RIDHMEDIA - Apa yang telah dilakukan pemerintah China bukan saja menjajah etnik Uighur yang bertentangan dengan prikemanusiaan dan prikeadilan, tetapi juga menindas mereka dari muka bumi hanya karena mereka muslim.
Aktivis kemanusiaan Marwan Batubara mengatakan, sikap pemerintah China ini sudah sangat biadab dan tidak bisa dibiarkan. “Kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan mengaku umat beragama yang percaya akan adanya Tuhan, ukan Komunis, harus segera menyatakan sikap.
Menurutnya, Presiden Jokowi, jika mengaku Pancasilais - Saya Pancasila! - dituntut untuk segera membuat pernyataan sikap NKRI, antara lain, hentikan pembantaian Etnis Eighur, Indonesia siap untuk putuskan hubungan diplomatik jika pembantaian terus berlanjut. “Go to hell with your aid and investment!.”
Sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan dan ketaatan kepada perintah Allah Yang Maha Esa, kepada saudara-saudara sebangsa dan setanah air Marwan mengajak untuk segera melakukan langkah-langkah konkrit, antara lain, boikot produk-produk China, galang persatuan rakyat, peringatkan dan lakukan aksi-aksi dan demonstrasi tanpa henti terhadap rezim dan ormas-ormas pendukung China.
Dilarang
Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah K.H. Muhyiddin Junaidi mengatakan etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, China sulit mengekspresikan agamanya karena larangan pemerintah beraliran komunis itu.
"Kami jarang menemukan pria berjenggot, perempuan berhijab," kata dia di Jakarta, Senin, ketika bercerita soal kunjungannya ke Xinjiang awal 2019 bersama perwakilan ormas Islam Indonesia beserta jurnalis dilansir Antara.
Dia mengisahkan kunjungannya ke Xinjiang tersebut untuk melakukan klarifikasi tidak adanya suap dari China agar melunak soal Uighur. Klarifikasinya itu muncul beberapa waktu setelah The Wall Street Journal mengungkap dugaan gratifikasi China ke ormas Islam Indonesia, termasuk Muhammadiyah.
Muhyiddin menjelaskan mengapa klarifikasi soal Uighur baru disampaikan akhir tahun ini. Alasannya, dia tidak ingin mendahului Kementerian Luar Negeri soal hasil kunjungan delegasi ormas Islam dan jurnalis Indonesia ke Xinjiang.
Para delegasi, kata dia, sudah menyampaikan hasil kunjungannya tetapi Kemenlu belum menyampaikan ke publik soal hasil visitasi ke Xinjiang.
Akan tetapi, dalam pengamatan ANTARA pemberitaan Wall Street baru-baru ini memicu sejumlah tokoh ormas untuk melakukan klarifikasi soal tidak adanya suap China dalam bentuk apapun agar mereka melunak dalam isu kemanusiaan etnis Uighur.
"Dalam pengamatan kami di Xinjiang, tidak ditemukan orang yang menggunakan jilbab, karena menggunakan jilbab di ruang terbuka di kawasan China dapat masuk kategori radikal," kata dia. [htc]
Aktivis kemanusiaan Marwan Batubara mengatakan, sikap pemerintah China ini sudah sangat biadab dan tidak bisa dibiarkan. “Kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan mengaku umat beragama yang percaya akan adanya Tuhan, ukan Komunis, harus segera menyatakan sikap.
Menurutnya, Presiden Jokowi, jika mengaku Pancasilais - Saya Pancasila! - dituntut untuk segera membuat pernyataan sikap NKRI, antara lain, hentikan pembantaian Etnis Eighur, Indonesia siap untuk putuskan hubungan diplomatik jika pembantaian terus berlanjut. “Go to hell with your aid and investment!.”
Sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan dan ketaatan kepada perintah Allah Yang Maha Esa, kepada saudara-saudara sebangsa dan setanah air Marwan mengajak untuk segera melakukan langkah-langkah konkrit, antara lain, boikot produk-produk China, galang persatuan rakyat, peringatkan dan lakukan aksi-aksi dan demonstrasi tanpa henti terhadap rezim dan ormas-ormas pendukung China.
Dilarang
Ketua Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah K.H. Muhyiddin Junaidi mengatakan etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, China sulit mengekspresikan agamanya karena larangan pemerintah beraliran komunis itu.
"Kami jarang menemukan pria berjenggot, perempuan berhijab," kata dia di Jakarta, Senin, ketika bercerita soal kunjungannya ke Xinjiang awal 2019 bersama perwakilan ormas Islam Indonesia beserta jurnalis dilansir Antara.
Dia mengisahkan kunjungannya ke Xinjiang tersebut untuk melakukan klarifikasi tidak adanya suap dari China agar melunak soal Uighur. Klarifikasinya itu muncul beberapa waktu setelah The Wall Street Journal mengungkap dugaan gratifikasi China ke ormas Islam Indonesia, termasuk Muhammadiyah.
Muhyiddin menjelaskan mengapa klarifikasi soal Uighur baru disampaikan akhir tahun ini. Alasannya, dia tidak ingin mendahului Kementerian Luar Negeri soal hasil kunjungan delegasi ormas Islam dan jurnalis Indonesia ke Xinjiang.
Para delegasi, kata dia, sudah menyampaikan hasil kunjungannya tetapi Kemenlu belum menyampaikan ke publik soal hasil visitasi ke Xinjiang.
Akan tetapi, dalam pengamatan ANTARA pemberitaan Wall Street baru-baru ini memicu sejumlah tokoh ormas untuk melakukan klarifikasi soal tidak adanya suap China dalam bentuk apapun agar mereka melunak dalam isu kemanusiaan etnis Uighur.
"Dalam pengamatan kami di Xinjiang, tidak ditemukan orang yang menggunakan jilbab, karena menggunakan jilbab di ruang terbuka di kawasan China dapat masuk kategori radikal," kata dia. [htc]