RIDHMEDIA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, mengaku percaya diri Indonesia bisa mengamanatkan tugas Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berhenti impor cangkul pada 2020 mendatang.
Menteri Teten mengatakan, Krakatau Steel telah siap menyediakan bahan baku pembuatan cangkul kepada pengrajin logam di berbagai daerah, terutama Jawa.
"Pak Presiden sudah minta tahun depan untuk diminta tidak impor lagi dan kami sudah mengkoordinasikan kemarin. Intinya sebenarnya kita sanggup membuat cangkul sesuai dengan kebutuhan dalam negeri," ungkap dia di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).
Selain Krakatau Steel, Bank BRI juga disebutnya siap bantu membiayai para pengrajin logam yang banyak masih mengandalkan peralatan sederhana dalam memproduksi cangkul.
Kemenkop dan UKM sebelumnya sempat mengabarkan, kebutuhan cangkul di dalam negeri saat ini adalah sekitar 10 juta.
Setelah dihitung kembali, Menteri Teten menyatakan produksi dalam negeri sebetulnya sudah bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut.
"Selama ini kalau industri kecil dan UMKM itu sekitar 3 jutaan lah. Tapi setelah kita inventarisir lagi kemampuan kita sebenarnya bisa. Jawa Barat bisa 4 juta, Jawa Tengah 3 juta, Jawa Timur 3 juta," sebut dia.
Menurutnya, persoalan utama saat ini adalah penyaluran hasil produksi cangkul yang belum terfasilitasi lantaran keberadaan pihak pengrajin yang terpencar.
"Nah persoalannya sekarang adalah ini tidak terhubung, tidak terkoneksi dengan bahan baku karena pengrajinnya mencar-mencar menyebar. Kemarin (impor cangkul) sudah dibicarakan. Termasuk bagaimana distribusi bahan bakunya. Kalau pembiayaan sih tidak sulit karena marketnya ada, BRI mau biayai," tutupnya.
Terbanyak dari China
Presiden Jokowi sempat mengeluhkan kebiasaan Indonesia yang hobi melakukan impor cangkul. Padahal cangkul merupakan barang yang dapat diproduksi dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata Indonesia memang gemar melakukan impor cangkul setiap tahunnya, dan terbanyak dari China.
Sepanjang Januari-Oktober 2019 tercatat nilai impor cangkul mencapai USD 106.127 atau Rp 1,49 miliar, dengan volume sebanyak 292.444 kilogram (kg).
Secara rinci, impor cangkul tersebut berasal dari China sebanyak 291.437 kg dengan nilai sebesar USD 106.062. Sisanya hanya sebesar 7 kg yang berasal dari Jepang dengan nilai sebesar USD 65.
BPS bahkan mencatat, sepanjang 2015-2018 impor cangkul seluruhnya berasal dari China. Pada tahun 2015, nilai impor cangkul USD 6.589 dengan volume sebanyak 14.261 kg.
Kemudian nilainya naik tajam pada tahun 2016 menjadi sebesar USD 187.064 dengan volume sebanyak 142.783 kg.
Sebenarnya, pada tahun 2017, nilai impor cangkul sempat mengalami penurunan tajam menjadi USD 794 dengan volume 2.317 kg.
Namun, pada tahun 2018, impor cangkul tercatat kembali naik menjadi nilai USD 33.889 dengan volume sebanyak 78.100 kg.
Hingga akhir Oktober 2019, nilai impor cangkul sudah menjadi USD 106.127.[mc]
Menteri Teten mengatakan, Krakatau Steel telah siap menyediakan bahan baku pembuatan cangkul kepada pengrajin logam di berbagai daerah, terutama Jawa.
"Pak Presiden sudah minta tahun depan untuk diminta tidak impor lagi dan kami sudah mengkoordinasikan kemarin. Intinya sebenarnya kita sanggup membuat cangkul sesuai dengan kebutuhan dalam negeri," ungkap dia di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).
Selain Krakatau Steel, Bank BRI juga disebutnya siap bantu membiayai para pengrajin logam yang banyak masih mengandalkan peralatan sederhana dalam memproduksi cangkul.
Kemenkop dan UKM sebelumnya sempat mengabarkan, kebutuhan cangkul di dalam negeri saat ini adalah sekitar 10 juta.
Setelah dihitung kembali, Menteri Teten menyatakan produksi dalam negeri sebetulnya sudah bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut.
"Selama ini kalau industri kecil dan UMKM itu sekitar 3 jutaan lah. Tapi setelah kita inventarisir lagi kemampuan kita sebenarnya bisa. Jawa Barat bisa 4 juta, Jawa Tengah 3 juta, Jawa Timur 3 juta," sebut dia.
Menurutnya, persoalan utama saat ini adalah penyaluran hasil produksi cangkul yang belum terfasilitasi lantaran keberadaan pihak pengrajin yang terpencar.
"Nah persoalannya sekarang adalah ini tidak terhubung, tidak terkoneksi dengan bahan baku karena pengrajinnya mencar-mencar menyebar. Kemarin (impor cangkul) sudah dibicarakan. Termasuk bagaimana distribusi bahan bakunya. Kalau pembiayaan sih tidak sulit karena marketnya ada, BRI mau biayai," tutupnya.
Terbanyak dari China
Presiden Jokowi sempat mengeluhkan kebiasaan Indonesia yang hobi melakukan impor cangkul. Padahal cangkul merupakan barang yang dapat diproduksi dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata Indonesia memang gemar melakukan impor cangkul setiap tahunnya, dan terbanyak dari China.
Sepanjang Januari-Oktober 2019 tercatat nilai impor cangkul mencapai USD 106.127 atau Rp 1,49 miliar, dengan volume sebanyak 292.444 kilogram (kg).
Secara rinci, impor cangkul tersebut berasal dari China sebanyak 291.437 kg dengan nilai sebesar USD 106.062. Sisanya hanya sebesar 7 kg yang berasal dari Jepang dengan nilai sebesar USD 65.
BPS bahkan mencatat, sepanjang 2015-2018 impor cangkul seluruhnya berasal dari China. Pada tahun 2015, nilai impor cangkul USD 6.589 dengan volume sebanyak 14.261 kg.
Kemudian nilainya naik tajam pada tahun 2016 menjadi sebesar USD 187.064 dengan volume sebanyak 142.783 kg.
Sebenarnya, pada tahun 2017, nilai impor cangkul sempat mengalami penurunan tajam menjadi USD 794 dengan volume 2.317 kg.
Namun, pada tahun 2018, impor cangkul tercatat kembali naik menjadi nilai USD 33.889 dengan volume sebanyak 78.100 kg.
Hingga akhir Oktober 2019, nilai impor cangkul sudah menjadi USD 106.127.[mc]