Sekertaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas/Republika Online |
Sekjen MUI, Anwar Abbas menilai, pangkal masalah kasus tersebut adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Gerakan sparatisme berangkat dari diskriminasi dan penindasan, seperti yang terjadi di Uighur yang dilakukan oleh pemerintah China.
"Kalau bagi saya, biang keladinya itu (pelanggaran HAM). Yang jadi pangkal sebab musabab diinjak-injaknya hak asasi rakyat Uighur, terutama hak beragama mereka, akhirnya muncullah pemikiran untuk memisahkan diri," ujar Anwar di Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (26/12).
Karena itu, Anwar menilai kasus di Uighur murni pelanggaran HAM lantaran kebebasan bergama yang dirampas oleh pemerintah China. Meskipun imbasnya bergulir isu sparatisme seperti disampaikan beberapa pihak.
"Jadi kalau pemerintah China ingin Uighur tidak memisahkan diri, ya jangan langgar hak-hak mereka. Saya gitu aja logikanya," tutur Ketua PP Muhammadiyah ini.
Lebih lanjut, Anwar meminta pemerintah China untuk menghargai agama dan kebebasan beragama bagi etnis minoritas muslim Uighur di Xinjiang.
"Kita minta satu saja, menghormati dan menghargai agama dan hak bergama dari masyarakat Uighur di Xinjiang yang mayoritas beragama Islam," kata Anwar.
Meskipun, ia memandang wajar jika etnis minoritas Muslim di negeri tirai bambu itu berubah menjadi gerakan sparatis sekalipun. Sebab, hak untuk hidup dan kebebasan untuk beragama dirampas oleh pemerintahnya.
"Kalau itu berubah jadi sparatis ya wajar-wajar saja ya karena dia didiskriminasi hak-haknya, untuk apa gunanya dia bergabung dengan China? Tapi kalau dihormati oleh pemerintah China, untuk apa pula gunanya mereka berpisah?" demikian Anwar. [rmo]