RIDHMEDIA - Politikus yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode disebut berniat menjerumuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu diungkapkan oleh Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, saat menanggapi pernyataan Jokowi yang menggunakan pilihan diksi 'menjerumuskan' terkait perpanjangan jabatan tersebut.
Menurut Emrus, diksi tersebut mengandung makna tunggal dan sama sekali tidak menimbulkan multitafsir.
"Bila dilihat dari seluruh narasi yang disampaikan presiden, maka kata 'menjerumuskan' mempunyai makna yang relatif sama, baik dilihat dari konotatif maupun denotatif," ungkapnya saat dihubungi, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Artinya, Emrus menilai, orang yang mengusulkan atau mewacanakan jabatan presiden tiga periode tersebut berupaya mencari muka atau malah menjerumuskan Jokowi.
"Oleh karena itu, saya berpendapat, para politisi tersebut harus mempertanggungjawabkan pernyataan yang sudah disampaikan ke ruang publik itu," ujarnya.
Emrus mengatakan, salah satu bentuk pertanggungjawaban publiknya, partai di mana orang yang mengusulkan tersebut bernaung dapat mempertimbangkan agar partainya berada di luar koalisi pemerintah.
Jika berada di luar koalisi, menurut Emrus, usulan jabatan presiden tiga periode bisa lebih leluasa untuk terus digelorakan, tentu bukan untuk kemungkinan bagi presiden hasil Pemilu 2019. "Tetapi untuk hasil Pilpres 2024 atau periode selanjutnya," katanya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa usulan tersebut seperti menampar dirinya. Bahkan dia menduga ada yang ingin cari perhatian dengan mengusulkan jabatan kepala negara tiga periode.
"Jadi ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu seperti ingin menampar muka saya, ingin cari muka. Bahkan juga ingin menjerumuskan," ungkapnya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).
Sebelumnya, Fraksi Partai Nasdem di MPR RI mengusulkan ada perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode di dalam Amandemen UUD 1945.[akc]
Hal itu diungkapkan oleh Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, saat menanggapi pernyataan Jokowi yang menggunakan pilihan diksi 'menjerumuskan' terkait perpanjangan jabatan tersebut.
Menurut Emrus, diksi tersebut mengandung makna tunggal dan sama sekali tidak menimbulkan multitafsir.
"Bila dilihat dari seluruh narasi yang disampaikan presiden, maka kata 'menjerumuskan' mempunyai makna yang relatif sama, baik dilihat dari konotatif maupun denotatif," ungkapnya saat dihubungi, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Artinya, Emrus menilai, orang yang mengusulkan atau mewacanakan jabatan presiden tiga periode tersebut berupaya mencari muka atau malah menjerumuskan Jokowi.
"Oleh karena itu, saya berpendapat, para politisi tersebut harus mempertanggungjawabkan pernyataan yang sudah disampaikan ke ruang publik itu," ujarnya.
Emrus mengatakan, salah satu bentuk pertanggungjawaban publiknya, partai di mana orang yang mengusulkan tersebut bernaung dapat mempertimbangkan agar partainya berada di luar koalisi pemerintah.
Jika berada di luar koalisi, menurut Emrus, usulan jabatan presiden tiga periode bisa lebih leluasa untuk terus digelorakan, tentu bukan untuk kemungkinan bagi presiden hasil Pemilu 2019. "Tetapi untuk hasil Pilpres 2024 atau periode selanjutnya," katanya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa usulan tersebut seperti menampar dirinya. Bahkan dia menduga ada yang ingin cari perhatian dengan mengusulkan jabatan kepala negara tiga periode.
"Jadi ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu seperti ingin menampar muka saya, ingin cari muka. Bahkan juga ingin menjerumuskan," ungkapnya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).
Sebelumnya, Fraksi Partai Nasdem di MPR RI mengusulkan ada perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode di dalam Amandemen UUD 1945.[akc]