China Jalankan Diplomasi Sikap Senyap Untuk Uighur

Ridhmedia
25/12/19, 16:35 WIB
Oleh: Haris Rusly Moti
DUNIA akan rubuh karena konsepsi multilateral untuk mewadahi dan mengatur dunia sudah tidak berguna lagi, sudah runtuh. Tak ada lagi tatanan, tak ada wasit.

Lembaga multilateral ekonomi, keuangan dan perdagangan, seperti IMF WB dan WTO sudah rubuh. Perang dagang menandai rubuhnya lembaga multilateral ekonomi, keuangan dan perdagangan. Seluruh perjanjian terkait ekonomi, keuangan dan perdagangan telah diinjak injak sendiri oleh mereka yang dulu nya meng inisiasinya.

Lembaga multilateral politik seperti PBB juga sudah rubuh. Walaupun PBB direformasi tetap tak ada gunanya juga. Karena baik Amerika maupun Israel dalam bertindak mengatasnamakan dunia tapi tak lagi menggunakan PBB sebagai alat legitimasi.

Dulu, masih ada tatanannya, ketika mau serang Irak, Amerika gak bisa langsung lakukan. Tetap saja Amerika bawa agenda ini ke PBB dan di voting terutama di pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB. Amerika masih butuh legitimasi PBB. Sekarang ini hak veto maupun legitimasi PBB sudah tak berguna lagi, tak penting lagi bagi Amerika.

Kalaupun PBB teriak tak setuju dengan operasi militer di suatu tempat misalnya, Amerika dan Israel tak peduli juga, tetap jalan saja. Misalnya kasus Suriah, tetap saja jalan. Jadi lembaga ini tinggal matinya saja. Duit untuk mengoperasikan  nya yang berasal dari minyak juga sudah kering. PBB sudah bangkrut.

Bahkan OKI,  organisasi multilateral Islam karangan Israel untuk kendalikan negara-negara Islam juga sudah di delegitimasi oleh pertemuan empat negara yang diinisiasi oleh Mahathir di Malaysia, yang dihadiri oleh Presiden Turki, Presiden Iran dan Presiden Qatar. Presiden Indonesia yang tak punya visi diplomatik, hanya tau nya infrastruktur dan kaum millenial, tidak hadir di acara itu. Pertemuan empat negara Islam itu bahkan usulkan emas untuk jadi alat tukar secara bilateral antara negara negara Islam, selama ini emas hanya jadi koleteral. Bayangkan upaya lindung nilai menggunakan emas sebagai alat tukar.

Sekarang ini eranya BILATERAL, lupakan MULTILATERAL, tinggalkan lembaga multilateral. Di era Bilateral ini sangat ditentukan oleh hubungan silaturahmi langsung, ngopi ngopi yang intens,  antar satu negara dengan negara lainnya. Kemampuan kepala negara dan para diplomat dalam  berpikir dan bertindak menentukan keselamatan bangsa dan negara  kita. Kalau diplomat nya direkrut dari  para politisi dan relawan yang bisanya hanya  ngesot dan wisata sexs, maka mampuslah negara kita.

Sebagai contoh praktek diplomasi bilateral adalah yang dijalankan oleh China dalam kasus Uighur. Dalam meredam sikap kritis Pemerintahan negara negara Islam terhadap kasus Uighur misalnya, China menjalankan operasi diplomasi SIKAP SENYAP  yang dilakukan secara bilateral langsung dengan  dengan setiap kepala negara yang menjadi tujuannya, juga setiap Ormas maupun ulama dan tokoh Islam didekati secara langsung. Nama operasi nya: diplomasi SIKAP SENYAP.

Diplomasi SIKAP SENYAP dijalankan untuk memborgol mulut Pemerintahan negara negara yang mayoritas Islam, seperti Indonesia, dll. Agar tidak bersikap kritis terhadap pelanggaran HAM di Uighur. China tak menggunakan  lembaga  multilateral untuk jakankan diplomasi sikap senyap soal Uighur, tidak pakai PBB, tidak pakai OKI, atau sejenisnya.

Kita butuh Soekarno, Hatta dan Soedirman baru di Indonesia.

Selamat berlibur, selamat merayakan natal 2019 dan tahun baru 2020 bagi yang merayakannya.

Penulis adalah eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 dan Pemrakarsa Pusat Kajian Nusantara Pasifik
Komentar

Tampilkan

Terkini