SETELAH Nadiem sebagai Mendikbud yang ternyata menjadi Menteri "under qualified" dalam memimpin kementriannya, maka Erick Thohir menyusul sebagai menteri belepotan.
Berjaya di Garuda namun hancur di Jiwasraya. BUMN lain akan mengisi ruang media karena beraroma utang "menggunung" atau korupsi.
Kasus BUMN Jiwasraya mengejutkan. Gagal bayar senilai Rp 12,4 triliun kepada nasabah JS Saving Plan membuat pemerintah kalang kabut. Penyelidikan korupsi mulai berlangsung.
Berbagai dugaan muncul termasuk adanya alokasi untuk dana Pilpres 2019 dan Erick Thohir adalah Ketua Tim Sukses pasangan Jokowi-Maruf Amin.
Berita terakhir, Erick sang Menteri BUMN terang-terangan akan melindungi Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko yang sedang dalam proses pemeriksaan. Suatu hal yang sebenarnya janggal.
Salah satu Dewan Direksi PT Jiwasraya Harry Prasetyo pernah menjabat Tenaga Ahli Utama kedeputian III KSP Jokowi. Ini menambah kecurigaan pembobolan dana Jiwasraya untuk kepentingan Pilpres di atas.
Jika ini terkuak justru akan menjadi skandal besar. Kerugian yang ditaksir Rp 13,4 triliun jauh melebihi kasus Century dahulu.
Pemerintah yang "kebakaran jenggot" mencoba menutupi dengan mengajak holding asuransi agar dapat terhimpun dana untuk mengatasi. Tahap kedua dijajagi investor, menurut Erick.
Problema utang BUMN memang berat. Hutang emiten BUMN mencapai Rp 3.239 triliun. Jasa Konstruksi PT. WIKA, PT. PP, PT. Adhi Karya, PT. Waskita Karya menjadi penghutang terbesar.
Begitu juga dengan PT. Phapros, PT. Garuda, PT. Krakatau Steel dan PT. Indosat yang juga memiliki utang besar. Meski utang adalah wajar dalam usaha akan tetapi hutang besar akan membuat pusing dan kebangkrutan.
Belum lagi jika di dalamnya terjadi korupsi. Jika PT Jiwasraya saja bobol dan ada dugaan aliran dana ke Pilpres, bagaimana dengan BUMN lain? Adakah BUMN lain juga menjadi "sapi perahan"? Disini lembaga penegak hukum mesti bekerja serius baik Kejagung maupun KPK.
Melihat beratnya kondisi BUMN maka Menteri Erick di hadapkan pada pekerjaan yang "super berat". Trend BUMN yang merugi justru akan meluncurkan sang Ketua Timses pada langkah dan pengambilan kebijakan yang bisa serba salah.
Dengan fenomena dan watak pemerintahan yang ada maka diprediksi Erick akan menjadi menteri yang gagal. Meski untuk ini belum tentu dicopot karena kegagalan itu bersifat kolektif. Keterlibatan "orang kuat" sèlalu menjadi keniscayaan.
Dengan status sebagai Presiden saat Pilpres, maka otoritas yang ada bisa bebas bergerak menghimpun dana. Swasta ataupun plat merah. Sayang KPK sedang dimandulkan sehingga ceritra menjadi berbeda.
Meskipun demikian kekuasaan atau jabatan yang didapat dengan cara licik akan menuai akibat. Balasan akan nyata dalam waktu yang tidak lama.
M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik.
Berjaya di Garuda namun hancur di Jiwasraya. BUMN lain akan mengisi ruang media karena beraroma utang "menggunung" atau korupsi.
Kasus BUMN Jiwasraya mengejutkan. Gagal bayar senilai Rp 12,4 triliun kepada nasabah JS Saving Plan membuat pemerintah kalang kabut. Penyelidikan korupsi mulai berlangsung.
Berbagai dugaan muncul termasuk adanya alokasi untuk dana Pilpres 2019 dan Erick Thohir adalah Ketua Tim Sukses pasangan Jokowi-Maruf Amin.
Berita terakhir, Erick sang Menteri BUMN terang-terangan akan melindungi Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko yang sedang dalam proses pemeriksaan. Suatu hal yang sebenarnya janggal.
Salah satu Dewan Direksi PT Jiwasraya Harry Prasetyo pernah menjabat Tenaga Ahli Utama kedeputian III KSP Jokowi. Ini menambah kecurigaan pembobolan dana Jiwasraya untuk kepentingan Pilpres di atas.
Jika ini terkuak justru akan menjadi skandal besar. Kerugian yang ditaksir Rp 13,4 triliun jauh melebihi kasus Century dahulu.
Pemerintah yang "kebakaran jenggot" mencoba menutupi dengan mengajak holding asuransi agar dapat terhimpun dana untuk mengatasi. Tahap kedua dijajagi investor, menurut Erick.
Problema utang BUMN memang berat. Hutang emiten BUMN mencapai Rp 3.239 triliun. Jasa Konstruksi PT. WIKA, PT. PP, PT. Adhi Karya, PT. Waskita Karya menjadi penghutang terbesar.
Begitu juga dengan PT. Phapros, PT. Garuda, PT. Krakatau Steel dan PT. Indosat yang juga memiliki utang besar. Meski utang adalah wajar dalam usaha akan tetapi hutang besar akan membuat pusing dan kebangkrutan.
Belum lagi jika di dalamnya terjadi korupsi. Jika PT Jiwasraya saja bobol dan ada dugaan aliran dana ke Pilpres, bagaimana dengan BUMN lain? Adakah BUMN lain juga menjadi "sapi perahan"? Disini lembaga penegak hukum mesti bekerja serius baik Kejagung maupun KPK.
Melihat beratnya kondisi BUMN maka Menteri Erick di hadapkan pada pekerjaan yang "super berat". Trend BUMN yang merugi justru akan meluncurkan sang Ketua Timses pada langkah dan pengambilan kebijakan yang bisa serba salah.
Dengan fenomena dan watak pemerintahan yang ada maka diprediksi Erick akan menjadi menteri yang gagal. Meski untuk ini belum tentu dicopot karena kegagalan itu bersifat kolektif. Keterlibatan "orang kuat" sèlalu menjadi keniscayaan.
Dengan status sebagai Presiden saat Pilpres, maka otoritas yang ada bisa bebas bergerak menghimpun dana. Swasta ataupun plat merah. Sayang KPK sedang dimandulkan sehingga ceritra menjadi berbeda.
Meskipun demikian kekuasaan atau jabatan yang didapat dengan cara licik akan menuai akibat. Balasan akan nyata dalam waktu yang tidak lama.
M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik.