RIDHMEDIA - Hina Nabi Muhammad Dan Al-Quran, Dosen Ini Hadapi Hukuman Mati
Laporan: Amelia Fitriani
3 menit
Seorang akademisi di Pakistan terpaksa menghadapi hukuman mati karena terjerat kasus penistaan agama. Dia adalah Junaid Hafeez, seorang dosen di Universitas Bahauddin Zakariya di kota Multan, Pakistan tengah.
Dia dituduh telah menghina Nabi Muhammad dan kitab suci Al-Quran secara lisan dan juga tulisan melalui Facebook pada tahun 2013 lalu.
Pengadilan di Multan yang menangani kasus tersebut akhir pekan ini menjatuhi hukuman mati pada Hafeez setelah proses persidangan yang panjang.
Dia ditahan sejak di sel isolasi sejak tahun 2014 atas masalah keamanan. Hal itu terjadi setelag pengacaranya, yang juga merupakan aktivis hak asasi terkemuka Rashid Rehman, dibunuh.
Pembunuhan itu terjadi setelah Rehman diancam di pengadilan terbuka oleh para pemimpin agama dan pengacara yang terkait dengan penuntutan.
Sejak saat itu, Hafeez ditahan dengan keamanan ketat dan persidangan dilakukan dengan keamanan tinggi.
Pengacara Hafeez saat ini tidak diidentifikasi dan berbicara ke publik dengan syarat anonim karena alasan keamanan. Dia menggambarkan suasana dalam persidangan akhir pekan ini seperti intimidasi.
"Kegagalan untuk menangkap orang-orang yang menembak mati Rehman mengisyaratkan impunitas bagi calon penjaga lainnya," kata pengacara dan keluarga Hafeez dalam sebuah pernyataan yang dirilis setelah putusan pengadilan tersebut.
"Mungkinkah ada hakim dalam keadaan seperti itu mengambil risiko melakukan keadilan? Mereka yang bisa dipindahkan dari distrik atau mendapat tekanan oleh kelompok pengacara yang beroperasi sebagai mafia," tambahnya.
Dia juga menambahkan bahwa Hafeez ditahan dalam kondisi buruk.
"Dia (Hafeez) sangat gelisah. Dia tidak bisa berbicara dengan sangat koheren," katanya.
"Ketika saya bertemu dengannya di awal (kasus ini), dia akan menemui saya dengan senyum dan memiliki banyak gairah, setelah bertahun-tahun dalam kurungan isolasi, itu berdampak pada seseorang," tambahnya, seperti dimuat Al Jazeera.
Menanggapi putusan itu, kelompok HAM yang berbasis di Inggris, Amnesty International menilai bahwa putusan itu tidak ubahnya seperti parodi.
"Hukuman mati Junaid Hafeez adalah keguguran keadilan," kata peneliti Pakistan di Amnesty International Rabia Mehmood.
"Putusan pengadilan Multan sangat mengecewakan dan mengejutkan. Seluruh kasus Junaid dan persidangan panjangnya tidak adil dan tidak benar," tambahnya.[rmol]
Laporan: Amelia Fitriani
3 menit
Seorang akademisi di Pakistan terpaksa menghadapi hukuman mati karena terjerat kasus penistaan agama. Dia adalah Junaid Hafeez, seorang dosen di Universitas Bahauddin Zakariya di kota Multan, Pakistan tengah.
Dia dituduh telah menghina Nabi Muhammad dan kitab suci Al-Quran secara lisan dan juga tulisan melalui Facebook pada tahun 2013 lalu.
Pengadilan di Multan yang menangani kasus tersebut akhir pekan ini menjatuhi hukuman mati pada Hafeez setelah proses persidangan yang panjang.
Dia ditahan sejak di sel isolasi sejak tahun 2014 atas masalah keamanan. Hal itu terjadi setelag pengacaranya, yang juga merupakan aktivis hak asasi terkemuka Rashid Rehman, dibunuh.
Pembunuhan itu terjadi setelah Rehman diancam di pengadilan terbuka oleh para pemimpin agama dan pengacara yang terkait dengan penuntutan.
Sejak saat itu, Hafeez ditahan dengan keamanan ketat dan persidangan dilakukan dengan keamanan tinggi.
Pengacara Hafeez saat ini tidak diidentifikasi dan berbicara ke publik dengan syarat anonim karena alasan keamanan. Dia menggambarkan suasana dalam persidangan akhir pekan ini seperti intimidasi.
"Kegagalan untuk menangkap orang-orang yang menembak mati Rehman mengisyaratkan impunitas bagi calon penjaga lainnya," kata pengacara dan keluarga Hafeez dalam sebuah pernyataan yang dirilis setelah putusan pengadilan tersebut.
"Mungkinkah ada hakim dalam keadaan seperti itu mengambil risiko melakukan keadilan? Mereka yang bisa dipindahkan dari distrik atau mendapat tekanan oleh kelompok pengacara yang beroperasi sebagai mafia," tambahnya.
Dia juga menambahkan bahwa Hafeez ditahan dalam kondisi buruk.
"Dia (Hafeez) sangat gelisah. Dia tidak bisa berbicara dengan sangat koheren," katanya.
"Ketika saya bertemu dengannya di awal (kasus ini), dia akan menemui saya dengan senyum dan memiliki banyak gairah, setelah bertahun-tahun dalam kurungan isolasi, itu berdampak pada seseorang," tambahnya, seperti dimuat Al Jazeera.
Menanggapi putusan itu, kelompok HAM yang berbasis di Inggris, Amnesty International menilai bahwa putusan itu tidak ubahnya seperti parodi.
"Hukuman mati Junaid Hafeez adalah keguguran keadilan," kata peneliti Pakistan di Amnesty International Rabia Mehmood.
"Putusan pengadilan Multan sangat mengecewakan dan mengejutkan. Seluruh kasus Junaid dan persidangan panjangnya tidak adil dan tidak benar," tambahnya.[rmol]