PEMEGANG bintang kehormatan klas II Korea Utara, Comrade Ristiyanto, seorang Sukarnoist tulen, tiba-tiba kirim pesan "Rocky Gerung Salah Tentang Pancasila."
Bikin kaget. Saya sedang membaca esai Syahganda Nainggolan seputar Ideology, "Philosophische Grondslag”, dan “Weltanschauung”.
Ngeri bahasannya. Berat. Panjang. Lebar. Dalem. Tapi menarik. In short; Super…!!
Banyak figur top ikut komentar seputar Rocky Gerung. Termasuk Jubir Rakyat Fadli Zon.
Rocky Gerung memang keren. No Rocky No Party. So they say. Tanpa Rocky, ngga ada dialektika.
Di article "Puber Pancasila", Jubir Rakyat Fadli Zon berpendapat Rocky Gerung salah soal Pancasila bisa diubah melalui amandemen. Menurut Rocky Gerung, hanya bentuk negara yang ngga bisa diubah.
Di sini saktinya Pancasila. Sekaligus sakitnya Rocky Gerung. Pancasila menggeser semua orang ke tengah. Hanya Rocky Gerung liberal kepala batu.
Pancasila membuat Budiman Sujatmiko yang berasal dari extrim left camp bergeser ke tengah jadi “Centre Left”. Syahganda Nainggolan asalnya spektrum kanan. Geser ke tengah jadi "Kanan Tengah".
Dahulu Rocky Gerung satu kubu dengan Ulil Abhsarabdalah di Kelompok Liberal. Pioneernya; Rizal "Celi" Malarangeng.
Saat itu Rocky Gerung kurang dikenal. Aman main di second layer. Ngga punya karya tulis. Ulil Abhsarabdalah bikin hetrix dengan tulisan di Kompas. Dia bilang Alquran mesti diamandement.
Di esai "Jalan California Buat Papua", Rizal Malarangeng mengutip John Quincy Adams. Dia membuktikan betapa mudah transformasi seorang Liberal menjadi fasist.
Rizal Malarangeng mempertanyakan hak pribumi atas kepemilikan wilayah dan tanah.
Dia bertanya, "Kalau kebetulan puncak sebuah gunung terlihat dari tempat perburuan sebuah suku, berhak kah suku itu mengklaim gunung itu sebagai miliknya? Kalau dianggap berhak, apa dasarnya?"
Dalam bahasa John Quincy Adams, “But what is the right of the huntsman to the forest of a thousand miles over which he has accidentally ranged in quest of prey?”.
Hanya Rocky Gerung yang konsisten dengan liberalisme-nya. Semua opini liar, kadang ngawurnya itu berdasarkan Ideologi Liberal yang dianut. Statement; "Stop meributkan ideologi" itu buktinya.
"Hanya fasis & komunis yang ngotot soal ideologi," katanya.
Dia lupa liberalisme dan anarkisme itu pun ideologi; a set of beliefs about how the world is and how it ought to be.
Pancasila bisa diubah. Yes off course. Bahkan bentuk dan negara sekali pun bisa berubah. From kingdom to republic. Perubahan itu not by constitution. Tapi by force. Berdarah-darah. Sejarah revolusi ya begitu.
Sebagai "Liberal Pengecut", Rocky Gerung hanya berani bergerak soal ubah Pancasila. Tapi Stop di masalah "Bentuk Negara".
Alasannya ada di konstitusi. Di situ Jubir Rakyat Fadli Zon menyatakan dia salah.
Frase "Pancasila bisa diubah" adalah khas pendapat liberal. Membuka pintu bagi “crawling coup d'état”. Beri peluang bagi extrim kiri-kanan untuk mendesakan agenda politik mereka mengganti NKRI dengan sesuatu yang lain.
Bahkan bila ada ISIS or pengusung teocratic state yang berusaha eksis dengan target mengubah bentuk negara, Rocky Gerung pun akan dukung.
Alasan palsunya, demi kebebasan idea dan freedom of speech. Alasan aslinya; asal bisa manggung.
Syahganda Nainggolan membuka dualisme Rocky Gerung. Di satu sisi, dia mengusung agenda liberal dengan menolak Amdal Jokowi. Ini jelas Neo-Liberal yang menguntungkan kapitalis dengan usaha menghapus fungsi negara sebagai regulator.
Di sisi satu lagi, Rocky Gerung pura-pura tidak setuju kenaikan BPJS. Dia menjadi penganut subsidi sosialist Keynesianism. Kontra konservatis "Thatcherism" kristalisasi dari Friedrich Hayek's The Constitution of Liberty.
Keanehan ini membuat Rocky Gerung menjadi "Liberal Gak Jelas". Satu-satunya alasan adalah dia ingin menggebuk Jokowi dengan segala cara.
Tipikal Liberal adalah double standard. Ciri itu ada pada Rocky Gerung. Dia menyerang kubu "Saya Pancasila" sebagai Grup Sok tau.
Di saat bersamaan dia menuding Jokowi ngga ngerti Pancasila. Secara tak langsung, Rocky Gerung ingin bilang dia yang paling tau soal Pancasila.
Menurut saya, itu hipokrit...!!
Penulis adalah aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak)
Bikin kaget. Saya sedang membaca esai Syahganda Nainggolan seputar Ideology, "Philosophische Grondslag”, dan “Weltanschauung”.
Ngeri bahasannya. Berat. Panjang. Lebar. Dalem. Tapi menarik. In short; Super…!!
Banyak figur top ikut komentar seputar Rocky Gerung. Termasuk Jubir Rakyat Fadli Zon.
Rocky Gerung memang keren. No Rocky No Party. So they say. Tanpa Rocky, ngga ada dialektika.
Di article "Puber Pancasila", Jubir Rakyat Fadli Zon berpendapat Rocky Gerung salah soal Pancasila bisa diubah melalui amandemen. Menurut Rocky Gerung, hanya bentuk negara yang ngga bisa diubah.
Di sini saktinya Pancasila. Sekaligus sakitnya Rocky Gerung. Pancasila menggeser semua orang ke tengah. Hanya Rocky Gerung liberal kepala batu.
Pancasila membuat Budiman Sujatmiko yang berasal dari extrim left camp bergeser ke tengah jadi “Centre Left”. Syahganda Nainggolan asalnya spektrum kanan. Geser ke tengah jadi "Kanan Tengah".
Dahulu Rocky Gerung satu kubu dengan Ulil Abhsarabdalah di Kelompok Liberal. Pioneernya; Rizal "Celi" Malarangeng.
Saat itu Rocky Gerung kurang dikenal. Aman main di second layer. Ngga punya karya tulis. Ulil Abhsarabdalah bikin hetrix dengan tulisan di Kompas. Dia bilang Alquran mesti diamandement.
Di esai "Jalan California Buat Papua", Rizal Malarangeng mengutip John Quincy Adams. Dia membuktikan betapa mudah transformasi seorang Liberal menjadi fasist.
Rizal Malarangeng mempertanyakan hak pribumi atas kepemilikan wilayah dan tanah.
Dia bertanya, "Kalau kebetulan puncak sebuah gunung terlihat dari tempat perburuan sebuah suku, berhak kah suku itu mengklaim gunung itu sebagai miliknya? Kalau dianggap berhak, apa dasarnya?"
Dalam bahasa John Quincy Adams, “But what is the right of the huntsman to the forest of a thousand miles over which he has accidentally ranged in quest of prey?”.
Hanya Rocky Gerung yang konsisten dengan liberalisme-nya. Semua opini liar, kadang ngawurnya itu berdasarkan Ideologi Liberal yang dianut. Statement; "Stop meributkan ideologi" itu buktinya.
"Hanya fasis & komunis yang ngotot soal ideologi," katanya.
Dia lupa liberalisme dan anarkisme itu pun ideologi; a set of beliefs about how the world is and how it ought to be.
Pancasila bisa diubah. Yes off course. Bahkan bentuk dan negara sekali pun bisa berubah. From kingdom to republic. Perubahan itu not by constitution. Tapi by force. Berdarah-darah. Sejarah revolusi ya begitu.
Sebagai "Liberal Pengecut", Rocky Gerung hanya berani bergerak soal ubah Pancasila. Tapi Stop di masalah "Bentuk Negara".
Alasannya ada di konstitusi. Di situ Jubir Rakyat Fadli Zon menyatakan dia salah.
Frase "Pancasila bisa diubah" adalah khas pendapat liberal. Membuka pintu bagi “crawling coup d'état”. Beri peluang bagi extrim kiri-kanan untuk mendesakan agenda politik mereka mengganti NKRI dengan sesuatu yang lain.
Bahkan bila ada ISIS or pengusung teocratic state yang berusaha eksis dengan target mengubah bentuk negara, Rocky Gerung pun akan dukung.
Alasan palsunya, demi kebebasan idea dan freedom of speech. Alasan aslinya; asal bisa manggung.
Syahganda Nainggolan membuka dualisme Rocky Gerung. Di satu sisi, dia mengusung agenda liberal dengan menolak Amdal Jokowi. Ini jelas Neo-Liberal yang menguntungkan kapitalis dengan usaha menghapus fungsi negara sebagai regulator.
Di sisi satu lagi, Rocky Gerung pura-pura tidak setuju kenaikan BPJS. Dia menjadi penganut subsidi sosialist Keynesianism. Kontra konservatis "Thatcherism" kristalisasi dari Friedrich Hayek's The Constitution of Liberty.
Keanehan ini membuat Rocky Gerung menjadi "Liberal Gak Jelas". Satu-satunya alasan adalah dia ingin menggebuk Jokowi dengan segala cara.
Tipikal Liberal adalah double standard. Ciri itu ada pada Rocky Gerung. Dia menyerang kubu "Saya Pancasila" sebagai Grup Sok tau.
Di saat bersamaan dia menuding Jokowi ngga ngerti Pancasila. Secara tak langsung, Rocky Gerung ingin bilang dia yang paling tau soal Pancasila.
Menurut saya, itu hipokrit...!!
Penulis adalah aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak)