Oleh: M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik
TAK disangka rezim telah masuk pada fase seperti ini, mencurigai pendidikan anak usia dini (PAUD) yang terpapar radikalisme.
Awalnya kita cuma berseloroh mengikuti istilah Rocky Gerung "dungu" tapi lama-lama benar juga. Kekuasaan semakin dungu. Tak habis pikir jika anak-anak balita dituduh dan dicurigai terpapar radikalisme.
Di sosial media ada komentar nyinyir katanya masih mending kita Indonesia ini mencurigai anak usia PAUD karna dulu di zaman Fir'aun yang dicurigai dan ditakuti itu malah bayi.
Karenanya setiap bayi laki-laki pasti dibunuh oleh pasukan keamanan Fir'aun. Hanya bayi perempuan yang memang enggak potensial menjadi radikal yang dibiarkan hidup. kalau Fir'aun dasarnya mimpi, kita bertanya penguasa sekarang dasarnya apa?
Berapa puluh ribu sekolah PAUD di seluruh Indonesia yang patut dicurigai. Muhammadiyah saja mempunyai 20 ribu an PAUD. Lucunya aparat meminta tambahan dana miliaran buat memata-matai PAUD dan Masjid.
Ini pertanda musibah tengah melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cara pandang yang keliru tentang kedamaian, keadilan, dan ketertiban.
Ingin damai tapi memakai strategi perang, bagaikan mau rukun dengan metode adu domba. Inilah paradoks dalam membangun negeri. Memberantas radikalisme dengan cara cara yang radikal.
Strategi "semburan fitnah" tengah dijalankan. Menuduh orang laing yang sebenarnya tengah dilakukan oleh dirinya. Maling teriak maling.
Pemerintah yang menjalankan pola seperti ini sangat berbahaya. Ini gaya kolonialisme di era milenial. Penuh dengan kepalsuan dan rekayasa. Membodohi rakyat semesta.
Semua institusi dicurigai dan dimata-matai. Dari Perguruan Tinggi hingga PAUD. Masjid hingga lembaga pernikahan. Dosen, guru hingga karyawan. ASN dan aparat TNI dipantau. Rakyat rasanya tengah dimusuhi. Dukungan dan simpati yang diabaikan.
Wapres yakni Kiai yang setelah menjadi pejabat menjadi aneh. Tidak tampil sebagai pembela umat, bakal namun justru memojokkan.
Tudingan PAUD terpapar radikalisme yakni "asbun" enggak mempunyai alasan kuat dan pembuktian. Bagai melempar batu buat membunuh seekor ikan di samudra yang luas.
Wapres ikut-ikutan berceloteh soal radikalisme. Apa tolok ukur, batasan, atau pelanggaran hukumnya?
Gus Mus atau KH. Mustofa Bisri menyinggung kondisi negeri dalam puisi "Negeri ha ha hi hi". Negara yang dikelola dengan penuh lucu-lucuan. Negara PAUD.
Ada Presiden naik kereta keretaan di Mall. Ada puluhan ribu ton beras perlu dibuang. Ada jutaan telur ayam yang mesti dimusnahkan. Ada pula Dirut Garuda membawa selundupan "moge" di pesawat "miliknya". Lucu memang dunia anak-anak. (*)