RIDHMEDIA - Pemerintah India diminta Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) untuk membatalkan undang-undang kewarganegaraan yang menimbulkan kegaduhan. IUMS mengatakan, undang-undang tersebut akan memicu kebencian terhadap umat Islam.
Melansir dari Anadolu Agency, IUMS menyampaikan, undang-undang kewarganegaraan adalah episode ketiga dari serangkaian keputusan yang diambil pemerintah India dalam beberapa bulan terakhir, dan mengundang kemarahan umat Islam. Menurut para pemimpin Muslim, undang-undang baru itu akan dikaitkan dengan National Register of Citizens atau Daftar Warga Nasional, di mana setiap warga negara akan diminta membuktikan kewarganegaraan India.
Berdasarkan undang-undang kewarganegaraan, imigran non-Muslim secara otomatis langsung mendapatkan kewarganegaraan. Sedangkan, 180 juta populasi Muslim di India akan mengalami banyak kesulitan untuk membuktikan kewarganegaraannya.
Pada sebelumnya, Mejelis Tinggi India atau Rajya Sabha mengesahkan Amandemen Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan. RUU ini berisi perubahan besar pada hukum kewarganegaraan India dengan memberikan kewarganegaraan kepada pengungsi beragama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis, dan Kristen dari tiga negara tetangga yakni Bangladesh, Afghanistan, dan Pakistan.
Sayangnya, undang-undang tersebut mengecualikan Muslim untuk mendapatkan kewarganegaraan. Komunitas Muslim menggambarkan hukum ini adalah bentuk rasialisme, karena mengecualikan Muslim dibandingkan dengan orang-orang dari agama dan kepercayaan lain.
Akhirnya pengesahan undang-undang kewarganegaraan tersebut menuai protes yang berujung pada bentrokan di sejumlah negara bagian India. Tak hanya itu, aksi protes juga dilakukan oleh mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi Islam.
Negara bagian Assam dan Uttar Pradesh menjadi dua tempat yang paling dilanda ketegangan. Aparat telah menembak mati beberapa orang di kedua wilayah tersebut. Otoritas India telah memblokir layanan internet di Assam dan Uttar Pradesh. Pada Jumat lalu, India pun menerapkan jam malam selama tiga hari di kota pantai selatan Mangaluru.
Hingga kini korban tewas akibat gelombang demonstrasi menolak undang-undang kewarganegaraan diperkirakan mencapai 15 orang. Menurut para pejabat, lebih dari 1.500 pengunjuk rasa yang tersebar di sejumlah wilayah di India telah ditangkap dalam 10 hari terakhir. Sekitar 4.000 orang telah ditahan dan kemudian dibebaskan. [mc]
Melansir dari Anadolu Agency, IUMS menyampaikan, undang-undang kewarganegaraan adalah episode ketiga dari serangkaian keputusan yang diambil pemerintah India dalam beberapa bulan terakhir, dan mengundang kemarahan umat Islam. Menurut para pemimpin Muslim, undang-undang baru itu akan dikaitkan dengan National Register of Citizens atau Daftar Warga Nasional, di mana setiap warga negara akan diminta membuktikan kewarganegaraan India.
Berdasarkan undang-undang kewarganegaraan, imigran non-Muslim secara otomatis langsung mendapatkan kewarganegaraan. Sedangkan, 180 juta populasi Muslim di India akan mengalami banyak kesulitan untuk membuktikan kewarganegaraannya.
Pada sebelumnya, Mejelis Tinggi India atau Rajya Sabha mengesahkan Amandemen Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan. RUU ini berisi perubahan besar pada hukum kewarganegaraan India dengan memberikan kewarganegaraan kepada pengungsi beragama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis, dan Kristen dari tiga negara tetangga yakni Bangladesh, Afghanistan, dan Pakistan.
Sayangnya, undang-undang tersebut mengecualikan Muslim untuk mendapatkan kewarganegaraan. Komunitas Muslim menggambarkan hukum ini adalah bentuk rasialisme, karena mengecualikan Muslim dibandingkan dengan orang-orang dari agama dan kepercayaan lain.
Akhirnya pengesahan undang-undang kewarganegaraan tersebut menuai protes yang berujung pada bentrokan di sejumlah negara bagian India. Tak hanya itu, aksi protes juga dilakukan oleh mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi Islam.
Negara bagian Assam dan Uttar Pradesh menjadi dua tempat yang paling dilanda ketegangan. Aparat telah menembak mati beberapa orang di kedua wilayah tersebut. Otoritas India telah memblokir layanan internet di Assam dan Uttar Pradesh. Pada Jumat lalu, India pun menerapkan jam malam selama tiga hari di kota pantai selatan Mangaluru.
Hingga kini korban tewas akibat gelombang demonstrasi menolak undang-undang kewarganegaraan diperkirakan mencapai 15 orang. Menurut para pejabat, lebih dari 1.500 pengunjuk rasa yang tersebar di sejumlah wilayah di India telah ditangkap dalam 10 hari terakhir. Sekitar 4.000 orang telah ditahan dan kemudian dibebaskan. [mc]