Oleh: Dr Trisno Raharjo, SH, MHum
Melihat perkembangan terakhir, terdapat RUU terkait perlakuan Beijing terhadap minoritas Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, ketentuan tersebut memungkinkan Amerika mengambil tindakan terhadap pelanggaran HAM yang diduga terjadi terhadap minoritas Muslim Uighur. Bersamaan dengan hal tersebut munculah berita yang mengabarkan Ormas Islam di Indonesia telah dipengaruhi oleh Tiongkok sehingga tidak bersuara keras terhadap masalah Muslim Uighur. Hal yang dimunculkan terkait kunjungan delegasi Ormas Islam ke Xinjiang merupakan peristiwa lama yang dimunculkan lagi sekarang.
Ketika kita memperhatikan kasus Uighur, memang ada investigasi yang dilakukan media-media barat, maupun organsisasi pemerhati Hak Asasi Manusia yang menunjukkan laporan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap minoritas Muslim Uighur. Berbagai laporan terkait Hak Asasi Manusia di Tiongkok, menunjukkan ada beberapa provinsi yang memang memiliki persoalan Hak Asasi Manusia, seperti Xinjiang dan Tibet. Di Xinjiang masyarakatnya mayoritas Islam dan di Tibet masyarakatnya mayoritas Budha. Bahkan dulu Tibet pernah menjadi negara sebelum Tiongkok masuk. Sehingga pergerakan-pergerakan yang ada di dua wilayah tersebut ketika diredam oleh pemerintah Tiongkok selalu menjadi persoalan yang terhubung dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Perlawanan di kedua wilayah tersebut berdasarkan laporan dan penelitian menunjukkan perlawanan dan upaya menjadi negara merdeka. Gerakan ini oleh Pemerintahan Tiongkok dianggap sebagai gerakan Terorisme. Sehingga ada terorisme di Tibet dan Terorisme di Xinjiang. Laporan tentang HAM akan selalu berbicara seperti itu.
Memang tampaknya ada permasalahan keamanan dalam Negeri Tiongkok di Xinjiang. Kami ketika berkunjung Ibu Kota Xinjiang yakni Urumqi, kami dibawa ke salah satu tempat seperti Museum tentang pemberantasan terorisme. Di sana digambarkan bagaimana pengamanan masalah-masalah kekerasan dan terorisme. Sehingga ingin menggambarkan kepada delegasi bahwa urusan di Xinjiang adalah urusan keamanan dalam negeri Tiongkok. Itu adalah perlawanan-perlawan terhadap terorisme. Dalam satu panel digambarkan keterkaitan antara Terorisme di Xinjiang dengan ISIS.
Sementara itu, di media dimunculkan seolah-olah kita tidak bersuara, terutama media barat. Kita juga menganggap media Amerika tidak memahami laporan atau informasi yang disampaikan oleh delegasi ormas Islam dalam menggambarkan kondisi yang ada sesuai apa yang dapat dilihat seluruh delegasi ormas Islam saat berkunjung ke Xinjiang. Kemudian memunculkan pandangan seperti salah satunya suap dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya kunjungan Muhammadiyah, NU, ataupun MUI untuk bisa melihat situasi ke Xinjiang adalah atas usulan Ormas Islam yang disetujui oleh pemerintah Tiongkok. Kemudian melalui Kedutaan Besar Tiongkok disusun jadwal dan tempat untuk mengunjungi Xinjiang.
Sebenarnya di Tim Muhamamadiyah, sebelum berangkat didiskusikan terlebih dahulu apakah masih mungkin diberikan keleluasaan dari jadwal. Termasuk usulan untuk mendapatkan informasi-informasi dari masyarakat muslim Uigur dengan bermalam di wilayah muslim Uighur dan usulan tersebut sudah dikomunikasikan ke Kedutaan Tiongkok. Akan tetapi mereka lebih mengarahkan kepada program perjalanan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kunjungan lebih ke bagaimana melihat situasi di Xinjiang sesuai ketetapan Pemerintah Tiongkok.
Dalam kunjungan tersebut juga disertakan tiga wartawan nasional agar dapat mewartakan keadaan di Xinjiang selama kunjungan dilaksanakan. Selama kunjungan masyarakat Indonesia dapat mengakses berita yang langsung dikirimkan para wartawan pada hari yang sama ke redaksinya sesuai dengan situasi yang ada. Hal tersebut dapat saja ditelusuri lebih lanjut. Usulan melibatkan wartawan berasal dari Ormas Islam, agar perjalanan dapat diliput dan tidak ada yang ditutup tutupi, sehingga masyarakat luas di Indonesia mendapatkan hak informasi terkait perkembangan di Xinjiang. Delegasi Ormas Islam bukan satu satunya delegasi yang diundang oleh Pemerintah Tiongkok untuk melihat Xinjiang, ada delegasi Wartawan, Delegasi Partai Politik Indonesia, namun hanya Delegasi Ormas Islam yang diberitakan negatif menerima suap dari Pemerintahan Tiongkok.
Usulan untuk dapat berkunjung ke Xinjiang yang disampikan ormas Islam dilakukan untuk memastikan keterbukaan pemerintahan Tiongkok. Jika memang pemerintah Tiongkok menganggap tidak ada masalah di sana maka mereka memberikan akses untuk masuk ke Xinjiang. Artinya kita tetap menghormati apa yang ditunjukkan oleh Tiongkok dengan memberikan kesempatan kita untuk datang. Meskipun kita juga memahami ada bagian tertentu yang kita tidak diberikan kesempatan untuk menggali informasi yang lebih dalam kepada masyarakat minoritas Muslim Uighur.
Kita sempat mengunjungi beberapa masjid, termasuk di Hotan yang ada aktivitas masyarakatnya ketika shalat Jum’at. Namun delegasi tidak dapat memberikan gambaran yang cukup terkait aktivitas muslim Uighur di Masjid, karena tidak banyak yang dapat dilihat terkait aktivitas di masjid dan sekitarnya.
Warga Muhammadiyah ketika membaca pemberitaan terkait suap dari Tiongkok terhadap delegasi Ormas Islam dalam kunjungan ke Xinjiang pasti akan bertanya-tanya dan meminta klarifikasi. Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga telah menanggapi terhadap persoalan Uighur ini, Warga persyarikatan Muhammadiyah cukup memiliki kemampuan memahami kondisi yang ada. Secara prinsip Muhamamdiyah tetap akan mengkaji dan mencari informasi dari segala lini baik di dalam negeri maupun di luar negeri, terkait masalah Uigur dan Muhammadiyah akan menyuarakan, memperjuangkan, dan membela umat muslim di manapun apabila disakiti atau diperlakukan tidak baik.
Dr Trisno Raharjo, SH, MHum, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah
Melihat perkembangan terakhir, terdapat RUU terkait perlakuan Beijing terhadap minoritas Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, ketentuan tersebut memungkinkan Amerika mengambil tindakan terhadap pelanggaran HAM yang diduga terjadi terhadap minoritas Muslim Uighur. Bersamaan dengan hal tersebut munculah berita yang mengabarkan Ormas Islam di Indonesia telah dipengaruhi oleh Tiongkok sehingga tidak bersuara keras terhadap masalah Muslim Uighur. Hal yang dimunculkan terkait kunjungan delegasi Ormas Islam ke Xinjiang merupakan peristiwa lama yang dimunculkan lagi sekarang.
Ketika kita memperhatikan kasus Uighur, memang ada investigasi yang dilakukan media-media barat, maupun organsisasi pemerhati Hak Asasi Manusia yang menunjukkan laporan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap minoritas Muslim Uighur. Berbagai laporan terkait Hak Asasi Manusia di Tiongkok, menunjukkan ada beberapa provinsi yang memang memiliki persoalan Hak Asasi Manusia, seperti Xinjiang dan Tibet. Di Xinjiang masyarakatnya mayoritas Islam dan di Tibet masyarakatnya mayoritas Budha. Bahkan dulu Tibet pernah menjadi negara sebelum Tiongkok masuk. Sehingga pergerakan-pergerakan yang ada di dua wilayah tersebut ketika diredam oleh pemerintah Tiongkok selalu menjadi persoalan yang terhubung dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Perlawanan di kedua wilayah tersebut berdasarkan laporan dan penelitian menunjukkan perlawanan dan upaya menjadi negara merdeka. Gerakan ini oleh Pemerintahan Tiongkok dianggap sebagai gerakan Terorisme. Sehingga ada terorisme di Tibet dan Terorisme di Xinjiang. Laporan tentang HAM akan selalu berbicara seperti itu.
Memang tampaknya ada permasalahan keamanan dalam Negeri Tiongkok di Xinjiang. Kami ketika berkunjung Ibu Kota Xinjiang yakni Urumqi, kami dibawa ke salah satu tempat seperti Museum tentang pemberantasan terorisme. Di sana digambarkan bagaimana pengamanan masalah-masalah kekerasan dan terorisme. Sehingga ingin menggambarkan kepada delegasi bahwa urusan di Xinjiang adalah urusan keamanan dalam negeri Tiongkok. Itu adalah perlawanan-perlawan terhadap terorisme. Dalam satu panel digambarkan keterkaitan antara Terorisme di Xinjiang dengan ISIS.
Sementara itu, di media dimunculkan seolah-olah kita tidak bersuara, terutama media barat. Kita juga menganggap media Amerika tidak memahami laporan atau informasi yang disampaikan oleh delegasi ormas Islam dalam menggambarkan kondisi yang ada sesuai apa yang dapat dilihat seluruh delegasi ormas Islam saat berkunjung ke Xinjiang. Kemudian memunculkan pandangan seperti salah satunya suap dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya kunjungan Muhammadiyah, NU, ataupun MUI untuk bisa melihat situasi ke Xinjiang adalah atas usulan Ormas Islam yang disetujui oleh pemerintah Tiongkok. Kemudian melalui Kedutaan Besar Tiongkok disusun jadwal dan tempat untuk mengunjungi Xinjiang.
Sebenarnya di Tim Muhamamadiyah, sebelum berangkat didiskusikan terlebih dahulu apakah masih mungkin diberikan keleluasaan dari jadwal. Termasuk usulan untuk mendapatkan informasi-informasi dari masyarakat muslim Uigur dengan bermalam di wilayah muslim Uighur dan usulan tersebut sudah dikomunikasikan ke Kedutaan Tiongkok. Akan tetapi mereka lebih mengarahkan kepada program perjalanan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kunjungan lebih ke bagaimana melihat situasi di Xinjiang sesuai ketetapan Pemerintah Tiongkok.
Dalam kunjungan tersebut juga disertakan tiga wartawan nasional agar dapat mewartakan keadaan di Xinjiang selama kunjungan dilaksanakan. Selama kunjungan masyarakat Indonesia dapat mengakses berita yang langsung dikirimkan para wartawan pada hari yang sama ke redaksinya sesuai dengan situasi yang ada. Hal tersebut dapat saja ditelusuri lebih lanjut. Usulan melibatkan wartawan berasal dari Ormas Islam, agar perjalanan dapat diliput dan tidak ada yang ditutup tutupi, sehingga masyarakat luas di Indonesia mendapatkan hak informasi terkait perkembangan di Xinjiang. Delegasi Ormas Islam bukan satu satunya delegasi yang diundang oleh Pemerintah Tiongkok untuk melihat Xinjiang, ada delegasi Wartawan, Delegasi Partai Politik Indonesia, namun hanya Delegasi Ormas Islam yang diberitakan negatif menerima suap dari Pemerintahan Tiongkok.
Usulan untuk dapat berkunjung ke Xinjiang yang disampikan ormas Islam dilakukan untuk memastikan keterbukaan pemerintahan Tiongkok. Jika memang pemerintah Tiongkok menganggap tidak ada masalah di sana maka mereka memberikan akses untuk masuk ke Xinjiang. Artinya kita tetap menghormati apa yang ditunjukkan oleh Tiongkok dengan memberikan kesempatan kita untuk datang. Meskipun kita juga memahami ada bagian tertentu yang kita tidak diberikan kesempatan untuk menggali informasi yang lebih dalam kepada masyarakat minoritas Muslim Uighur.
Kita sempat mengunjungi beberapa masjid, termasuk di Hotan yang ada aktivitas masyarakatnya ketika shalat Jum’at. Namun delegasi tidak dapat memberikan gambaran yang cukup terkait aktivitas muslim Uighur di Masjid, karena tidak banyak yang dapat dilihat terkait aktivitas di masjid dan sekitarnya.
Warga Muhammadiyah ketika membaca pemberitaan terkait suap dari Tiongkok terhadap delegasi Ormas Islam dalam kunjungan ke Xinjiang pasti akan bertanya-tanya dan meminta klarifikasi. Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga telah menanggapi terhadap persoalan Uighur ini, Warga persyarikatan Muhammadiyah cukup memiliki kemampuan memahami kondisi yang ada. Secara prinsip Muhamamdiyah tetap akan mengkaji dan mencari informasi dari segala lini baik di dalam negeri maupun di luar negeri, terkait masalah Uigur dan Muhammadiyah akan menyuarakan, memperjuangkan, dan membela umat muslim di manapun apabila disakiti atau diperlakukan tidak baik.
Dr Trisno Raharjo, SH, MHum, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah