BERAGAM peristiwa yang belakangan terjadi dan nyaris seluruhnya seakan-akan menyudutkan Islam sebagai ajaran bahkan umat Islam sebagai kelompok yang patut diwaspadai gerak-geriknya, baik di masjid hingga majelis taklim, merupakan bagian dari takdir Allah Ta’ala yang harus disikapi secara cerdas, bijaksana, dan tegas.
Terlebih di dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menegaskan bahwa orang-orang kafir akan senantiasa berusaha memadamkan cahaya Islam dengan beragam cara, terutama dengan ucapan dan bahkan tulisan-tulisan.
يُرِيدُونَ أَن يُطۡفُِٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
“(Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan – ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 32).
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menjelaskan bahwa orang-orang kafir akan menempuh cara berdebat dan kebohongan untuk memadamkan cahaya Allah (Islam).
Namun, lanjut Ibn Katsir, “Usaha mereka itu seperti orang yang ingin memadamkan sinar matahari atau cahaya bulan dengan tiupan mulut, jadi tidak mungkin berhasil. begitu juga dengan ajaran yang dibawah oleh Rasulullah mesti sempurna dan menang.”
Dari sini kita bisa pahami dengan jelas bahwa upaya untuk memadamkan cahaya Islam dari orang-orang kafir merupakan usaha yang tidak akan berhenti mereka lalukan. Akan tetapi, upaya mereka hanyalah sebuah tiupan mulut yang tidak akan pernah bisa sedikit pun menghalangi cahaya dinul haq (Islam) ini.
Langkah Strategis
Dengan demikian, umat Islam tidak perlu reaktif dan bersikap berlebihan. Biarkan saja mereka memasuki majelis taklim, mengawasi masjid, dan lain sebagainya, jika mereka yang datang untuk mengawasi itu memang punya kemampuan berpikir memadai, lambat laun dia akan menjadi jamaah masjid dan majelis taklim yang baik. Jika tidak, maka biarlah orang-orang itu menjadi urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Telah banyak fakta menunjukkan, bahkan hal ini terus berlangsung. Seperti Anggota Partai Rakyat Swiss (SVP) yang awalnya begitu membenci Islam, Daniel Streich, akhirnya menjadi mualaf.
Sebelumnya ia sangat menentang keras pembangunan masjid di negaranya selama kurun 1990-an. Dikabarkan pria itu malah tertarik mempelajari Al-Qur’an dan Islam.
Awalnya ia bertekad dengan memahami ajaran Islam dirinya akan mampu meruntuhkan iman kaum Muslim. Yang terjadi, ia malah terpesona dengan agama rahmatan lil alamin ini.
Semakin dalam Streich belajar Islam, semakin tenggelam dia dalam keindahan Islam. Dia akhirnya menjadi mualaf.
“Banyak perbedaan saya dapatkan ketika mempelajari Islam. Agama ini memberikan saya jawaban logis atas pertanyaan hidup penting dan tidak saya temukan di agama saya,” katanya seperti dikutip sebuah situs dalam negeri.
Situs Detik.com pada Kamis, 7 Februari 2019 pukul 09:58 WIB melansir berita tak kalah menarik tentang orang yang benci Islam lalu masuk Islam.
“Banyak teman dan koleganya yang terkejut. Mantan politisi Belanda sayap kanan Joram van Klaveren menyatakan telah masuk Islam. Padahal ia dulunya anggota partai PPV Geert Wilders, yang dikenal sebagai anti Islam.
Joram van Klaveren adalah mantan anggota parlemen sayap kanan Belanda dan tangan kanan politisi anti-Islam Geert Wilders. Kini van Klaveren mengungkapkan bahwa ia telah memeluk agama Islam. Dia dulu dikenal karena mengatakan bahwa Islam adalah “kebohongan” dan Al-Qur’an adalah “racun.””
Fakta ini seakan menuntun umat Islam untuk benar-benar mampu menampilkan ajaran Islam dalam wujud adab dan akhlak. Jadi, jangan emosi yang dikedepankan. Sekalipun terhadap para penghina Islam, jelas ada mekanisme hukum yang disediakan oleh konstitusi, kita tempuh jalur itu untuk “mendidik” mereka yang suka menghina itu agar lebih beradab dalam berbangsa dan bernegara.
Jualan Usang
Terakhir, kita mesti pahami bahwa isu radikalisme, terorisme, atau apapun yang diciptakan untuk melemahkan Islam dan umat Islam adalah jualan usang yang tidak mungkin laku bagi masyarakat yang kian hari kian cerdas. Ditambah arus informasi yang sangat terbuka serta beragam fakta mutakhir yang menjadikan akal manusia terbelalak, sebab yang membenci Islam namun mau menggunakan akal sehatnya, ternyata malah masuk Islam.
Secara historis kita bisa temukan bahwa beragam isu yang intinya adalah stigma yang deras menimpa Islam dan umat Islam terjadi sejak peristiwa WTC pada 2001. Awal mula muncul dunia percaya, namun kini, nanti dulu. Jadi tidak keliru jika dikatakan radikalisme tak lebih jualan usang yang dipaksakan, sehingga sadar atau tidak “jualan radikalisme” ini lebih mengundang tawa daripada ketakutan.
Padahal, kalau mau ditinjau dengan teliti, masalah bangsa saat ini bukanlah radikalisme, tetapi ekonomi, hutang negara, kesejahteraan rakyat, serta beragam kegaduhan yang bersumber dari moral yang buruk, karena setiap jabatan strategis di lingkup negara kerap menjadi ajang transaksi orang-orang yang tak punya orientasi hidup selain memperkaya diri dan kelompoknya sendiri.
Dengan demikian, langkah terbaik yang harus dilakukan oleh umat Islam adalah belajar tentang logika bernegara, logika hukum, serta konstitusi agar kita dapat memberikan masukan konstruktif kepada pemegang kebijakan. Sehingga, mereka bisa fokus menjalankan tugas, bukan malah seperti sekarang ini, hutang menumpuk, radikalisme yang digencarkan. Itu seperti orang kehilangan keseimbangan, sadar perutnya yang sakit ia malah minum obat sakit kepala. Allahu a’lam.*
Imam Nawawi | Aktivis Pemuda
Terlebih di dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menegaskan bahwa orang-orang kafir akan senantiasa berusaha memadamkan cahaya Islam dengan beragam cara, terutama dengan ucapan dan bahkan tulisan-tulisan.
يُرِيدُونَ أَن يُطۡفُِٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
“(Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan – ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 32).
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menjelaskan bahwa orang-orang kafir akan menempuh cara berdebat dan kebohongan untuk memadamkan cahaya Allah (Islam).
Namun, lanjut Ibn Katsir, “Usaha mereka itu seperti orang yang ingin memadamkan sinar matahari atau cahaya bulan dengan tiupan mulut, jadi tidak mungkin berhasil. begitu juga dengan ajaran yang dibawah oleh Rasulullah mesti sempurna dan menang.”
Dari sini kita bisa pahami dengan jelas bahwa upaya untuk memadamkan cahaya Islam dari orang-orang kafir merupakan usaha yang tidak akan berhenti mereka lalukan. Akan tetapi, upaya mereka hanyalah sebuah tiupan mulut yang tidak akan pernah bisa sedikit pun menghalangi cahaya dinul haq (Islam) ini.
Langkah Strategis
Dengan demikian, umat Islam tidak perlu reaktif dan bersikap berlebihan. Biarkan saja mereka memasuki majelis taklim, mengawasi masjid, dan lain sebagainya, jika mereka yang datang untuk mengawasi itu memang punya kemampuan berpikir memadai, lambat laun dia akan menjadi jamaah masjid dan majelis taklim yang baik. Jika tidak, maka biarlah orang-orang itu menjadi urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Telah banyak fakta menunjukkan, bahkan hal ini terus berlangsung. Seperti Anggota Partai Rakyat Swiss (SVP) yang awalnya begitu membenci Islam, Daniel Streich, akhirnya menjadi mualaf.
Sebelumnya ia sangat menentang keras pembangunan masjid di negaranya selama kurun 1990-an. Dikabarkan pria itu malah tertarik mempelajari Al-Qur’an dan Islam.
Awalnya ia bertekad dengan memahami ajaran Islam dirinya akan mampu meruntuhkan iman kaum Muslim. Yang terjadi, ia malah terpesona dengan agama rahmatan lil alamin ini.
Semakin dalam Streich belajar Islam, semakin tenggelam dia dalam keindahan Islam. Dia akhirnya menjadi mualaf.
“Banyak perbedaan saya dapatkan ketika mempelajari Islam. Agama ini memberikan saya jawaban logis atas pertanyaan hidup penting dan tidak saya temukan di agama saya,” katanya seperti dikutip sebuah situs dalam negeri.
Situs Detik.com pada Kamis, 7 Februari 2019 pukul 09:58 WIB melansir berita tak kalah menarik tentang orang yang benci Islam lalu masuk Islam.
“Banyak teman dan koleganya yang terkejut. Mantan politisi Belanda sayap kanan Joram van Klaveren menyatakan telah masuk Islam. Padahal ia dulunya anggota partai PPV Geert Wilders, yang dikenal sebagai anti Islam.
Joram van Klaveren adalah mantan anggota parlemen sayap kanan Belanda dan tangan kanan politisi anti-Islam Geert Wilders. Kini van Klaveren mengungkapkan bahwa ia telah memeluk agama Islam. Dia dulu dikenal karena mengatakan bahwa Islam adalah “kebohongan” dan Al-Qur’an adalah “racun.””
Fakta ini seakan menuntun umat Islam untuk benar-benar mampu menampilkan ajaran Islam dalam wujud adab dan akhlak. Jadi, jangan emosi yang dikedepankan. Sekalipun terhadap para penghina Islam, jelas ada mekanisme hukum yang disediakan oleh konstitusi, kita tempuh jalur itu untuk “mendidik” mereka yang suka menghina itu agar lebih beradab dalam berbangsa dan bernegara.
Jualan Usang
Terakhir, kita mesti pahami bahwa isu radikalisme, terorisme, atau apapun yang diciptakan untuk melemahkan Islam dan umat Islam adalah jualan usang yang tidak mungkin laku bagi masyarakat yang kian hari kian cerdas. Ditambah arus informasi yang sangat terbuka serta beragam fakta mutakhir yang menjadikan akal manusia terbelalak, sebab yang membenci Islam namun mau menggunakan akal sehatnya, ternyata malah masuk Islam.
Secara historis kita bisa temukan bahwa beragam isu yang intinya adalah stigma yang deras menimpa Islam dan umat Islam terjadi sejak peristiwa WTC pada 2001. Awal mula muncul dunia percaya, namun kini, nanti dulu. Jadi tidak keliru jika dikatakan radikalisme tak lebih jualan usang yang dipaksakan, sehingga sadar atau tidak “jualan radikalisme” ini lebih mengundang tawa daripada ketakutan.
Padahal, kalau mau ditinjau dengan teliti, masalah bangsa saat ini bukanlah radikalisme, tetapi ekonomi, hutang negara, kesejahteraan rakyat, serta beragam kegaduhan yang bersumber dari moral yang buruk, karena setiap jabatan strategis di lingkup negara kerap menjadi ajang transaksi orang-orang yang tak punya orientasi hidup selain memperkaya diri dan kelompoknya sendiri.
Dengan demikian, langkah terbaik yang harus dilakukan oleh umat Islam adalah belajar tentang logika bernegara, logika hukum, serta konstitusi agar kita dapat memberikan masukan konstruktif kepada pemegang kebijakan. Sehingga, mereka bisa fokus menjalankan tugas, bukan malah seperti sekarang ini, hutang menumpuk, radikalisme yang digencarkan. Itu seperti orang kehilangan keseimbangan, sadar perutnya yang sakit ia malah minum obat sakit kepala. Allahu a’lam.*
Imam Nawawi | Aktivis Pemuda