RIDHMEDIA - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo memberikan grasi koruptor eks Gubernur Riau, Annas Maanum. Dia mempertanyakan alasan kasihan di balik grasi tersebut.
"Cuma logika yang dibangun untuk memberikan grasi terhadap Annas Maamun ini yang saya pertanyakan, bukan kepada personnya itu. Kalau logikanya adalah alasan kasihan, ada yang lain banyak," kata Bukhori dalam diskusi di Upnormal Coffee Roasters, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).
Menurut Bukhori, ada banyak narapidana lain yang juga mengalami masalah kesehatan. Menurutnya pemerintah perlu melakukan pemilihan sebelum menentukan siapa yang mendapat grasi.
"Apakah sudah dilakukan tracking, apakah sudah dilakukan pemilihan mana yang sebenarnya perlu kasihan kemanusiaan mana yang tidak," ujarnya.
Anggota komisi III itu kebijakan dalam pemberian grasi tak bisa dilepaskan dari aspek sosial dan politik. Namun kebijakan yang diambil harus wajar dan bisa diterima.
"Akhirnya bahwa meletakkan satu kebijakan hukum tetap saja tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosiologis, kondisi politis. Tapi bagi saya bisa mengerti bahwa pertimbangan politis, karena pertimbangan keadilan, apapun lah. Tapi kata orang Jawa ngono yo ngono tapi Ojo ngono," kata dia.[dtk]
"Cuma logika yang dibangun untuk memberikan grasi terhadap Annas Maamun ini yang saya pertanyakan, bukan kepada personnya itu. Kalau logikanya adalah alasan kasihan, ada yang lain banyak," kata Bukhori dalam diskusi di Upnormal Coffee Roasters, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).
Menurut Bukhori, ada banyak narapidana lain yang juga mengalami masalah kesehatan. Menurutnya pemerintah perlu melakukan pemilihan sebelum menentukan siapa yang mendapat grasi.
"Apakah sudah dilakukan tracking, apakah sudah dilakukan pemilihan mana yang sebenarnya perlu kasihan kemanusiaan mana yang tidak," ujarnya.
Anggota komisi III itu kebijakan dalam pemberian grasi tak bisa dilepaskan dari aspek sosial dan politik. Namun kebijakan yang diambil harus wajar dan bisa diterima.
"Akhirnya bahwa meletakkan satu kebijakan hukum tetap saja tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosiologis, kondisi politis. Tapi bagi saya bisa mengerti bahwa pertimbangan politis, karena pertimbangan keadilan, apapun lah. Tapi kata orang Jawa ngono yo ngono tapi Ojo ngono," kata dia.[dtk]