Catatan Kaki Rezim Jokowi

Ridhmedia
19/12/19, 05:20 WIB
Oleh: Djumriah Lina Johan
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Dua bulan telah berlalu usai pelatikan rezim Jokowi jilid 2. Menteri-menteri telah dilantik, tak ketinggalan wakil menteri dan jabatan staf khusus presiden maupun wakil presiden juga telah resmi diangkat. Kebijakan demi kebijakan telah digelontorkan. Mulai dari kebijakan yang berbau ekonomi hingga perang melawan radikalisme. Namun, tak satu pun dari kebijakan-kebijakan tersebut yang menyentuh kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Padahal adanya pemilihan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan ialah dalam rangka menyejahterakan rakyat. Terlebih dengan janji-janji yang disampaikan semasa kampanye agar dipilih kembali oleh rakyat. Tentu rakyat berharap di periode yang kedua ini akan ada perubahan signifikan terhadap kehidupan rakyat. Akan tetapi, mungkinkah pada periode kepemimpinan jilid 2 ini akan memberikan angin segar kepada rakyat?

Sejatinya, hal tersebut mustahil terjadi. Sebab, melihat sepak terjang yang dilakukan oleh rezim Jokowi bukan mengarah kepada kesejahteraan rakyat. Setidaknya ada empat esensi politik dari rezim Jokowi jilid 2 yang patut untuk dicermati secara mendalam.

Pertama, mengaca pada hasil pemilu. Sudah menjadi rahasia umum jika terjadi kecurangan pada hasil pemilu yang lalu. Bahkan hal ini menjadi bahan olok-olokan di kancah perpolitikan internasional. Sebagaimana disampaikan oleh Dr. G T Ng, Selasa (15/10/2019) lalu pada acara Presentation At The General Conference Annual Council 2019.

Ketika sesuatu dimulai dengan cara curang, maka mungkinkah niatnya tulus demi kesejahteraan rakyat? Tentu tidak. Sehingga tak mungkin kebijakan yang lahir dari sistem ini akan berpihak kepada nasib rakyat. Justru sebaliknya, akan semakin menyengsarakan rakyat.

Kedua, kekacauan dalam manajemen pengelolaan negara yang akhirnya memunculkan ketidakpercayaan rakyat. Hal ini terlihat dari adanya ketidakkonsitenan antara statement yang dikeluarkan dengan kebijakan yang diambil. Mulai dari masalah pengurangan perampingan pejabat hingga kasus impor. Walhasil, buah dari inkonsistensi tersebut ialah ketidakpercayaan rakyat kepada rezim berkuasa. Tidak akan mungkin dengan jelasnya kedzaliman yang dilakukan rezim neolib sekarang akan menghasilkan penghargaan dari umat. Inilah hasil yang dipetik penguasa dari apa yang telah ia tanam.

Ketiga, rezim Jokowi akan mengulangi kebijakan yang sama di periode kedua. Tak bisa dipungkiri rezim jilid 2 tidak akan jauh berbeda dengan jilid 1. Walaupun ada wajah-wajah baru di tubuh Kabinet Kerja jilid 2 namun tidak akan memberikan perubahan signifikan ke arah kesejahteraan rakyat. Justru yang terjadi ialah kebijakan berulang yang akan dilakukan rezim.

Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan selama kurun waktu dua bulan periode kedua ini. Nafas yang hembus dari Istana masih dan semakin berbau neoliberalisme dan anti Islam. Maka tak ayal, tak akan ada perubahan berarti akan nasib rakyat lima tahun ke depan selain semakin miskin dan sulit untuk bertahan hidup.

Keempat, isu radikalisme hanya menutupi kegagalan rezim. Masifnya upaya menangkal isu radikalisme sejatinya hanya tameng untuk menutupi bau busuk kegagalan rezim dalam mengurusi masalah rakyat. Sebab, dakwah yang terus-menerus digencarkan demi menyuarakan hak-hak rakyat justru dikriminalisasi dan dicap radikal. Sebaliknya, apabila dakwah yang dilakukan bukan atas kepentingan rakyat dianggap sah-sah saja. Dengan demikian, penyerangan melalui narasi radikalisme hanya berlaku pada individu maupun organisasi yang gencar melakukan aktifitas mengoreksi kebijakan penguasa.

Selain itu, narasi radikalisme juga dijadikan tameng untuk menutupi kegagalan pemerintahan jilid 1 dimana Jokowi pada masa kampanye tahun 2014 berjanji akan membuat ekonomi Indonesia tumbuh hingga 7%. Namun, hingga akhir jabatan periode pertama, ekonomi Indonesia tidak pernah menyentuh angka 7%. BPS mencatat angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 hanya sebesar 5,17%. Untuk menutupi kegagalan tersebut dibutuhkan upaya masif memerangi radikalisme. Sebagai pengalihan isu sekaligus menangkal upaya membangkitkan pemikiran umat dari keterpurukan menuju cahaya Islam yang terang benderang.

Kegagalan, kedzaliman, serta kerusakan yang terangkum dalam catatan kaki rezim di atas bukan semata-mata karena kesalahan individu penguasa melainkan karena sistem yang bercokol di negeri ini. Selama sistem kapitalisme sekuler terus dipertahankan, rezim dengan keburukannya akan terus berulang melakukan kedzaliman demi kedzaliman. Tak ada cara lain selain mengganti sistem kehidupan rusak yang melahirkan rezim rusak seperti sekarang dengan Islam rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bish shawab.

Disclaimer : Label opini adalah media warga. Setiap opini di Label ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.
Komentar

Tampilkan

Terkini