirikan pada 1935 oleh salah seorang warga Turki dan India yang kala itu sedang tinggal di negeri sakura ini.
Namun karena akhir-akhir ini banyak orang dari negara-negara mayoritas Muslim termasuk Iran, Pakistan, Bangladesh, dan lainnya datang ke Jepang sebagai buruh. Sehingga masjid di Jepang kian bertambah.
Pertanyaannya, apakah komunitas Muslim di Jepang dapat hidup berdampingan bersama warga setempat? Ini dikarenakan Islam adalah agama minoritas di negara ini.
Salah satu contohnya Seiji Matsui (46), pria Jepang yang menjabat sebagai Wakil Ketua Masyarakat Muslim Ishikawa ini sempat berurusan dengan warga setempat karena adanya masjid. Tapi setelah ia berngosiasi secara baik-baik dan menjelaskan bahwa berdirinya masjid bukan untuk tempat perkumpulan orang dengan misi tertentu.
"Sebelum itu (masjid) dibangun, orang-orang bahkan bertanya kepada saya apakah itu ada hubungannya dengan al-Qaida Dengan melibatkan mereka secara langsung dan sabar dalam penjelasan saya, saya bisa membuat mereka mengerti," terangnya. [mc]
Melansir situs The Mainichi pada Sabtu (30/11/2019), seorang profesor teori sosial Asia di Fakultas Ilmu Pengetahuan Manusia Universitas Waseda, Hirofumi Tanada, melakukan penelitian tentang Islam di Jepang. Menurutnya memang benar jumlah masjid di Jepang bertambah, yang mana pada akhir 2018 terdapat 105 unit di 36 dari 47 prefektur (setingkat kabupaten) di Jepang.
Selain itu, warga negara asing Muslim yang tinggal di Jepang, juga mulai muncul. Salah satunya adalah Ramzan Mirza. Pria asal Bangladesh ini sudah lama tinggal di Negeri Samurai tersebut, dan kini ia membeli bangunan yang akan diubahnya menjadi masjid.
"Bisnis perusahaan saya telah stabil, jadi saya memutuskan saya ingin membuat ruang yang bisa membantu umat Islam di sini," ujarnya.
Pendatang Muslim lainnya, Muhammad Ali juga merasakan hal berbeda ketika saat ini masjid dekat dengan tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan umat Islam di Jepang harus menempuh perjalanan selama dua jam ke masjid yang berada di Kobe. Mereka harus menempuhnya dengan menggunakan transportasi kereta.
Sebagai informasi, Masjid Kobe merupakan masjid pertama dan terbesar di Jepang. Didirikan pada 1935 oleh salah seorang warga Turki dan India yang kala itu sedang tinggal di negeri sakura ini.
Namun karena akhir-akhir ini banyak orang dari negara-negara mayoritas Muslim termasuk Iran, Pakistan, Bangladesh, dan lainnya datang ke Jepang sebagai buruh. Sehingga masjid di Jepang kian bertambah.
Pertanyaannya, apakah komunitas Muslim di Jepang dapat hidup berdampingan bersama warga setempat? Ini dikarenakan Islam adalah agama minoritas di negara ini.
Salah satu contohnya Seiji Matsui (46), pria Jepang yang menjabat sebagai Wakil Ketua Masyarakat Muslim Ishikawa ini sempat berurusan dengan warga setempat karena adanya masjid. Tapi setelah ia berngosiasi secara baik-baik dan menjelaskan bahwa berdirinya masjid bukan untuk tempat perkumpulan orang dengan misi tertentu.
"Sebelum itu (masjid) dibangun, orang-orang bahkan bertanya kepada saya apakah itu ada hubungannya dengan al-Qaida Dengan melibatkan mereka secara langsung dan sabar dalam penjelasan saya, saya bisa membuat mereka mengerti," terangnya. [mc]