Penulis: Tony Rosyid
Dalam sebuah rapat rutin di MPI (Majelis Pelayan Indonesia), kami sempat membicang tentang Anies Baswedan. Bachtiar Nasir, tokoh yang akrab dipanggil UBN itu nyeletuk. Seperti enggak sengaja. Menyebut Anies dengan sebutan “Gubernur Indonesia”.
Semua peserta rapat yang cuma beberapa orang itu terhenyak. Kaget. Ada istilah baru, asing, tapi sepertinya pas banget buat Anies Baswedan. Dapat ilham dari mana mantan ketua GNPF MUI ini.
“Nah, ini bagus”, kataku. Ijin UBN, besok saya mau tulis. Bachtiar Nasir enggak keberatan. Begitu juga dengan yang lain.
Maklum, seorang penulis enggak bisa diam saat dapat ide dan gagasan baru. Dan ini kebiasaanku. Ide muncul, buka HP, lalu tulis. Sekalipun lagi naik motor antar anak sekolah. Dan artikel ini aku tulis di atas motor, pinggir jalan persis di depan gerbang sekolah SMA anak. Terkadang menulis sambil nyetir mobil saat jalan tersendat. Alhamdulillah, sekali nabrak gojek, dan sekali nabrak mobil. Nasib! Begitulah jika menulis menjadi hobi.
Pagi hari usai rapat di MPI. Saya tulis artikel. Di dalam artikel aku sebut “Anies Gubernur Indonesia”. Hari itu aku kirim ke sejumlah media, yang memang setia menunggu setiap tulisanku. Terima kasih buat kalian semua. Para pejuang dan penjaga pilar demokrasi yang hebat-hebat. Juga aku kirim ke media sosial. Viral!
Malam harinya, Maruarar Sirait pres rilis. Hampir semua tv meliput. Sebagai ketua Steering committee (SC) Piala Presiden 2018, ia minta maaf kepada Anies, “Gubernur Indonesia” atas peristiwa di GBK. Dimana Anies sempat dicegat Paspampres, enggak boleh naik panggung mendampingi Persija saat penyerahan piala (17/2/2018). Kejadian yang sempat membuat bumi Indonesia heboh.
Maruarar Sirait menyebut Anies sebagai “Gubernur Indonesia”. Entah ia habis baca tulisanku, atau faktor kebetulan belaka. Tapi sejak itu, kata “Gubernur Indonesia” melekat di nama Anies Baswedan dan sangat terkenal hingga hari ini.
Soal Anies disebut “Gubernur Indonesia” aku tulis sebab punya logika yang sangat kuat. Pertama, Anies gubernur di ibu kota. Jakarta merepresentasikan Indonesia. Bicara jantungnya Indonesia ya Jakarta.
Kedua, Anies mendapat dukungan secara nasional saat pilgub. Bahkan sejumlah ulama pesantren dan para saudagar membiayai kepulangan para santri asal Jakarta buat nyoblos (menggunakan hak pilihnya). Kehadiran Anies seolah bukan semata kepentingan warga Jakarta, tapi kepentingan rakyat Indonesia.
Ketiga, Anies membuktikan kerjanya sebagai gubernur, bahkan kepala daerah terbaik. Anies mendapatkan Anugerah sebagai gubernur terbaik di even “Anugerah Indonesia Maju 2019”. Penghargaan diberikan oleh Suara Ekonomi dan Rakyat Merdeka.
Tak kurang dari 22 penghargaan Anies peroleh selama kurun waktu dua tahun memimpin DKI. Bahkan di era Anies realisasi investasi tercatat mencapai titik tertinggi di sepanjang sejarah di DKI (7/11).
kalau mau membandingkan dengan gubernur-gubernur sebelumnya, penghargaan dan data-data ini bisa menjadi ukuran dan standar yang obyektif. Tidak dengan opini, pendapat orang atau imajinasi yang terkadang lebih banyak berupa fitnah atau kampanye hitam.
Tak etis membanding-bandingkan para pemimpin DKI. Mereka semua punya kontribusi yang perlu diapresiasi. Tapi, ada pihak-pihak yang sepertinya berupaya mengganggu Anies, lalu membandingkannya dengan gubernur sebelumnya secara enggak obyektif. Karena dibangun lewat opini, imajinasi, bahkan lebih banyak berupa fitnah. Bikin gaduh. Kontra-produktif dengan pola kerja, karakter dan narasi Anies yang teduh. Itulah tantangan dan ujian bagi Anies. Risiko seorang pemimpin.
Dengan sejumlah prestasi itu, akhir bulan lalu, tepatnya tanggal 26 Nopember, Anies terpilih menjadi ketua APPSI (Asosiasi Pemerintahan Propinsi Seluruh Indonesia). Terpilihnya Anies menjadi ketua APPSI seolah mengkonfirmasi sekaligus menjadi jawaban kalau Anies layak buat disebut sebagai “Gubernur Indonesia”.
kenapa rakyat begitu cepat menerima dan antusias terhadap sebutan Anies sebagai “Gubernur Indonesia” bahkan ikut menviralkannya, sebab menganggap Anies berkapasitas dan layak menjadi pemimpin nasional. Bahkan dalam sejumlah event, enggak jarang masyarakat berteriak: “presiden…presiden…presiden…”
Sebelum pilpres 2019, Anies dibujuk dan didorong oleh sejumlah ketum partai dan pimpinan ormas besar buat nyapres. Kepada mereka dan juga kepada publik Anies tegas; ia mau menuntaskan tugasnya di DKI dan memberikan kesempatan bagi Pak Prabowo buat mengadu keberuntungan kali kedua. Walaupun Prabowo akhirnya gagal buat kedua kalinya. Mungkin sebab melawan orang yang sama. Apakah Prabowo bakal mencoba lagi buat ketiga kalinya? Tak menutup kemungkinan. Kita tunggu tanggal mainnya.
Pilpres selesai dan presiden belum dilantik, suara dari penjuru Indonesia muncul “Anies for Presiden 2024”. Bahkan televisi dan media-media mainstream ikut membicarakan itu. Tidak cuma media, survei LSI Denny JA dan Indobarometer menempatkan Anies sebagai calon presiden 2024 yang paling potensial.
Dari data-data dan fakta-fakta yang terungkap itu, maka ada alasan logis bagi rakyat memberi julukan dan memanggil Anies sebagai “Gubernur Indonesia”. (*)
Depan Pintu Gerbang SMA di Depok, 5/12/2019