Koalisi Masyarakat Sebut Pemindahan Ibu Kota Ambisius

Ridhmedia
17/12/19, 18:40 WIB
RIDHMEDIA - Beberapa LSM yang tergabung dalam Jaringan Bersihkan Indonesia menilai, rencana pemerintah memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur merupakan sebuah proyek yang terlalu ambisius dan tidak berdasarkan kajian ilmiah. Rencana ini juga disebut bukan solusi dari persoalan di Jakarta.

"Beban Kalimantan Timur dan Jakarta sudah sama. Jakarta karena beban tampung terlampaui sedangkan di Kalimantan Timur itu daya dukungnya hancur karena pertambangan, perkebunan, mau pun konsesi," kata anggota Bersihkan Indonesia, Zenzi, yang juga tergabung di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, pada Selasa, 17 Desember 2019.

Ia mengatakan alasan pemerintah memindahkan ibu kota karena kepadatan penduduk, udara dan air bersih, atau transportasi, menjadi tidak tepat. Alasan lain yaitu rawan bencana juga dinilai tak berdasar, karena Kalimantan Timur juga daerah yang rentan.

Bersihkan Indonesia, juga mengkritik rencana pemindahan ibu kota karena dinilai tidak diambil berdasarkan kajian-kajian yang matang. Pasalnya area bakal pembangunan ibu kota baru dipenuhi dengan lahan konsesi, yang tidak bisa digusur begitu saja.

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) luas keseluruhan ibu kota di Kalimantan Timur mencapai 180.965 hektar. Pada luas tersebut setidaknya mencakup empat kecamatan: Kecamatan Sepaku; Kecamatan Samboja; Kecamatan Muara Jawa; dan Kecamatan Loa Kulu, serta ratusan lahan konsesi.

Menurut laporan Bersihkan Indonesia berjudul "Ibu Kota Baru Buat Siapa?" ada 66 konsesi yambang di Kecamatan Sepaku, 10 konsesi perkebunan, 47 konsesi tambang Kecamatan Samboja, dan 31 konsesi tambang Kecamatan Muara Jawa.

Anggota Trend Asia, Yuyun Indradi, mengatakan sulit untuk membayangkan para pemegang lahan konsesi tersebut untuk merelakan lahan mereka secara sukarela. Opsi yang paling mungkin, menurutnya dilakukan ganti rugi atau tukar guling dengan lahan lain. "Terutama lahan tambang, sudah habis investasi masa mau dilepas begitu saja," kata Yuyun.

Bila yang diambil opsi tukar guling, praktik ini dikhawatirkan memunculkan konflik baru dengan masyarakat, yang bisa jadi tak terima lahan tersebut diklaim. "Kemendesakkan sekarang ya membenahi Jakarta. Bukan memindahkan problem Jakarta ke tempat lain," tuturnya.[tpc]
Komentar

Tampilkan

Terkini