Cerita Petinggi MUI Diundang Cina, Jangankan Minum, Rokok dan Korek Semua Sudah Disediakan

Ridhmedia
21/12/19, 18:38 WIB

RIDHMEDIA - Pekan lalu publik dihebohkan dengan artikel Wall Street Journal (WSJ) yang menyebut Cina menggelontorkan dana untuk ormas Islam Indonesia agar diam soal isu minoritas Muslim Uighur di Xinjiang. Salah satu ormas yang disasar adalah Muhammadiyah.

Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah, Muhyiddin Junaidi, membantah kabar tersebut. Ia mengatakan tidak pernah diam menyuarakan pelanggaran HAM yang terjadi di Uighur.

“Kami tidak diam, tetap kami bergerak,” kata Muhyiddin dalam sebuah diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta, Jumat sore (20/12). Muhyidin adalah ketua rombongan ormas Islam Indonesia yang diundang Kedutaan Besar Cina untuk Indonesia ke Daerah Otonomi Uighur Xinjiang pada 17-24 Februari 2019.

Petinggi MUI ini lalu menceritakan beberapa fakta sekaligus kejanggalan saat ia berkunjung ke daerah tersebut. Ia menyebut, Cina telah membatasi kebebasan beragama warganya. Konsititus Cina menegaskan bahwa agama harus diterapkan di ruang-ruang tertutup, tidak boleh melakukan aktivitas agama di ruang terbuka.

Stigmasisasi juga terjadi. Setiap warga negara yang kedapatan mengenaskan jilbab ke tempat umum maka dia akan dilabeli sebagai radikal. Tak sampai di situ, warga negara yang telah mendapat label itu akan dikirim ke kamp-kamp re-education centre.

Muhyidin menjelaskan, otoritas Cina juga mempersulit umat Islam yang hendak melakukan ibadah wajib, seperti salat. Bahkan, kata dia, larangan itu ia rasakan saat berkunjung ke China.

Saat tiba di Kota Xinjiang, Muhyiddin meminta kepada perwakilan China Islamic Association (CIA) untuk diantar salat subuh di masjid. Namun ia tak menuangkan jawaban yang ja peroleh. “Masjidnya jauh dan kami sudah membawa ke sana, karena suhu udara sangat dingin,” kata dia mengingat momen tersebut.

Tak sampai di situ, hal serupa juga terjadi saat memasuki waktu duhur. Muhyiddin kembali meminta diantar untuk salat berjamaah. Namun lagi-lagi jawaban yang diterima masih sama. “Mulai saat itu kami curiga,” kata dia.

Kecurigaan rombongan Muhyiddin membuat saat memperhatikan fasilitas hotel. Ia menyebut hotel yang disediakan seperti baru saja direnovasi. Secara spesifik ia memperhatikan arah kiblat yang nampaknya baru saja dipasang.

“Tampak jelas mana yang asli dan baru dibikin,” kata dia.

Selain ormas Islam, turut serta dalam rombongan Muhyiddin beberapa wartawan asal Indonesia. Mereka mendapatkan perlakuan yang sama. Gerak-gerik para wartawan diawasi, bahkan tak diperkenankan membeli sesuatu di kota tersebut.

Ia menceritakan, di sela-sela perjalanan salah seorang wartawan tulis hendak membeli rokok. Namun, ia dihadang. “Where are you going?” ucap Muhyiddin menirukan pemandu mereka selama di Xinjiang.

Ternyata, rokok sekaligus korek telah disediakan. Selanjutnya wartawan itu hendak meminta izin untuk membeli minuman hangat karena cuaca yang sangat dingin. Namun sama saja, semua telah disediakan sehingga pemandu memiliki alasan untuk tidak mengizinkan wartawan terpisah dari rombongan.

Fakta lain adalah, rombongan ormas Islam Indonesia itu tidak dibawa ke kamp konsentrasi Uighur. Tapi diarahkan ke sebuah Museum. “Museum itu (foto-foto) seolah Muslim Uighur yang melakukan kekerasan,” kata dia semakin curiga.

Kecurigaan Muhyiddin tak sampai di situ. Ia juga menemukan fakta bahwa otoritas Cina sama sekali tidak ramah terhadap agama. “Bagi komunis, agama adalah sampah,” katanya.

Menurut pengamatan dia, otoritas Cina mencuci otak anak-anak Uighur agar antiagama. Alasannya, kata dia, mirip-mirip di Indonesia, yaitu mencegah radikalisme tumbuh di wilayah tersebut.

Usai kunjungan, Muhyiddin lalu memberikan laporan kepada Kementerian Luar Negeri. Namun, kata dia, belum ada tanggapan rill yang ia lihat. Maka itu, dia berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk mendesak Cina menghentikan kriminalisasi tersebut.

“Semoga pemerintah bisa mengerti aspirasi kami dan bisa menindaklanjuti permintaan tersebut, soal caranya itu terserah mereka,” kata dia. [ns]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+