Kisruh di Timur India, Pemerintah Tutup Akses Internet

Ridhmedia
15/12/19, 04:09 WIB
RIDHMEDIA - Otoritas India masih menutup akses internet di negara bagian Assam dan Meghalaya mulai hari Jumat (13/12/2019) dan sudah berlangsung selama 36 jam. Langkah ini dilakukan untuk mengendalikan protes terhadap Amandemen UU Warga Negara yang dinilai kontroversial dan memicu kerusuhan.

Penutupan internet di Assam dan Meghalaya telah menutup akses internet bagi 32 juta orang seperti dikutip dari techcrunch.com. Ini merupakan kebijakan yang menjadi tren di dunia digunakan oleh berbagai pemerintah untuk mencegah orang mengakses informasi yang simpang siur.

India merupakan pasar internet terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 650 juta pengguna yang terhubung.

Kerusuhan pecah di India Timur, sejumlah demonstran yang menentang UU tersebut bentrok dengan polisi. Demikian mengutip Reuters Kamis (12/12/2019).

UU Amandemen Warga Negara akan memberikan kewarganegaraan pada imigran ilegal non-Muslim dari Afganistan, Bangladesh dan Pakistan. Isi amandemen UU Warga Negara antara lain, memberikan kewarganegaraan pada imigran ilegal non-Muslim dari Afganistan, Bangladesh dan Pakistan.

Partai pendukung di parlemen dan pemerintah berdalih, UU ini merupakan bentuk perlindungan India, pada masyarakat asing yang menjadi korban "penganiayaan agama".

Namun, meski memberikan kewarganegaraan pada imigran non Muslim India, UU ini akan mengharuskan umat Muslim India untuk membuktikan kalau mereka adalah warga negara tersebut.

Sehingga ada kemungkinan, warga Muslim India, justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan. Meski demikian, aturan ini tidak berlaku untuk agama lain, karena ada kejelasan alur dalam UU tersebut.

UU yang menjadi sumber kericuhan merupakan bagian dari agenda nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi. Kelompok Islam, oposisi, kelompok hak asasi manusia menganggap UU itu bertujuan untuk memarginalkan 200 juta Muslim di India.

Namun, Modi telah membantah tuduhan ini.

Menanggapi hal ini, Amnesty International mengatakan undang-undang itu bersifat fanatik. Lembaga itu juga menyerukan agar UU itu segera dicabut.

"Di negara sekuler seperti India, mengabaikan Muslim yang dianiaya dan komunitas lain hanya karena iman mereka merupakan tindakan yang didasari ketakutan dan fanatisme," kata kelompok-kelompok hak asasi global dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari AFP, Sabtu (14/12/2019).

"Mereka juga benar-benar melanggar kewajiban internasional India." [cnb]
Komentar

Tampilkan

Terkini