RIDHMEDIA - Skandal di perusahaan asuransi pelat merah, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), perlahan tapi pasti mulai terkuak. Setelah menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi, Kejaksaan Agung menemukan fakta lain Jiwasraya melakukan investasi di 13 perusahaan manajer investasi (MI) yang mengelola reksa dana.
Dilansir dari CNBCIndonesia.com, Jumat (20/12/2019), Kejagung pun sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan nomor 33/FII/FD2/12/2019 pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya diduga melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. Keuntungan tersebut dijanjikan kepada nasabah produk asuransi JS Saving Plan yang merupakan produk bancassurance.
Pertama, adalah penempatan saham 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% di saham dengan kinerja baik dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
"Dari jumlah tersebut 2% dikelola oleh perusahaan manajer investasi [MI] Indonesia dengan kinerja baik dan sebanyak 95% dikelola oleh MI dengan kinerja buruk," ungkap Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Akibat dari investasi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun.
"Hal itu perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," terangnya. Dia juga belum mengungkapkan 13 perusahaan pengelola reksa dana yang dimaksud.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman menyatakan, penyidikan terkait kasus Jiwasraya sudah ditangani sejak Juni 2019 oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, karena pertimbangan kasus besar, kasus itu diserahkan kepada Kejagung.
"Kami sudah susun tim sebanyak 16 orang, jadi anggota 12 orang. pimpinan timnya ada empat level. Pertimbangannya ini kasus besar dengan cakupan wilayah yang cukup luas," kata dia.
Saat ini, menurut Adi, Kejagung sedang berupaya mengumpulkan bukti-bukti dan bekerja sama dengan lembaga terkait termasuk memanggil 89 saksi yang dianggap kompeten.
"Pasalnya apa masih proses. Yang penting kaus ini sedang kami tangani sekarang ada di tahap penyidikan," kata Adi.
Tak hanya itu, Kejagung juga tak akan segan untuk melakukan pencekalan sebagaimana usulan DPR RI terhadap manajemen lama Jiwasraya bila terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan melarikan diri ke luar negeri.
"Kami buru, kami tangkap. Masa kita diamkan," tegasnya.
Pencekalan merupakan salah satu kesimpulan rapat antara Komisi VI DPR RI dan manajemen Jiwasraya di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Anggota Komisi VI DPR RI Daeng Muhammad menyebut kasus gagal bayar Jiwasraya dalam klaim polis merupakan akibat kebijakan salah yang terstruktur. Daeng yakin kasus tersebut melibatkan pejabat perusahaan hingga ke tingkat tertinggi.
"Jadi ada design produk yang dijual, yang di luar kebiasaan asuransi, dan saya pikir keputusan yang dilakukan perusahaan enggak ujug-ujug. Bahasa saya enggak tiba-tiba. Tapi betul-betul lewat pertimbangan rapat direksi dan rapat komisaris. Saya yakin betul," kata Daeng.
Sejak awal mula produk diluncurkan, Daeng sudah curiga bahwa produk yang diluncurkan tidak sehat.
"Ada produk yang dijual melalui sembilan bank. Sebanyak dua bank BUMN juga produk ini menjanjikan sesuatu yang plus-plus, bahasa saya. Yang di luar kebiasaan jualan asuransi," katanya.
"Saya ingin Komisi VI bersepakat nanti, akan memperdalam ini sebagai rekomendasi, bukan hanya penyelesaian penyelamatan terhadap uang nasabah, tapi juga bagaimana rekomendasi terhadap pelaku-pelaku yang diduga melakukan kejahatan di Jiwasraya," lanjut Daeng.
Mengacu laporan keuangan selama 3 tahun terakhir, saham dan reksa dana masuk porsi investasi cukup besar.
Pada Desember 2017 nilai investasi saham mencapai Rp 6,63 triliun, kemudian nilainya turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
Penurunan lebih parah terjadi pada reksa dana. Pada Desember 2017 nilai reksa dana mencapai Rp 19,17 triliun, kemudian turun di Desember 2018 menjadi Rp 16,32 triliun serta penurunan paling tajam terjadi di pencatatan September 2019 menjadi Rp 6,64 triliun.[ljc]
Dilansir dari CNBCIndonesia.com, Jumat (20/12/2019), Kejagung pun sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan nomor 33/FII/FD2/12/2019 pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya diduga melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. Keuntungan tersebut dijanjikan kepada nasabah produk asuransi JS Saving Plan yang merupakan produk bancassurance.
Pertama, adalah penempatan saham 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% di saham dengan kinerja baik dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
"Dari jumlah tersebut 2% dikelola oleh perusahaan manajer investasi [MI] Indonesia dengan kinerja baik dan sebanyak 95% dikelola oleh MI dengan kinerja buruk," ungkap Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Akibat dari investasi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun.
"Hal itu perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," terangnya. Dia juga belum mengungkapkan 13 perusahaan pengelola reksa dana yang dimaksud.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman menyatakan, penyidikan terkait kasus Jiwasraya sudah ditangani sejak Juni 2019 oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, karena pertimbangan kasus besar, kasus itu diserahkan kepada Kejagung.
"Kami sudah susun tim sebanyak 16 orang, jadi anggota 12 orang. pimpinan timnya ada empat level. Pertimbangannya ini kasus besar dengan cakupan wilayah yang cukup luas," kata dia.
Saat ini, menurut Adi, Kejagung sedang berupaya mengumpulkan bukti-bukti dan bekerja sama dengan lembaga terkait termasuk memanggil 89 saksi yang dianggap kompeten.
"Pasalnya apa masih proses. Yang penting kaus ini sedang kami tangani sekarang ada di tahap penyidikan," kata Adi.
Tak hanya itu, Kejagung juga tak akan segan untuk melakukan pencekalan sebagaimana usulan DPR RI terhadap manajemen lama Jiwasraya bila terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan melarikan diri ke luar negeri.
"Kami buru, kami tangkap. Masa kita diamkan," tegasnya.
Pencekalan merupakan salah satu kesimpulan rapat antara Komisi VI DPR RI dan manajemen Jiwasraya di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Anggota Komisi VI DPR RI Daeng Muhammad menyebut kasus gagal bayar Jiwasraya dalam klaim polis merupakan akibat kebijakan salah yang terstruktur. Daeng yakin kasus tersebut melibatkan pejabat perusahaan hingga ke tingkat tertinggi.
"Jadi ada design produk yang dijual, yang di luar kebiasaan asuransi, dan saya pikir keputusan yang dilakukan perusahaan enggak ujug-ujug. Bahasa saya enggak tiba-tiba. Tapi betul-betul lewat pertimbangan rapat direksi dan rapat komisaris. Saya yakin betul," kata Daeng.
Sejak awal mula produk diluncurkan, Daeng sudah curiga bahwa produk yang diluncurkan tidak sehat.
"Ada produk yang dijual melalui sembilan bank. Sebanyak dua bank BUMN juga produk ini menjanjikan sesuatu yang plus-plus, bahasa saya. Yang di luar kebiasaan jualan asuransi," katanya.
"Saya ingin Komisi VI bersepakat nanti, akan memperdalam ini sebagai rekomendasi, bukan hanya penyelesaian penyelamatan terhadap uang nasabah, tapi juga bagaimana rekomendasi terhadap pelaku-pelaku yang diduga melakukan kejahatan di Jiwasraya," lanjut Daeng.
Mengacu laporan keuangan selama 3 tahun terakhir, saham dan reksa dana masuk porsi investasi cukup besar.
Pada Desember 2017 nilai investasi saham mencapai Rp 6,63 triliun, kemudian nilainya turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
Penurunan lebih parah terjadi pada reksa dana. Pada Desember 2017 nilai reksa dana mencapai Rp 19,17 triliun, kemudian turun di Desember 2018 menjadi Rp 16,32 triliun serta penurunan paling tajam terjadi di pencatatan September 2019 menjadi Rp 6,64 triliun.[ljc]