Lisanmu Cermin Kepribadianmu

Ridhmedia
08/12/19, 08:17 WIB
RASULULLAH Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda; “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits di atas terdapat benang merah antara akhirat dengan lisan. Bahwa segala ucapan yang keluar, akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Terkait hal ini Imam an-Nawawi  berpesan;

”Setiap mukallaf harus menjaga lisannya dari setiap perkataan, kecuali ucapannya yang jelas manfaatnya, apabila belum jelas manfaatnya maka sunnahnya adalah menahan diri dari perkataan. Sebab perkataan yang mubah bisa terseret kepada yang haram atau makruh. Bahkan kenyataan seperti itu sangat banyak dan sering terjadi. Sementara keselamatan tidak dapat dinilai dengan apapun
. [al-Adzkar halaman;284]

Dari keterangan di atas, bisa dikatakan lidah itu tak ubahnya seperti senjata yang bermata dua. Apabila ia digunakan untuk ketaatan kepada Allah, dengan cara membaca al-Qur’an, dzikir, dakwah, dan sebagainya, maka pemilik lidah itu akan mendapatkan pahala darinya, yang bukan mustahil menggiring ke surga.

Sebaliknya. Jika lisan acap digunakan untuk kemaksiatan kepada Allah, seperti; berbohong, mengghibah, namimah, dan seterusnya, maka dia akan mendapatkan dosa. Dan bisa jadi menjerumuskan kepada neraka.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah satu kalimat diucapkan oleh seorang hamba melainkan Allah akan meminta pertanggungjawabannya. Apabila dia tidak bisa maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka selama sejauh timur dan barat/70.000 tahun.” [HR. Bukhari]

Sungguh dalam keseharian. Banyak orang bisa menjauhi kemaksiatan seperti mencuri, tidak memakan yang haram, berzina. Akan tetapi dia tak kuasa menjaga lisannya dari perkataan yang buruk. Padahal mudharatnya tidak kalah besar membinasakan.

Mewaspadai Hati

Lalu apa yang memiliki andil besar dalam mengatur ucapan lisan? Jawabannya adalah hati. Ingat, hati itu ibarat raja. Sedangkan anggota tubuh, termasuk lidah/lisan adalah prajuritnya. Akan tunduk kepada segala titah. Tak peduli itu baik atau buruk.

Dalam sebuah hadits, Nabi menggambarkan hati ini seperti segumpal daging yang putih, apabila orang itu berbuat dosa maka akan muncul nuqtah (titik) hitam dalam hatinya, ketika ia bertaubat maka nuqtah itu akan hilang. Jika dia berbuat dosa lagi maka nuqtah itu akan muncul lagi semakin banyak dia berbuat dosa, maka nuqtah hitam itu akan semnakin banyak hingga menutupi hatinya.

Lalu apa kaitannya hati dengan lisan. Yahya bin Muadz bekata: “Hati ini adalah periuk yang memasak segala sesuatu yang ada di dalamnya. Dan lisan adalah penutupnya. Maka lihatkah orang itu ketika ia berbicara. Karena lisannya menggambarkan apa yang ada dalam hatinya, yang manis yang asam lisannya akan menggambarkan isi hatinya. Sebagaimana halnya lidah dapat dapat merasakan hakikat dan rasa makanan yang ada di dalam periuk.”

Dengan demikian, lisan bisa menjadi cermin amalan keseluruhan seseorang. Persis yang diuraikan Yunus bin Ubeid: ”Tidaklah aku mendapatkan seorang yang rusak pada lisannya, melainkan aku dapatkan pada seluruh amalannya, jika perkataannya rusak maka rusak juga amalnya”.

Berkenaan dengan ini, ada sebuah kisah menarik yang termaktub dalam Tafsir al-Qurtubi. Dikisahkan tentang Luqman al-Hakim. Suatu ketika Luqman diminta oleh seorang untuk menyembelih domba. Dan dia meminta kepada Luqman dua bagian dari tubuh domba tersebut yang paling baik. Kemudian Luqman memotong domba tersebut dan mengambil hati dan lidahnya.

Di waktu yang sama, juga ada orang lain yang meminta kepada Luqman untuk disembelihkan domba, dan meminta kepadanya untuk membuang dua bagian dari tubuh domba tersebut yang paling buruk. Kemudian Luqman mengambil hati dan lidahnya.

Menyaksikan kejadian itu, kedua orang tersebut heran. Di mana Luqman mengambil bagian yang sama pada permintaan yang berbeda. Keduanya pun mengajukan pertanyaan kepada Luqman.

Jawab Luqman: ”Tidak ada pada anggota tubuhnya yang paling baik dari keduanya jika keduanya baik, dan tidak ada yang lebih buruk dari keduanya jika keduanya buruk”. Dari kisah di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa hati dan lisan sangat mempengaruhi seluruh anggota tubuh kita.

Sampai di sini, marilah kita tekatkan diri untuk menjaga hati, guna menyelamatkan lisan dari ucapan yang membahayakan diri. Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah memberikan tuntunan. Caranya, sibukkan hati dengan dzikir kepada Allah. Maka secara otomatis akan terhindar dari keburukan.

Allah berfirman; “Barangsiapa yang berpaling dari mengingat Rabb yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya setan yang menyesatkan, maka setan itu menjadi teman yang selalu menyertainya.” (az-Zukhrab: 36). Wallahu ‘alamu bish-shawab.*

Ibnu Sabiil | Anggota PENA Gresik, mahasiswa STAI Luqman al-Hakim | hidayatullah.com
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+