RIDHMEDIA - Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mengklaim tidak ada pelanggaran HAM di era Jokowi menuai polemik. Pasalnya, banyak yang meragukan ucapan Mahfud jika merujuk rangkaian peristiwa yang terjadi belakangan ini.
Di tahun 2019 saja, setidaknya ada 10 warga sipil tewas dan puluhan orang luka saat bentrok dengan aparat dalam aksi unjuk rasa pada 21-23 Mei 2019 di Jakarta. Kemudian baru-baru ini, bentrok dan kekerasan yang dialami warga oleh aparat saat eksekusi lahan di RW 11 Tamansari di Kota Bandung, Jawa Barat.
"Kasus Tamansari itu bukan pelanggaran HAM," kata Mahfud MD di ILC, Selasa malam, 17 Desember 2019.
Mahfud menjelaskan kasus Tamansari saat ini sedang berproses dan tanah yang disengketakan itu adalah milik sah Pemkot Bandung sejak 16 April 1930. "Ada buktinya itu milik Kota Bandung, beli sah, ada akta jual belinya nomor 0630. Itu milik Kota Bandung yang kemudian disewakan kepada rakyat," paparnya.
Pada tahun 2010, Pemkot Bandung di era kepemimpinan Ridwan Kamil ingin membuat rumah layak huni di atas tanah tersebut. Sehingga, pemkot memutuskan untuk tidak memperpanjang sewa tanah warga yang tinggal di RW 11 Tamansari.
Menurut Mahfud, dari 198 jumlah kepala keluarga (KK) di Tamansari ada 176 KK yang setuju direlokasi. Kemudian 22 orang tidak setuju dan minta ganti rugi, 4 diantaranya menuntut ke pengadilan dan kalah. Mereka kembali menuntut lagi ke pengadilan soal besaran ganti rugi tanah dan izin lingkungan, dan kalah lagi.
"Dan saat itu terjadi sudah bukan soal hak kepemilikan tanah lagi (langsung dieksekusi). Meskipu begitu pemerintah tidak akan main-main, sekali ada pelanggaran hukum dan ham akan ditindak tegas," ujarnya.
Sementara untuk peristiwa kerusuhan di Jakarta 21-23 Mei 2019, Mahfud juga menganggap peristiwa itu bukan pelanggaran HAM. Sekalipun terjadi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada para demonstran atau warga sipil, tapi merupakan aksi balasan karena ulah demonstran dan bukan yang sifatnya terstruktur dan terencana.
"Ketika aparat membalas itu bukan pelanggaran HAM. Kalau pelanggaran HAM itu terencana tembak orang. Kalau kerusuhan, konflik, perkelahian kasus 21-23 Mei daftar korban dari polisi juga banyak, ada kepala pecah ada yang dijahit, tapi di kalangan pendemo juga banyak, disitu tidak ada pelanggaran HAM," ungkap Mahfud.
"Kalau ada perkelahian, keributan terjadi horizontal namanya bukan pelanggaran HAM dalam istilah yang dipakai dalam dunia penegakan hukum," imbuhnya. [vn]
Di tahun 2019 saja, setidaknya ada 10 warga sipil tewas dan puluhan orang luka saat bentrok dengan aparat dalam aksi unjuk rasa pada 21-23 Mei 2019 di Jakarta. Kemudian baru-baru ini, bentrok dan kekerasan yang dialami warga oleh aparat saat eksekusi lahan di RW 11 Tamansari di Kota Bandung, Jawa Barat.
"Kasus Tamansari itu bukan pelanggaran HAM," kata Mahfud MD di ILC, Selasa malam, 17 Desember 2019.
Mahfud menjelaskan kasus Tamansari saat ini sedang berproses dan tanah yang disengketakan itu adalah milik sah Pemkot Bandung sejak 16 April 1930. "Ada buktinya itu milik Kota Bandung, beli sah, ada akta jual belinya nomor 0630. Itu milik Kota Bandung yang kemudian disewakan kepada rakyat," paparnya.
Pada tahun 2010, Pemkot Bandung di era kepemimpinan Ridwan Kamil ingin membuat rumah layak huni di atas tanah tersebut. Sehingga, pemkot memutuskan untuk tidak memperpanjang sewa tanah warga yang tinggal di RW 11 Tamansari.
Menurut Mahfud, dari 198 jumlah kepala keluarga (KK) di Tamansari ada 176 KK yang setuju direlokasi. Kemudian 22 orang tidak setuju dan minta ganti rugi, 4 diantaranya menuntut ke pengadilan dan kalah. Mereka kembali menuntut lagi ke pengadilan soal besaran ganti rugi tanah dan izin lingkungan, dan kalah lagi.
"Dan saat itu terjadi sudah bukan soal hak kepemilikan tanah lagi (langsung dieksekusi). Meskipu begitu pemerintah tidak akan main-main, sekali ada pelanggaran hukum dan ham akan ditindak tegas," ujarnya.
Sementara untuk peristiwa kerusuhan di Jakarta 21-23 Mei 2019, Mahfud juga menganggap peristiwa itu bukan pelanggaran HAM. Sekalipun terjadi kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada para demonstran atau warga sipil, tapi merupakan aksi balasan karena ulah demonstran dan bukan yang sifatnya terstruktur dan terencana.
"Ketika aparat membalas itu bukan pelanggaran HAM. Kalau pelanggaran HAM itu terencana tembak orang. Kalau kerusuhan, konflik, perkelahian kasus 21-23 Mei daftar korban dari polisi juga banyak, ada kepala pecah ada yang dijahit, tapi di kalangan pendemo juga banyak, disitu tidak ada pelanggaran HAM," ungkap Mahfud.
"Kalau ada perkelahian, keributan terjadi horizontal namanya bukan pelanggaran HAM dalam istilah yang dipakai dalam dunia penegakan hukum," imbuhnya. [vn]