RIDHMEDIA - Abduweli Ayup, Muslim Uighur yang kini tinggal di pengasingan, tidak asing dengan tanda tangan seorang petinggi Partai Komunis Cina (PKC) yang kini menjadi perbincangan dunia.
“Ya, itu tanda tangan Zhu Hailun. Orang yang ingin mengendalikan kekuasaan dengan tangannya,” kata Ayup, mantan penerjeman di Kashgar ketika Zhu menjadi pejabat tinggi kota.
Zhu Hailun kini lebih populer dari Presiden Cina Xi Jinping, atau mungkin Jack Ma — pendiri Alibaba. Ia adalah arsitek penindasan dan pendiri kamp reedukasi massal Muslim Uighurs, yang berisi satu juta orang.
Associated Press menulis setelah kerusuhan berdarah satu dekade lalu, Partai Komunis Cina (PKC) mencari sosok langka untuk memulihkan ketertiban di Xinjiang — tanah Muslim Uighur.
Muslim Uighur adalah minoritas keturunan Turki. Mayoritas pemeluk Islam, dan setia pada tradisi leluhur.
Pilihan PKC jatuh pada Zhu Hailun, pejabat Cina dari etnis Han. Zhu mengenal budaya lokal. Ia bicara Bahasa Uighur tidak ubahnya orang-orang di Kashgar, Urumqi, atau desa-desa di Xinjiang.
Namun Zhu tidak pernah menjadi figur disukai Muslim Uighur. Ia adalah sosok paling dibenci. Terlebih saat memerintah Xinjiang.
Lahir tahun 1958 di Jiangsu, masa remaja Zhu dilewati saat Cina dilanda Revolusi Kebudayaan. Ia dikirim ke Kargilik, jauh di jantung Uighur di Xianjiang.
Zhu bergabung dengan PKC tabun 1980, dan pindah ke birokrasi Xinjiang untuk memimpin kota. Menjelang 90-an, Zhu menjadi sangat fasih berbahasa Uighur.
Seorang Uighur di pengasingan menggambarkan Zhu sebagai figur yang mampu mengatasi persoalan politik di Xinjiang. Namun, setelah penangkapan dan penumpasan etnis, orang Uighur membencinya.
“Dia rubah yang licik. Bahkan dari jenis yang sangat licik, dan bermain dengan otak,” ujar pengusaha Uighur di pengasingan itu. “Dia adalah karakter kunci kebijakan PKC untu mengendalikan Xinjiang Selatan.”
Ayup mengenal Zhu tahun 1998, ketika sang tokoh datang untuk memeriksa keadaan kota. Saat itu Zhu menggrebeg rumah penduduk pukul 03:00 dini hari. Petani merespon dengan menyanyikan lagu Zhu Hailun Akan Datang, untuk mengolok-olok.
“Zhu memberi perintah seolah petani adalah prajurit,” kata Ayup. “Orang Cina Han menguasai tanah air kami, tapi kami tidak akan pergi.”
Suatu kali, menurut Ayup, Zhu mengeluh kepada pejabat kota bahwa petani marah karena diperintah menanam tanaman tertentu. Petani yang marah itu diam-diam mendukung ekstremisme.
“Tiba-tiba dia menyebut Alquran sebagai kitab suci omong kosong,” kenang Ayup.
Ayup melanjutkan; “Saat itu, Zhu mengatakan Tuhan kalian benar-benar sampah.” Zhu juga membandingkan budaya Uighur dengan Afghanistan, yang perlu modernisasi.
Zhu, lanjut Ayup, melihat dirinya sebagai penyelamat. Zhu berpikir datang untuk membawa modernisasi, kehidupan modern, dan ideologi modern, ke masyarakat Uighur.
Beberapa bulan setelah kerusuhan 5 Juli 2009 di Urumqi, yang menelan korban tewas mencapai ratusan, Zhu ditunjuk untuk menggantikan walikota. Biasanya, Beijing mengirim pejabat dari kota lain, tapi kali ini tidak.
Zhu, yang dianggap lebih tangguh, harus mengambil alih kota dan seluruh propinsi Xinjiang.
Setelah diangkap, Zhu bersembunyi di kantor polisi selama tiga hari. Ia bersumpah untuk mempeketat cengkeraman pemerintah.
Ia memulai penindasan dengan menyerbu permukiman Uighur, mengumpulkan ratusan orang untuk diadili. Ia memasang puluhan ribu kamera pengintai di semua sudut kota.
Alih-alih meredakan konflik antaretnis di Xinjiang, tindakan keras Zhu membuat perlawanan Uighur lebih mengeras. April 2014 Presiden Xi Jinping mengunjungi Xinjiang. Setelah Presiden Xi pergi, bom meledak di Stasiun Kereta Urumqi, menewaskan tiga orang, melukai 79.
Tahun 2016, Beijing menunjuk Chen Quanguo sebagai pemimpin baru Xinjiang. Zhu menjadi tangan kanannya. Zhu meletakan dasar bagi sistem pengawasan negara, yang secara otomatis mengidentifikasi target penangkapan.
Setelah kedatangan Chen, ribuan Muslim Uighur menghilang. Dokumen yang bocor menunjukan Zhu mengarahkan penangkapan massal, dan menandatangani surat perintah penangkapan berdasarkan pemantauan digital.
Ia juga memerintahkan pengawasan terhadap orang-orang yang pernah ke luar negeri. Televisi pemerintah Cina juga memperlihatkan bagaimana Zhu melakukan tur tanpa henti ke kamp-kamp tawahan massal Muslim Uighur, kantor polisi, pos pemeriksaan, dan lainnya.
Zhu mngundurkan diri tahun lalu, saat usianya 60 tahun. Chen tetap di posisinya. [mc]
“Ya, itu tanda tangan Zhu Hailun. Orang yang ingin mengendalikan kekuasaan dengan tangannya,” kata Ayup, mantan penerjeman di Kashgar ketika Zhu menjadi pejabat tinggi kota.
Zhu Hailun kini lebih populer dari Presiden Cina Xi Jinping, atau mungkin Jack Ma — pendiri Alibaba. Ia adalah arsitek penindasan dan pendiri kamp reedukasi massal Muslim Uighurs, yang berisi satu juta orang.
Associated Press menulis setelah kerusuhan berdarah satu dekade lalu, Partai Komunis Cina (PKC) mencari sosok langka untuk memulihkan ketertiban di Xinjiang — tanah Muslim Uighur.
Muslim Uighur adalah minoritas keturunan Turki. Mayoritas pemeluk Islam, dan setia pada tradisi leluhur.
Pilihan PKC jatuh pada Zhu Hailun, pejabat Cina dari etnis Han. Zhu mengenal budaya lokal. Ia bicara Bahasa Uighur tidak ubahnya orang-orang di Kashgar, Urumqi, atau desa-desa di Xinjiang.
Namun Zhu tidak pernah menjadi figur disukai Muslim Uighur. Ia adalah sosok paling dibenci. Terlebih saat memerintah Xinjiang.
Lahir tahun 1958 di Jiangsu, masa remaja Zhu dilewati saat Cina dilanda Revolusi Kebudayaan. Ia dikirim ke Kargilik, jauh di jantung Uighur di Xianjiang.
Zhu bergabung dengan PKC tabun 1980, dan pindah ke birokrasi Xinjiang untuk memimpin kota. Menjelang 90-an, Zhu menjadi sangat fasih berbahasa Uighur.
Seorang Uighur di pengasingan menggambarkan Zhu sebagai figur yang mampu mengatasi persoalan politik di Xinjiang. Namun, setelah penangkapan dan penumpasan etnis, orang Uighur membencinya.
“Dia rubah yang licik. Bahkan dari jenis yang sangat licik, dan bermain dengan otak,” ujar pengusaha Uighur di pengasingan itu. “Dia adalah karakter kunci kebijakan PKC untu mengendalikan Xinjiang Selatan.”
Ayup mengenal Zhu tahun 1998, ketika sang tokoh datang untuk memeriksa keadaan kota. Saat itu Zhu menggrebeg rumah penduduk pukul 03:00 dini hari. Petani merespon dengan menyanyikan lagu Zhu Hailun Akan Datang, untuk mengolok-olok.
“Zhu memberi perintah seolah petani adalah prajurit,” kata Ayup. “Orang Cina Han menguasai tanah air kami, tapi kami tidak akan pergi.”
Suatu kali, menurut Ayup, Zhu mengeluh kepada pejabat kota bahwa petani marah karena diperintah menanam tanaman tertentu. Petani yang marah itu diam-diam mendukung ekstremisme.
“Tiba-tiba dia menyebut Alquran sebagai kitab suci omong kosong,” kenang Ayup.
Ayup melanjutkan; “Saat itu, Zhu mengatakan Tuhan kalian benar-benar sampah.” Zhu juga membandingkan budaya Uighur dengan Afghanistan, yang perlu modernisasi.
Zhu, lanjut Ayup, melihat dirinya sebagai penyelamat. Zhu berpikir datang untuk membawa modernisasi, kehidupan modern, dan ideologi modern, ke masyarakat Uighur.
Beberapa bulan setelah kerusuhan 5 Juli 2009 di Urumqi, yang menelan korban tewas mencapai ratusan, Zhu ditunjuk untuk menggantikan walikota. Biasanya, Beijing mengirim pejabat dari kota lain, tapi kali ini tidak.
Zhu, yang dianggap lebih tangguh, harus mengambil alih kota dan seluruh propinsi Xinjiang.
Setelah diangkap, Zhu bersembunyi di kantor polisi selama tiga hari. Ia bersumpah untuk mempeketat cengkeraman pemerintah.
Ia memulai penindasan dengan menyerbu permukiman Uighur, mengumpulkan ratusan orang untuk diadili. Ia memasang puluhan ribu kamera pengintai di semua sudut kota.
Alih-alih meredakan konflik antaretnis di Xinjiang, tindakan keras Zhu membuat perlawanan Uighur lebih mengeras. April 2014 Presiden Xi Jinping mengunjungi Xinjiang. Setelah Presiden Xi pergi, bom meledak di Stasiun Kereta Urumqi, menewaskan tiga orang, melukai 79.
Tahun 2016, Beijing menunjuk Chen Quanguo sebagai pemimpin baru Xinjiang. Zhu menjadi tangan kanannya. Zhu meletakan dasar bagi sistem pengawasan negara, yang secara otomatis mengidentifikasi target penangkapan.
Setelah kedatangan Chen, ribuan Muslim Uighur menghilang. Dokumen yang bocor menunjukan Zhu mengarahkan penangkapan massal, dan menandatangani surat perintah penangkapan berdasarkan pemantauan digital.
Ia juga memerintahkan pengawasan terhadap orang-orang yang pernah ke luar negeri. Televisi pemerintah Cina juga memperlihatkan bagaimana Zhu melakukan tur tanpa henti ke kamp-kamp tawahan massal Muslim Uighur, kantor polisi, pos pemeriksaan, dan lainnya.
Zhu mngundurkan diri tahun lalu, saat usianya 60 tahun. Chen tetap di posisinya. [mc]